November
Dua bulan lagi ganti kalender
Ganti nasib, ganti berganti doa.
Di Bulan November kau melihat artefak
Membentuk lingkaran menjaga angka satu
Waktu begitu deras
Mengguyur nasib, membanjiri ketidakmampuan
Angka satu dikalender melihat matamu
Mengetuk ingatanmu, dan merogoh-rogoh isi dompet mu
Hanya ditemui lenggang nan sunyi
Pemilik kalender sudah satu bulan memberi keringanan
Bila tidak, kau akan diusir bersama hari dan bulan-bulan mendatang.
Dan kau begitu menunggu-nunggu keajaiban
Di bilik malam, menatap langit-langit rumah.
antara bulan dan gelap yang mulai tumbuh.
Angka-angka di kalender melepas diri
Menemanimu duduk, mengelus-elus punggung
Berbisik pelan "hidup mu tak akan berakhir hanya karena angka pada kalender"
Purwokerto, 2021.
Kontrakan
Tubuh perantau ambruk di kasur
Semuanya berbondong-bondong rebah.
Nasib, pegal, dan jajaran pengurus rindu
Memporak porandakan kota kasur.
Sarung penuh jahitan sigap memeluk sepasang kaki,
Gerimis di luar jendela menjelma nada
Berguyur deras jadi irama.
Menyanyikan dengan sumbang
Lagu selamat tidur
Selamat rindu.
Purwokerto, 2021.
Darah
Aliran darah menjelma musafir
Berkelana ke seluruh tubuh
Menjamahi lekuk-lekuk daging
Menempuh jalan tersunyi.
"Siapa yang sudah membuat jalan layang, jalan tol di sekujur tubuh mu?"
Kendaraan darah melaju cepat, tanpa suasana macet.
Menuju kota asal
Kota ibu.
Brebes, 2021.
Dongeng Malam
Malam datang,
Selimut ibu senang bercerita tentang cita-citanya
Agar tak Kumal dan tak penuh jahitan.
Sejurus usaha sudah ditempuh, usia begitu rapuh.
Selimut ibu begitu kesal dan kecewa
Ketika tubuhnya dilipat, ditata rapi
Dan dilemparkan ke almari.
Selimut ibu akan bermuka masam
Bila malam-malam digantung sendirian menatap bulan.
Selimut ibu selalu segar mendongeng
Apapun akan di dongengkan supaya terasa hangat.
Selimut ibu akan berwajah ceria
Ketika kulit anaknya pulang
Adu dongeng dengannya.
Brebes, 2021
Telepon Rumah
Hujan dan malam sedang bertengkar di halaman.
Hujan berceloteh petir, malam tak segan mengirim gelap.
Aku di dalam jendela tak kuasa melihat langit menggigil
Telepon ku bergetar,
Ketakutan melihat petir dan gelap bertengkar.
Ibu menelfon,
Mungkin ibu akan melerai pertengkaran ku dengan rindu.
Yogyakarta, 2021.
Pulang
Matahari telah pulang,
Meninggalkan rona merah di kursi taman.
Tas dan buku hariannya tertinggal,
Mungkin saja catatan kepada siapa ia terbit atau untuk siapa ia tenggelam.
Aku benar-benar takut membukanya, rahasia terdalam.
Tas kecil berisi identitas, lipstik dan cermin.
Uangnya sedikit, mungkin sudah ia simpan di jurang atau laut.
Atau bisa disaku malam, aku hanya menebak.
Matahari telah pulang
Ia bisa saja kembali, tapi akankah datang juga ke kursi taman
Memberi lipstik pada bibirnya, saling bercermin dan menulis ceritanya.
Matahari telah pulang
Dan kenangan hanya selalu bersinar.
Purwokerto, 2021.
Sumpah Malam
"Telah aku ikrarkan
Gelap akan menjunjung tinggi tanah kesunyian
Bulan dan bintang akan berbicara kesunyian
Dan di kota malam kau tak akan sendirian"
"Bila bulan telah sempurna diatas kepala mu, ucapkan sumpah itu. Sekonyong-konyong ketakutan mu akan rontok, penjajahan dalam dirimu akan lari luntang lantung menabrak malam" kau bersurat dari kota malam.
Dan kau nasib, begitu arif.
Malam-malam yang akan datang,
Kita akan berevolusi dari birokrasi rindu yang payah.
Purwokerto, 2021.
Jendela Pagi
Matahari mulai bertamu
Mengetuk-ngetuk jendela, melukis di lantai kamar.
Aku jamu kata-kata semalam, masih ngantuk.
Kabut begitu tebal dilahan mata.
Sebenarnya apa perlunya kau bertamu ke kamar?
Kau diam saja dan terus melukis dan melebar
Lalu melukis dimataku
"Bangun"
Purwokerto, 2021.
Menggambar di langit
Cita-cita langit sederhana
Bila ditanya bulan dan bintang
"Apa cita-cita mu?"
Ia akan melukis dirinya dengan semburat warna warni
Dan selalu bersolek diatas laut, serta malu-malu dibalik gunung.
Lalu bulan dan bintang akan menghiasi wajahnya
Cita-cita mu sederhana
"Yakni keindahan"
Brebes, 2021.
Kota waktu
Sudah seharian, kaki perantau keliling.
Berjalan pelan kadang ngebut kadang juga bingung.
Warung-warung di pojok detik sudah akrab mengenalnya
"Langganan, suka memesan bulan dan bintang pada malam hari".
Lama-lama kelamaan keliling mulai suka padanya,
Menemani, menggendong, kadang mengobatinya.
Dan sudah kebiasaan lampu-lampu di kota waktu
Mencium punggungnya, mengelus-elus ketika si perantau berjalan.
Sewaktu si perantau keliling dan keliling
Sebuah kertas tak sengaja mencium kakinya.
Tulisan alamat, aksara pulang.
Purwokerto, 2021.
Ramuan bulan
Saat gelap datang
kau meramu tubuhnya dengan racikan rempah-rempah dari bulan,
jiwanya sudah molek, raganya bertopeng rupawan, kau berniat kencan dengan malam.
Purwokerto, 2021.
Nama: Anam Mushthofa
Kelahiran: Brebes
No hp: 085759754419
Keterangan: hamba lokal, sedang menempuh pendidikan di universitas daerah Purwokerto.
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024