Aguspram terlahir Jumat Pon, tanggal 28 Agustus. Jika para penulis populer memulai prestasi sejak usia dini, belia atau usia produktif, dia malah justru baru terbangun untuk menulis di usia 40an, usia yang bisa dibilang sudah habis. Apalagi setelah dia pernah sakit parah – bahkan koma. Itulah kenapa, menulis baginya adalah suatu yang menyembuhkan, karena menurutnya ibarat terapi yang ampuh. Kisah miris itu pernah dimuat di Jawa Pos Radar Mojokerto, Rabu 9 Maret 2016.
Karya bersama dan debut tulisannya yang dipublikasikan: “Guru juga Manusia” (esay dalam Empati Guru untuk Bangsa, 2012), “Matahari Terakhir” (puisi dalam Kumpulan puisi tentang Majapahit, juara 2 kategori guru, mahasiswa dan umum se-Kabupaten Mojokerto 2014).
Juga beberapa antologi bersama, di antaranya: Sajak-sajak Malam Seribu Bulan - Tadarus Puisi 2015, Penerbit: Disporabudpar, KKL, Dewan Kesenian Kabupaten Mojokerto, Tahun 2015. Kumpulan cerpen 38 Penulis Indonesia, Penerbit: Forum Aktif Menulis Publishing (FAM Publishing), Tahun 2015. Dilanjutkan Lautku Lautmu : kumpulan puisi 74 Penyair Nusantara ; penyunting, Tim FAM Publishing, Penerbit: Forum Aktif Menulis Publishing (FAM Publishing), Tahun 2015. Memo untuk wakil rakyat, 134 Penyair Indonesia ; editor, Rini Tri Puspohardini, Sosiawan Leak, Penerbit: CV. Azzagrafika, Tahun 2015. Yang dianggapnya mengesankan adalah saat salah satu puisinya masuk dalam 10 besar Puisi Terpilih dalam Lomba Cipta Puisi Genre Sastra Hijau 2015 Kategori D (mahasiswa, dosen, guru, penyair/penulis, umum).
Awal April tahun 2015 lalu pernah mengikuti pelatihan Travel Writing ke Bangkok, Thailand, yang digagas penulis favoritnya, Gol A Gong. Sejak itu pula, dia sering travel muhibah ke beberapa penulis untuk belajar. Menurutnya, belajar itu tidak boleh nanggung dan tak boleh malu. Itulah alasan dia belajar pada siapa yang dianggapnya harus dimintai sumbangan ilmu.
Kegiatan rutin, sebagai penulis posting, penjempol dan komentator di jejaring media sosial www.facebook.com/aguspramono1 dan juga mengelola komunitas menulis Klompen Rodjo di jejaring sosial tersebut.
Debut buku puisi antologi tunggalnya, KADO #1 diterbitkannya untuk menyambut Januari 2016. Disusul bulan Februari, antologi puisinya yang monumental Ombak Biru Semenanjung, 1020 Sonian Tiga Negara bersama pencetus Sonian, Soni Farid Maulana beserta penulis Sonian 3 negara, Indonesia, Singapura dan Malaysia. Maret 2016, buku puisi antologi bersama Sonian Vaganza yang ditulis bersama siswanya terbit dan beredar. April hingga beberapa bulan ke depan, sudah antre buku antologinya. Dia sendiri memancang target 10 buku untuk tahun 2016. Rencana yang bisa disebut gokil, mengingat aktivitasnya sebagai guru SMA di almamaternya. Yang penting tidak mengganggu kewajibannya sebagai PNS.
Never too old to learn – learn from everyone, never too old to write – write your dream. Itulah semangatnya. Tak ada kata terlambat untuk belajar dan menulis. Kita bisa mati kapan saja, tapi tulisan dan hasil karya kita yang akan mengabadikan, begitu kata orang.
Dan dia percaya banget hal itu.