Dua “Presiden” Bertarung Di Ontran-ontran Sastra
Komunitas Literasi dan Sastra Banyumas Barat mempertemukan dua “presiden” dalam pagelaran bertajuk Ontran-ontran Sastra, Sabtu malam (21/5) di pendopo Balai Desa Cihonje, Gumelar, Banyumas. Malam diguyur hujan lebat. Tetapi pertarungan kreatif antara Presiden Penyair Banyumas Raya Eddy Pranata PNP dengan Presiden Geguritan Banyumas Wanto Tirta berlangsung hangat dan meriah. Memukau puluhan penonton dengan terus memberikan aplaus. Selain itu, berbagai cabang seni budaya juga ditampilkan: baca puisi, musikalisasi puisi, musikalisasi geguritan, gendingan, baca cerpen dan pemutaran film pendek.
Ketua panitia penyelenggara Eddy Pranata PNP mengatakan; pendukung acara ini antara lain Jaringan Sastra Pinggir Kali (Jaspinka), Komunitas Orang Pinggiran Indonesia (KOPI), Blakasuka Ora Kegedhen Rumangsa (Blakdhen), Gubuk Kecil, Gendhingan Mangku Budaya Cirebah, dan semua lapisan masyarakat penyinta literasi/sastra mulai dari Taman Kanak-kanak, remaja sampai dewasa.
“Ontran-ontran Sastra adalah ibadah sastra-budaya dari pinggiran desa. Ini acara bersama dari beberapa komunitas untuk seluruh lapisan masyarakat. Arus bawah yang senantiasa terus menggeliat,” ujar Eddy Pranata.
Jaspinka menampilkan musikalisasi puisi “Tanah Air Mata” Sutardji Calzoum Bachri, tampil elegan dan berkharisma, dengan kru: Eddy Pranata PNP, Resa Nanda Pangestu, Wahyu Dwi Utami, Riries Awaliyah dan Fajar Lesmana. Sedangkan KOPI menampilkan pembacaan puisi Ebeg oleh Wanto Tirta yang begitu dinamis-atraktif dan Negeriku, Kopi, Malam Ini Aku Tak Punya Puisi oleh Trisnatun Abuyafi Rana-atmaja yang flamboyant dan penuh pukau.
Kemudian komunitas Blakdhen tampil penuh balutan nuansa lokal yang kuat dan kental, dengan personil Riswo Mulyadi, Subowo, Candra Widyasmoro, Wardoyo Tirta, Ning Suparni, Ipung Purwaningsih, Weda Hanitia Prameswari, Toufik menyuguhkan musikalisasi geguritan Inyong, Luh Mata, Amung, alih bahasa Banyumas Ngapak dari puisi Chairil Anwar, Sapardi Djoko Damono dan Sutardji Calzoum Bachri, juga ikut ambil bagian penyair multitalenta Nanang Anna Noor dengan gitar dan “polah”-nya.
Penyair Yanwi Mudrikah dengan anggun dan memesona membacakan cerpen Suatu Malam, Ketika Puisi Tak Mampu Ia Tulis Lagi, cerpen pilihan Kompas 2019 ini dialihwahanakan menjadi film dengan judul yang sama. Film pendek ini menceritakan penyair yang diamuk rasa mempertemukan dirinya dalam satu frame dengan penyair-penyair populer tanah air; Chairil Anwar, Sapardi Djoko Damono, Sutardji Calzoum Bachri dan Joko Pinurbo. Sedangkan sutradara film adalah Kin Muhammad dan diproduseri Hudan Nur bersama Eko Benyamne.
Sedangkan tiga penyair yang datang dari luar daerah adalah Lintang Alit Wetan (Temanggung), Sahaya Santayana (Tasikmalaya) dan Husnul Khuluqi (Lumbir).
“Gerakan sastra-budaya di desa merupakan bentuk perwujudan penguatan sastra-budaya lokal untuk menguatkan sastra-budaya nasional, dan gerakan serupa ini perlu diperluas lagi di berbagai pelosok di negeri ini,” ujar penggerak Komunitas Orang Pinggiran; Trisnatun Abuyafi Rana-atmaja.
Ikut memeriahkan acara adalah tari-tarian dan deklamasi siswa TK Pertiwi 1 dan 3 Cihonje oleh Agha Oktavian Abdhi Negoro dan Rafka Ardi Setiawan. Dan baca puisi dari MI Ma’arif NU 1 Cilangkap: Adilla Ramadhani Vinandar, dari SDN 1 Cihonje; Wening Roro Faiza dan Sabrina Aulia Azahra serta berbagai masyarakat lainnya: Umi Tohiroh, Sukirwono, Agus Muslim, Wahyu Dermawan, grup musiklisasi OcehaNakula Gumelar dan grup gendhingan Mangku Budaya Cirebah yang digawangi Kirwono, Wakim Sumedyo, Sasongko dan Anggi Kasim dan kawan-kawan.
“Kita perlu menebarkan virus sastra di pelosok desa. Sebab, ternyata masyarakat sudah bisa menerima sastra. Terbukti masyarakat desa juga sangat antusias menyaksikan pemutaran film sastra malam ini!” ujar Riswo Mulyadi penggerak Komunitas Blakdhen dengan nada optimis. ***
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024