YOONA
Rumah tua itu tembok-temboknya telah mengelupas. Pada bagian langit-langit terdapat sebuah lampu dop kecil berwarna kuning yang menggantung serampangan. Tepat di bawah lampu itu, seorang gadis remaja berusia belasan tahun dalam posisi tertidur dengan tangan dan kaki yang terikat.
Pandangan mata sang gadis memburam. Dia menangis tersedu-sedu setelah dirudapaksa oleh tujuh orang laki-laki berusia sebaya dengannya. Hati perempuan berambut hitam itu sangat terluka melihat ketujuh laki-laki yang masih berseragam tertawa terbahak-bahak melihat kesialannya.
Sementara itu, salah satu laki-laki sesekali melihatnya, lalu kembali menyibukkan diri. Laki-laki itu adalah satu-satunya yang tidak melakukan rudapaksa. Mungkin karena tak tahan, laki-laki itu kemudian menghampiri dan memandang sang gadis dengan penuh belas kasihan.
“Tolong ... tolong aku.” Suara gadis itu lirih, hampir tak terdengar.
Laki-laki itu melihat sekitar. Teman-temannya sedang minum-minum. Hanya dia sendiri yang tak menyentuh minuman beralkohol itu.
“Tunggulah sebentar, aku akan mencari pisau atau gunting, lalu akan melepaskan ikatanmu.”
Gadis itu tak berbicara apa pun. Dia hanya diam seribu bahasa. Tubuhnya sangat lemah, bagian bawah perutnya terasa nyeri dan perih, perutnya lapar. Namun, dia masih bisa melihat lelaki yang akan menolongnya berjalan dan mengambil sebuah pisau dari dalam tasnya.
Ada harapan baru yang tiba-tiba menyeruak dalam hati gadis remaja bermata sipit itu ketika sang laki-laki menghampirinya. Gadis itu berencana akan segera berlari ketika dia berhasil bebas. Akan tetapi, semuanya tak seperti yang diinginkan.
Gadis berkulit putih itu justru tewas ketika laki-laki itu menancapkan pisau pada lehernya. Darah remaja enam belas tahun itu muncrat mengenai pakaian pembunuhnya. Semua menjadi sunyi, tak ada teriakan, hanya rasa takut yang tiba-tiba menyerang ketujuh laki-laki remaja yang akhirnya berlari meninggalkan rumah tua. Sementara, si pembunuh masih syok dan melepaskan pisau yang masih dia pegang.
Laki-laki pembunuh itu kemudian berlari dan meninggalkan mayat si gadis tergeletak di lantai rumah tua yang lembap.
Waktu telah menunjukkan pukul 23.00 ketika angin berembus kencang memasuki rumah tua dengan pintu kayu yang hampir habis dimakan rayap. Embusan angin seketika membawa roh sang gadis ke awang-awang lalu mengembalikan roh itu ke tubuh sang gadis.
Mata gadis itu terbuka, tangan dan kakinya terlepas dari ikatan. Namun, bekas ikatan dan luka pada lehernya tidak hilang begitu saja. Sebuah suara tiba-tiba memenuhi ruangan itu. Suara itu mengatakan bahwa sang gadis harus membalaskan dendam pada pria-pria yang telah merudapaksa dan membunuhnya.
Setelah suara itu menghilang, seolah ada kekuatan supranatural dalam tubuh gadis bertubuh tinggi itu. Yoona—sang gadis—kini telah bertransformasi menjadi makhluk lain dengan kekuatan sepuluh kali lebih besar dari manusia pada umumnya.
*
Sudah tujuh hari sejak peristiwa pembunuhan Yoona, semua masih berjalan seperti biasa. Polisi pun terkesan tak serius mengusut kasus pembunuhan gadis miskin dengan kecerdasan di atas rata-rata itu.
Ketujuh pelaku pemerkosaan bahkan masih bisa melakukan segala sesuatu dengan tenang seolah tak pernah terjadi apa pun. Berbeda dengan Cha Yoon Jung yang kini duduk diam dengan wajah tegang mengingat apa yang dia lihat semalam.
Malam itu, dia melihat dengan samar-samar sebuah bayangan seorang perempuan berambut panjang dan memakai seragam sekolah. Secara fisik, perempuan yang dia lihat sangat mirip dengan Yoona.
“Siapa kau?” tanya Yoon Jung sambil meraba-raba tembok untuk menyalakan lampunya.
Sunyi. Namun, Yoon Jung tetap waspada. Dia berjalan mundur, lalu mencari-cari pisau lipatnya pada laci nakas. Tangannya gemetar dan terburu-buru. Dia lalu berdiri dan mengarahkan pisau itu ke segala penjuru kamar. Tanpa dia sadari, Yoona sudah berada di belakangnya dan mendorongnya hingga membentur tembok.
