Puisi Syamsul Bahri
Tak Ada Yang Lain
Aku berjalan di padang sabana
Dipeluk angin dan telah kutemukan bunga bunga di antara taman-taman Eden
Aku memilihmu sebagai seorang Puan penabur ingatan
dan kepak kelebat sepasang merpati telah menutup hari
Aku menanam benih-benih itu dan membenamkannya
di lubuk hatiku yang paling dalam
Ia tumbuh di tubuhku dan menjalar di setiap aliran darah
Debar jantung tak berirama
Debur ombak di panorama
Ritus ini kupersembahkan hanya untukmu
Tak ada yang lain yang lain dan
Tak ada yang indah selain hari ini
Ku tangkup lantun langgam doa-doa di sepertiga malam
Mahligai cinta di atas bahtera
Mengantarkanku menjemput tubuhmu
Melewati gelombang ombak yang menghalangiku
Kau mengalihkan segalanya
Hingga aku sampai pada puncak cinta kita
Aduhai, Kasih…
Seringkali, tanganku sedingin bulan; kau menggenggam tanganku
terjamah oleh hangat arunika menyampaikan Ulu’salam
tak ada yang lain dan
tak ada yang indah selain hari ini.
Sepasang mata cokelat dan senyum yang taat
Kau adalah segala
Kau adalah cinta
Kau adalah keniscayaan
Cintaku padamu tak pernah hancur
Rinduku padamu tak pernah lebur
Aku milikmu hari ini dan selamanya
Aku mencintaimu,
Maka bunuhlah aku dengan cintamu!
Yogyakarta, 24 September 2021.
Gemulung Ombak Pantai Ngobaran
Di selatan kota Yogya, melewati bukit-bukit hijau, berkelok dan menjulang damai.
Aku menemukanmu bersiluet lembayung senja
Menari di bibir pantai
Bersalaman luluh dengan gemulung ombak
Angin memelukmu dari belakang
Aku menunggumu di antara pohon cemara
Ombak menyambutmu dengan tutur debur doa
Dan lokan-lokan menyertai setiap langkahmu
Telah kau jamah bunyi-bunyi angin yang melesat di samping telingamu
Dalam pekat malam, aku bermimpi
‘Apakah kau kelak akan memilihku, Kasih?’
Kau terdiam dan memalingkan duniaku
Suara lembut itu, selalu kudengar di pagi buta
Pada sepasang mata serupa pintu
Tuk masuk kedalam rumah dalam relung hatimu
Yogyakarta, 15 Juli 2021.
Aku dan Belati
Sebelum laut surut,
aku dan belati saling silang menyayat tubuh waktu
mengasah belati sampai lindap dan runcing
dan aku menghunuskannya ke lubang-lubang langit
‘’Tikamlah aku!”
Belati lebih setia dari anjing-anjing rumah
Mengerkau dengan segala
Kau memegang belati
‘’Sebentar lagi, kau akan menikamku!”
Mata kita meruncing tajam
Saling silang memandang
Siap menikam
Ia menuduhku mematahkan belati
Bahwa jarum jam telah berkhianat kepadaku
Hingga saat nanti
(Subang, 03 2020)
Pulang
Sebelum embun memeluk tubuhmu
Akulah tungku
Sesudah kepergian merenggutmu
Akulah rumahmu
(2020)
Merpati Berbulu Monokrom
: Lin
Di pangkuan ibu kau memupuk lenguhan surga dan neraka
Di ambang rembang petang
Kau meminjam sunyi
Di antara malam yang melahap mimpi-mimpimu
Potongan-potongan itu tertinggal dalam saku bajumu
TV dinyalakan dan mata meredup seolah film telah usai
Hari berlari, berwarna monokrom
Sepatu monokrom, awan monokrom, dinding monokrom dan cinta berubah jadi monokrom
Tak ada lain selain warna itu?
Percakapan-percakapan angin
memelukmu setengah hari
meminjam wajah seroja
wangian parfummu
Aku tenggelam dalam-dalam
Menunggumu di batas garis khatulistiwa
Aroma karsa membuatmu lupa akan segala cinta
Yang tumbuh di dadaku
dan merekah di setiap mulut orang yang pamit pada kedua alismu
Yogyakarta, 2021.
Biodata Penulis
Syamsul bahri, lahir di Subang dan sekarang tinggal di Yogyakarta. Sajak-
sajaknya pernah tersiar di berbegai platform media daring dan luring. Salah satu puisinya
termuat dalam antologi bersama, antara lain: Carpe diem (Penerbit Halaman Indonesia,
2020). Buku pertamanya adalah Dandelion untuk Nala! (G Pustaka, 2020). Buku keduanya adala Sekuntum Bunga Tidur (J-Maestro, 2021)..
IG: @dandelion_1922.
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024