Hari Baru dengan
Catatan Usang |
Kau lihat negeri
separuh kebenaran
Dari kacamata awam ia
berujar
Aku lapar, di mana
harus sembunyi
Tuangkan emas dan
berlembar kekayaan
Ditambah lagi
kekuasaan
Selama kursi tak
berubah kusir
Sebentar, aku juga
ingin menikmati debur molek pantai
Yang bisa kusinggahi
kapan saja
Hempasan ombak pada
karang-karang yang teraniaya
Boleh jadi harus
bersumpah
Tapi nalar tak lebih
baik dari imajinasi
Maka kutemukan satu
bahasa paling suci
Jadilah diri sejati
tanpa peduli kepentingan orang lain
Jangan kira luput dari
waspada
Selama upeti kuberi
semua akan baik-baik saja
Mereka akan sangat
berterima kasih
Dan menjilat tangan
yang berlumur angkara
menjadi persembahan
semesta
O putra putri tercinta
Kemesraan hanya
terwujud bila tidak ada pengetahuan yang menjelajahi
Tubuh-tubuh moralitas
Sekali menindas sepi
Kutukan mati
berkali-kali
April 2022
Piet Yuliakhansa.
Perempuan puisi, lahir di Jakarta 1 Juli. Sempat bergabung di Teater Zat
(1997), Teater Castra Mardika UKM UNJ (1997-sekarang), Komunitas Teater Kampus
atau KOTEKA (1999), Teater Baru (2012), Teater Hijau 51 (2017), dan Teater i
(2019).
Puisinya terhimpun
dalam berbagai antologi antara lain; Antologi Puisi Penyair Nusantara Jakarta
dan Betawi (2021), Nyanyian Hujan (2021) dan Jejak Waktu (2022).
Email : piet.yuliakhansa@gmail.com
FB : Piet Yuliakhansa
WA : 087875251035
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024