BUDAYATIN
: di batas prasangka
Begitu matahari menyapa pagi
Ungkapan-ungkapan bibir berseri
Dan mengirim getar ke dalam hati
Angin menyapa rasa memberi mimpi
Yang menggerakkan utuh keinginan diri
Ada semacam ingatan bersemayam sunyi
Tapi di batas prasangka leluka menjadi peri
Isyarat mata tak menemu warna yang ditafsiri
Nafas menyatukan riak dada mengundang nyeri
Jember, 2021
BUDAYATIN (II)
: tentang prasangka
Betulkah! Katamu
Ucapan menjadi seru
Dan ada yang cemburu
Angin di pelupuk matamu.
Yang kujawab dengan rerindu
Ada rahasia tidak perlu kautahu
Tapi kan kuisyaratkan kepada batu
Ingatanmu tak akan bisa ditukar nafsu
Namun prasangka akan tetap menebar pilu
Jember, 2021
BUDAYATIN (III)
: tentang sebuah kesan
Berbicara mesra
Udara memeluk rasa
Dan menghapuskan luka
Ada sebuah kesan memata
Yang melihat kepada dunia kita
Arah berdebar di ujung penjuru usia
Tak ada yang perlu dikhianati katakata
Ilusi hanya akan membuat suasana curiga
Nyanyian pertemuan kehilangan merdu suara
Jember, 2021
BUDAYATIN (IV)
: sebatas ode
Bergetar dedaun
Ulat melewati embun
Dan burung dalam rimbun
Akar pohon menyimpan tenun
Yang didapat dari gugurnya daun
Apa yang kaurasa saat mata tertegun
Terhadap keelokan rupa bunga menahun
Isyarat hati tak bisa hilang meski kautimbun
Nafas menjadi sebatas ode dan penawar racun
Jember, 2021
BUDAYATIN (V)
: restu semesta
Bahagia tak bisa ditawar
Untuk apa harus membayar
Dengan prasangka yang samar
Apa belum cukup restu bersandar
Yang semesta selalu mengirim debar
Agar semua luka dan segala duka nanar
Tertimbun sebuah ketulusan hati yang sabar
Ingatan menjadi semacam rerindu penuh getar
Nila setitik bukan alasan untuk mendendam besar
Jember, 2021
BUDAYATIN (VI)
: suara-suara
Bergema suara jangkrik
Utuh malam dengan bisik
Dengan pelan nafas kautarik
Agar hening debar dada sedetik
Yakinlah suara-suara akan berbalik
Asa menyempurnakan rasa tanpa usik
Tetapi tidak semua terdengar dalam rintik
Ibarat nyanyian seorang ibu tanpa iring musik
Nasib kehidupan menjelma suara hati tanpa lirik
Jember, 2021
BUDAYATIN (VII)
: luka dan rasa
Batin tanpa rasa
Ubah hidup jadi luka
Dengar pesan semesta
Agar tak hilang debar cinta
Yakin pada diri dengan doadoa
Acuh ragu serta buang prasangka
Tak ada luka dan rasa bertemu seraga
Ini bukan tentang sangkaan fatamorgana
Niat tak cukup memintaminta kepada bahagia
Jember, 2021
MATAHARI YANG KITA LIHAT
Matahari yang kita lihat pagi ini
Berbeda dengan matahari kemaren pagi
Berbeda juga dengan matahari esok pagi
Tapi kita bisa melihat matahari di tempat berbeda
Matahari yang kita lihat pagi ini
Berbeda dengan matahari kemaren lusa
Berbeda juga dengan matahari esok lusa
Tapi kita bisa melihat matahari yang sama
Matahari bersinar dan menampakkan alam
Keindahan bisa kita nikmati bersama-sama
Meski tak harus berdua di tempat yang sama
Karena di tempat berbeda kita bisa melihatnya
Matahari yang kita lihat pagi ini
Akan menjadi saksi kepada semua
Bahwa prasangka bisa jadi pertanda rindu
Dan itu terjadi pula pada pagi dan daun-daun
Jember, 2021
Muhammad Lefand lahir di Sumenep, Jawa Timur, 22 Februari 1989. Namanya dikenal melalui karyanya berupa puisi, cerita pendek, dan pantun yang dipublikasikan di berbagai surat kabar.
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024