Selaksa Cahaya Kunang-kunang
Oleh: Mia A. Prilly
Di hamparan 700 lebih macam tutur kata,
hanya satu yang daku cakap
Dari tempat asalku
;lincah teriak ngoko
ciut mengucap madya* dan
hampir buta bertutur krama**
Di kala itu,
Di selepas senja terbenam,
seorang nona manis hampiriku. Tutur fasih Inggrisnya kulayangkan madah. Namun saat madya ku turutkan, matanya bertanya
;dari mana asalku
Biar lalu imajiku memeluk guling. Mencari tumpuan angan bersandar.
Hingga menuju pelataran mimpi. Lalu seketika
kulihat tebaran kunang kunang menyala di gulita kealpaan. Bak selaksa bintang katai yang diayunkan dari langit. Menyemburat
ke jalan-jalan, sekolah, universitas, komunitas, desa, kota,
Mengitari para orang tua, dewasa, remaja, dan anak-anak.
Para guru, dosen, karyawan, pedagang, juga para peserta didik.
Zat luciferin yang manunggal dengan oksigen, kalsium dan adenosin trifosfat telah menjadi reaksi kebangkitan akan abai istiadat
Bawakan aku dari penjuru barat
tutur nias, mentawai, minangkabau, lematang, kayu agung dan lainnya
Kenalkan aku dari nusa tenggara pada
tutur bajo, ambui, kambera, namut, ndao, rongga, sikka, teiwa dan lainnya.
Hadirkan padaku dari bagian tengah
tutur long pulung, oma lung, punan, katingan, mantaya dan lainnya.
Berikan aku dari sisi utara
tutur ponosakan, kaili, laoje malala, mandar, morunene dan lainnya.
Sentuhkan padaku jejak timur laut
tutur galela, taliabu, barakai, kola, leinam dan lainnya.
Hadapkan padaku dari arah paling timur
tutur kalabra, miere, yaben, engkalembu, korowai, monuna samboga, ndarame, tsaukwambo, yabanda, rarankwa dan ratusan lainnya.
Bawakan anak cucu cicit bahasa yang lahir dari rahim nusantara, yang dirangkul dalam naungan tutur cakap yang satu.
Bangunkanlah aku, cahaya merah kuning hijau dan oranye telah mekar membuana ke seluruh kepulauan dari
Sabang hingga Merauke.
(2020)
0 Komentar
Kirimkan Artikel dan Berita seputar Sastra dan Seni Budaya ke WA 08888710313