PENDIDIKAN MULTIKULTURAL: STRATEGI SEKOLAH PENGGERAK DALAM MEWUJUDKAN PELAJAR PANCASILAIS
Oleh Fatih Akbar Rafsanjani
Pendahuluan
Pendidikan ialah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui sebuah pengajaran dan pelatihan. Melalui pendidikan setiap insan dapat meningkatkan wawasan, keterampilan, serta kemampuannya baik dibidang akademik maupun non akademik. Penyelenggaraan pendidikan memerlukan sistem yang berkualitas guna mewujudkan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, salah satunya melalui kurikulum. Kurikulum sebagai seperangkat rancangan pembelajaran diperlukan untuk pedoman eksekusi dalam aktivitas belajar mengajar. Oleh karena itu, melalui Keputusan Menteri nomor 1177/M/2020, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mencetuskan sebuah program kurikulum sekolah penggerak. Program sekolah penggerak ini berpusat pada pengembangan output lulusan secara menyeluruh dengan merepresentasikan kompetensi kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa. Sekolah penggerak menjadi program yang mengupayakan terwujudnya pelajar yang nasionalis serta menjunjung tinggi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Indonesia dikenal sebagai negara multikultural dengan keanekaragaman di dalamnya. Realitas ini sebagai taken for granted yang menunjukkan bahwa negara Indonesia kaya akan unsur budaya seperti, kesenian, agama, bahasa, sistem mata pencaharian, dan lain sebagainya. Indonesia dengan jumlah populasi penduduk lebih dari 270 juta jiwa, 1300 suku, serta 700 bahasa daerah mengisyaratkan bahwa negara ini merupakan negara yang majemuk. Di samping itu, negara Indonesia mengakui 6 agama yang dianut masyarakat Indonesia meliputi agama Kristen, Konghucu, Hindu, Islam, Budha, dan Katolik, serta penghayat aliran kepercayaan.
Kemajemukan negara Indonesia ini dapat menjadi peluang sekaligus ancaman tersendiri bagi bangsa Indonesia, menjadi peluang apabila bangsa Indonesia mampu menjaga eksistensi keanekaragaman. Namun sebaliknya, apabila bangsa Indonesia tidak dapat mempertahankan eksistensi ragam budaya tersebut maka yang terjadi adalah disharmoni sosial yang menimbulkan perpecahan seperti konflik, intoleransi, primordialisme, rasisme, dan berbagai bentuk disintegrasi lainnya. Fenomena perpecahan yang kita jumpai baik di kehidupan nyata maupun melalui pemberitaan media sosial merupakan cermin bahwa sampai saat ini negara Indonesia masih darurat kesadaran mengenai kemajemukan.
Oleh karena itu, pengenalan pemahaman multikultural perlu diterapkan sejak dini baik melalui keluarga sebagai agen sosialisasi pertama, sekolah, maupun lingkungan sosial. Terlebih merujuk pada implementasi program sekolah penggerak dengan memberikan pemahaman keberagaman melalui pendidikan multikultural.
Pembahasan
Pendidikan multikultural menjadi perspektif dan kajian ilmu baru dalam dunia pendidikan. Pemahaman multikultural menjadi sebuah proses mengembangkan potensi dengan mengedepankan konsekuensi pluralisme sebagai landasan ontologis pendidikan. Pendidikan multikultural penting diajarkan kepada anak sedini mungkin. Mengapa demikian? Hal tersebut mengingat kita hidup di tengah masyarakat yang beragam. Pandangan multikulturalisme tersebut berupaya memberikan pemahaman kepada setiap manusia arti penting menghargai perbedaan yang hadir di sekitar kita. Sadar atau tidak, keragaman budaya mempengaruhi perilaku, sikap, serta cara berpikir seseorang, sehingga memungkinkan manusia memiliki cara, kebiasaan, aturan, hingga adat istiadat yang berbeda.
Pendidikan multikultural juga merupakan wujud restorasi pendidikan, pasalnya pada era Kolonialisme pendidikan masih bersifat segregasi yang membedakan seseorang ke dalam klasifikasi tertentu. Namun setelah adanya reformasi pendidikan telah merubah sistemnya dengan memberikan kesetaraan hak bagi umat manusia untuk memperoleh pendidikan yang setara. Oleh karena itu, pemahaman multikultural berupaya membangun kesadaran keberagaman serta memperjuangkan persamaan derajat umat manusia dan budayanya. Pendidikan multikultural memberi pemahaman mengenai realitas dan sikap yang tepat ketika kita berada di lingkungan yang multikultural. Dengan demikian, sosialisasi pendidikan multikultural menjadi penting yang dapat diupayakan oleh banyak pihak seperti keluarga, sekolah, lingkungan masyarakat, pemerintah, dan media massa.
Sekolah memegang peranan penting dalam penanaman kesadaran kemajemukan pada siswa sedini mungkin. Sekolah penggerak ialah sekolah yang mengutamakan proses pengembangan pelajar Pancasilais. Kompetensi holistik (menyeluruh) menjadi visi utama sekolah penggerak dalam menumbuhkan karakter Pancasila pada siswa. Oleh karena itu, sekolah penggerak sebagai sekolah yang menjadi panutan sekolah-sekolah lain diharapkan mampu menumbuhkan multikulturalisme di antara siswanya.
