MENGAKRABI PUISI
Kekasih, kuarsir perjalanan rindu, menyusuri
retakan rubuh waktu. Di selembar halaman
malam, sambil membaca debar peradaban.
Berkali-kali kuseduh kesedihan di haribaan kesunyian.
Mengakrabi kepul puisi di secangkir kopi.
Mengasuh ragam aksara serupa tarian metafora,
majas berkelas, juga perumpamaan romantis.
Di mimbar ini, jiwa-jiwa tak mati, langit berwarna
pelangi, matahari bersinar pagi, purnama
merona, semua hari nampak berbintang.
Sesekali senyum bidadari juga ikut berenang.
Di sini segala cuaca kerap terbaca dan masa lalu
gemar memutar ulang, saat ingatan memanggil
pulang. Perihal kenang yang tak kunjung usang.
Di ruang ini, jutaan harap gegap gempita, bergerungung
memenuhi penjuru semesta kata-kata. Sedang
amin mimpi menari-nari di ubun-ubun puisi.
Pun nyala doa ibu memaralel setia di pungkur waktu
; bukankah penyair adalah hamba yang akrab
dimainkan hampa?
Maka, kupinjam kalam tuhan yang kupetik dari
notif pemberitahuan. Dari cemas hari yang
jumpalitan ke denyar waktu, dan lekuk tubuh
sintalmu membentuk malam minggu.
Tuhan, maafkan hamba jika kupinjam kata-kata-Mu,
untuk sekedar bermimpi, mengeja luas semesta
ini!
Mata Pena, 2021-2022
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024