USIRANA KATAKANLAH AKU
__suatu malam dimusim hujan yang lalu
Usirana aku adalah tubuh: merintih pada cinta yang letih
telah kukais kenangan pedih dan kubakar dalam sebuah kamar
seketika aku meleleh pada sebuah tragedi kisah imajinasi
ah, Usirana darahku bergetah cinta padamu
katakanlah aku seperti bangkai anjing berdarah
katakanlah aku menjerit bagai derit pagar berkarat
katakanlah aku badai meluluhlantak angkasa
jangan ragu Usirana
jambak seluruh rimah rinduku
tikam semua kisah piluku
sayat tiap dari ragaku
reguh rasa cintaku
ah, Usirana
aku tak lekang dibakar waktu
aku adalah tubuh, Usirana
mencinta mati padamu
SAINT KIMBERLY
masa dimana tiada lagi laga
kehidupan sirna layaknya sediakala
sangkakala telah mendendangkan rintih
jerit tragedi kerasukan manusia
serpihan daging menyantap tubuh-tubuh
masa dimana tiada lagi cinta
luapan rasa telah terlupa
Saint Kimberly berkaca pada wajah
memercikkan parfum pada hidungnya
wangi kamboja membenam alam fana
masa takdir menentukan segala getir
Saint Kimberly tidak percaya takdir
akan tetapi ia percaya getir
apakah diawal purnama yang ke 11
ia akan kembali mengunjungimu
merayu dan menyutubuhimu, Kimberly
kau yang meronta hingga purnama lekang
dan suara kokok ayam hilang
masa dimana tiada lagi luka
waktu demi waktu mengalir liku-liku
sampai pada musim salju yang membeku
pada lidahmu, Kimberly yang lincah
menjilat ludah dan strawberry
rekah pada bibirmu
Saint Kimberly kemana lagi
purnama ke 11 telah berlalu
telah mengeras menjadi batu
menyadari tubuh yang tak lagi utuh
OPPLAUSHA
_masih terasakah getar bibir_
_saat menatap takdir yang getir_
Opplausha,
sebuah memoir tua
tergeletak tak mampu berkata
hanya ia tahu
yang sirna tak ‘kan pernah kembali
yang mati, tak ‘kan nyata kembali
masih terasakah?
luka menjalar pada dirimu
hampir memisahkan ruh dari tubuh
Opplausha,
riwayat tak tercatat dalam hikayat
padahal kisahnya begitu menyayat
kisah risau yang menjadi pisau
menghujamkan lara yang lebuh
tak tertangguh
masih perihkah?
hamparan cinta yang membakar dada
mereguh rasa, hingga semua alpa
bahkan ayah, ibu, tuhan pun lupa
walau kau,
Opplausha
tahu bahwa
yang sirna telah pernah ada
yang mati telah pernah nyata
Biodata Penulis
Muhammad Husein Heikal, lahir di Medan, 11 Januari 1997. Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara. Selain menulis puisi, ia juga menulis esai, cerpen dan opini yang dipublikasikan koran dan majalah seperti Analisa, Waspada, Medan Bisnis, Mimbar Umum, Riau Pos, Sumut Pos, Suara Karya, Haluan, Tanjungpinang Pos, Koran Madura, Koran Pantura, Horison dan Jurnal Sastra Aksara serta diberbagai media online.
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024