“Yoona ... Yoona ... kau ... masih hidup?” tanya Yoon Jung dengan wajahnya yang tiba-tiba memucat.
“Aku tidak akan pernah mati sebelum membalas dendam pada kalian semua!”
“Yoona ... maafkan aku ... to-tolooonngg!”
Teriakan Yoon Jung membuat seisi rumah bergegas ke kamarnya. Mereka segera menolong Yoon Jung yang terlihat syok. Sejak perjumpaan itu, Yoon Jung berubah. Dia menjadi lebih pendiam daripada biasanya.
“Yoon Jung, kau kenapa? Kau sakit?” tanya Ji Wook, salah satu pria yang melakukan rudapaksa pada Yoona.
Sapaan Ji Wook menyadarkan Yoon Jung. Dia menatap mata Ji Wook lekat-lekat. Tiba-tiba wajahnya memucat ketika melihat sesosok wanita yang sudah berdiri di belakang Ji Wook.
“Yoo ... Yoona ...,” ucap Yoon Jung saat melihat sosok Yoona yang tangannya sudah terulur.
Yoon Jung melangkah mundur. Tubuhnya menabrak kaca jendela besar yang ada di kelasnya.
“Aku tidak pernah setengah-setengah dalam melakukan apa pun!” seru Yoona lalu mengangkat tangannya dan memecahkan jendela itu dengan kekuatannya.
Yoon Jung jatuh dari kelasnya yang berada di lantai tiga. Laki-laki bertinggi badan 180 sentimeter itu mati tergeletak di halaman sekolah dengan kepala bocor bersimbah darah dan keretakan pada tulang pinggul.
Sementara itu, peristiwa kematian Yoon Jung membuat teman-teman sekelasnya ketakutan. Semua berhamburan keluar terlebih ketika Yoona menampakkan diri. Hanya Ji Wook yang tersisa di ruangan itu.
“Yoona ... maaf ... maafkan aku. Yoona ... a-aku hanya ikut-ikutan saat itu. Aku sungguh tidak bermaksud melukaimu.”
“Apakah ketakutan akan kematian telah merasuki kehidupanmu?” tanya Yoona sambil menghampiri Ji Wook yang kini melayang di udara akibat kekuatan yang dimilikinya.
Yoona kemudian mengempaskan Ji Wook sekuat tenaga hingga laki-laki itu berteriak kesakitan. Sebanyak apa pun Ji Wook meminta ampun, itu tidak membuat Yoona berhenti. Ji Wook justru tewas ketika tubuhnya terempas ke lantai, lalu Yoona menjatuhkan sebuah lemari besar sehingga menimpa tubuh Ji Wook.
Yoona menghilang sesaat, kemudian muncul di hadapan keenam laki-laki lain yang sudah memerkosanya tujuh hari yang lalu. Saat itu juga—dengan kemarahan yang menyala-nyala—Yoona telah membunuh kedelapan laki-laki yang sudah melakukan perbuatan buruk padanya.
Kematian kedelapan laki-laki itu membuat suasana sekolah mencekam. Kepulan asap hitam tiba-tiba memenuhi seluruh sekolah. Tubuh Yoona seketika menghilang tanpa jejak. Darah berceceran di mana-mana. Kondisi mayat kedelapan remaja laki-laki itu sangat mengenaskan. Bahkan, rata-rata tulang mereka mencuat keluar dari tubuh. Beberapa perempuan pingsan melihat kejadian itu.
Tak berapa lama, pihak kepolisian datang dan menanyai saksi-saksi yang melihat pembunuhan itu. Kesaksian mereka sama, yaitu sesosok makhluk yang mirip Yoona datang dan membalas dendam.
Pagi itu baru menunjukkan pukul 09.00 ketika awan menjadi gelap dan angin berembus kencang. Debu-debu beterbangan dan membawa sebuah roh hinggap dalam tubuh seorang detektif. Tak lama, detektif itu mengulurkan tangannya dan mengembalikan serta menghidupkan mayat kedelapan pria yang telah mati itu.
“Kalian tidak pantas mati. Kalian harus kutangkap!” ucap detektif itu sambil memborgol remaja-remaja yang baru saja bangkit dari kematian.
:
Memiliki pena Miss Dar-She, perempuan kelahiran Pasuruan, 29 Oktober 1987 berkecimpung di dunia literasi dengan menjadi pendongeng sejak 2018. Pada Oktober 2020, dia memasuki dunia tulis menulis dan sudah menghasilkan beberapa buku antologi dan empat novel yang sudah terbit, yaitu Patriarki, Radio, The Journalist, dan The Reporter.
0 Komentar
Kirimkan Artikel dan Berita seputar Sastra dan Seni Budaya ke WA 08888710313