Secara operasional pendidikan multikultural dapat diterapkan melalui gabungan pendekatan sosial dan pembelajaran pendidikan multikultural. Dalam konteks penanaman nilai multikultural, sekolah penggerak berupaya menciptakan iklim pembelajaran yang demokratis dengan berpegang teguh terhadap nilai-nilai Pancasila. Saat pembelajaran misalnya, guru dituntut menyamaratakan hak belajar bagi tiap siswa tanpa pandang bulu, hal ini bertujuan memberikan teladan agar tercipta siswa yang toleran terhadap perbedaan. Disamping itu, konsep multikulturalisme dapat direpresentasikan ke dalam model pembelajaran, metode pembelajaran, ice breaking, dan penilaian. Misalnya saat proses pembelajaran berlangsung, sebagai guru penggerak juga diharapkan dapat mengintegrasikan kegiatan pembelajaran dengan menghadirkan dimensi kultural baik lokal maupun nasional. Seperti penggunaan bahasa daerah, pakaian adat, tarian tradisional, dalam memperingati hari tertentu. Disamping itu, pendidikan multikultural menjadi wacana dalam mata pelajaran baru atau menjadi sub bagian dari mata pelajaran tertentu seperti sosiologi, kewarganegaraan, dan antropologi.
Pendidikan multikultural dalam implementasi sekolah penggerak perlu diberikan sebagai upaya merealisasikan salah satu tujuan program sekolah penggerak yaitu guna mewujudkan profil pelajar yang berwawasan Pancasila. Pelajar Pancasila yang dimaksud yaitu menghasilkan lulusan yang mampu mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila terlebih di tengah masyarakat majemuk seperti Indonesia. Setidaknya terdapat enam komponen dalam mewujudkan pelajar Pancasila; pertama, mengimani keberadaan Tuhan Yang Maha Esa serta berupaya menaati perintahNya dan menjauhi laranganNya sesuai dengan ajaran masing-masing agama; kedua, memiliki pengetahuan yang luas tentang keanekaragaman budaya serta bagaimana mengetahui bagaimana menjaga eksistensi budaya tersebut; ketiga, mandiri dan penuh tanggung jawab dalam bertindak; keempat, memiliki semangat gotong-royong tinggi; kelima, mampu berpikir secara objektif; dan keenam, kreatif atau mampu menciptakan karya.
Hal yang tak kalah penting, guru sebagai sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dituntut dapat menumbuhkan jiwa toleransi pada siswanya. Terlebih dahulu guru memberikan pemahaman bahwa kita hidup di negara yang masyarakatnya majemuk dimana terdiri dari berbagai suku, agama, ras, budaya, dan sebagainya. Baru kemudian guru memberikan pemahaman bagaimana menyikapi kemajemukan dalam kehidupan bermasyarakat. Seperti menghormati perbedaan peribadatan, pandangan, keyakinan, dan lain sebagainya.
Penutup
Tulisan ini berupaya menawarkan upaya guna mewujudkan pelajar yang Pancasilais dalam implementasi kurikulum sekolah penggerak. Sebagaimana telah dipaparkan di atas bahwa program sekolah penggerak memiliki tujuan untuk menumbuhkan siswa yang berwawasan Pancasila. Berbagai upaya perlu dilakukan sekolah penggerak dalam mewujudkan pelajar Pancasilais. Mengingat kita hidup di tengah-tengah masyarakat yang beragam, sekolah penggerak dituntut sedini mungkin memberi pemahaman multikulturalisme melalui pendidikan multikultural. Secara sederhana guru dapat mengenalkan arti penting kemajemukan dan bagaimana menyikapinya dalam kehidupan bermasyarakat. Tentu dalam hal ini harus berpedoman dengan nilai-nilai Pancasila, mengingat Pancasila sebagai dasar dan pedoman hidup berbangsa dan bernegara. Disamping itu, pemahaman multikulturalisme juga dapat direpresentasikan dalam sebuah mata pelajaran yang berdiri sendiri maupun menjadi sub bagian dari mata pelajaran tertentu yang sesuai. Maka dari itu, untuk mencapai tujuan sekolah penggerak dalam mewujudkan pelajar Pancasilais di tengah kemajemukan diperlukan modal sumber daya manusia yang baik (guru & kepala sekolah), karena modal yang baik akan menghasilkan hasil yang baik pula.
Daftar Pustaka
Nurcahyono, O. H. (2018). Pendidikan multikultural di Indonesia: Analisis sinkronis dan diakronis. Habitus: Jurnal Pendidikan, Sosiologi, & Antropologi, 2(1), 105-115.
Rahayu, R., Rosita, R., Rahayuningsih, Y. S., Hernawan, A. H., & Prihantini, P. (2022). Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar di Sekolah Penggerak. Jurnal Basicedu, 6(4), 6341-6350.
Syafi’i, F. F. (2022, January). MERDEKA BELAJAR: SEKOLAH PENGGERAK. In PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN DASAR.
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024