Balada Anak Sang Penyair
Isur Suryati
a/
Ayah, sudah bolehkah aku makan?
Gadis kecil berkuncir dua, rambutnya apak
Tangan mungil memegang perutnya yang rata
Cacing dalam perutku teriak tanpa suara, Ayah!
Lagi-lagi, mulutnya ceriwis
Sang Penyair hanya menoleh
Sedang ditulisnya sebuah kisah yang indah
b/
Sudah berapa baitkah puisi yang ayah rajut?
Hari sudahlah terik, tapi nasi belum ditanak
Ibu berkata, “Sabar, Nak! Beras kita ada di kening ayahmu.”
Apakah kening ayah itu seperti sawah ataukah pabrik beras?
Cacing di perutku melilit-lilit, Ayah!
Karena, tadi pagi kata-kata dan pita suaranya
Sudah diberikan kepada ayah dengan suka rela
c/
Sang penyair tersenyum masam
Tanpa menoleh, dia tuliskan kata
Takzimnya seluruh rakyat/harta benda dan kemasyhuran
Serta kerling bidadari dan berlimpahnya makanan
Mulut mungil nan ceriwis di sampingnya mengular liur
Tenanglah, Anakku! Bisiknya pada angin
Selembar uang menari dalam imajinasinya
d/
Ayah, angkatlah dagumu dan lihatlah perutku
Seharian, cacing-cacing berkubang lapar
Kini mereka diam, karena perutku penuh dengan air
Mereka menagih kembali kata-kata dan pita suaranya
Hush! Sang penyair mengusir ide yang liar
Setelah capek meminta
Si kecil tidur pulas di atas selembar puisi
Sumedang, 21 April 2022
Penulis adalah seorang guru bahasa Sunda di SMPN 1 Sumedang, menyukai sastra sejak SMP, sudah menerbitkan sebuah buku kumpulan cerpen dalam bahasa Sunda, berjudul Mushap Beureum Ati, aktif menulis di beberapa platform kepenulisan.
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024