Puisi MENUNGGU KEKASIH GODOT
| Andri Pituin Cianjur (Andri Irawan)
Tuan Godot yang autis
menunggumu serupa
menunggu keadilan
yang tak pernah datang.
Misalkan Libra adalah kekasihmu
ia hanyalah patung bugil
dengan mata tertutup
kain hitam keadaan:
Menimbang-timbang
wajah pantomim
benama jeda
yang tunggu
terlampau dungu.
Sementara waktu menjelma gembala
seperti Estragon yang sabar
membebaskan kakinya
dari sepasang pengap
sepatu boot gusar
ke dunia liar.
Berjalan dan berjalan
padang kematian di depan, tergambar
luas menampar.
Bahkan bukan itu yang ditunggu,
ia tetap tegar menunggu kekasihmu.
Meski dari lubang sepatu
hanya menyisakan hamparan bau.
Vladimir sang pemikir
menemukan burung terlempit
di balik topinya yang murung
-- sebuah lipatan kecil ingin lepas
mengirup udara bebas
Sebentuk origami
semacam surat singkat
yang ditulis tanpa alamat
huruf-huruf tercekat kilat
dalam obsesi nina bobo
teramat panjang, cukup bosan.
Di bawah pohon, di atas guguran daun
dengan rantai melilit leher serta
tumpukan kopor menggelayut sikut
beban bermuatan batu-batu harapan
kulihat Lucky tak kenal menyerah
atas kebodohan, mempertahankan
titel budak belian sepanjang zaman.
Baginya Pozzo adalah hukum rimba
yang luluh jika drama panggung
segera usai dan dimenangkan.
Sementara Beckett yang pendendam
tetap terdiam di sudut-sudut halaman
memainkan seluruh peran selama 4 bulan
mungkin hingga bulan-bulanan
ke depan.
Ah Godot, di manakah sebenarnya engkau?
Apalagi jika harus menunggu kekasihmu,
barangkali untuk membayang wajah
yang lugu itu adalah hal mustahil.
Andai kau tak ingin menemuiku
aku ingin bermain serong
sebab kuhadirkan mesum
pada tubuh muskil kekasihmu.
Aku selalu datang ke tempat hening ini
di mana suara gaibmu pernah menggema
serupa Sisifus yang terus
mendaki bukit
lalu tergelinding terhimpit batu
ibarat Clowy: sirkus yang melucu.
Hampir di akhir babak yang belur.
Bocah kecil dengan bordir lapar
lewat membawa kabar ngawur.
"Esok kau akan datang."
Dan itu bukanlah
tamsil yang kutunggu.
Aku akan tetap sentimentil
menunggu absurd; kekasihmu datang.
meski bedil, menakwil perang.
Cianjur,
APiC. 05-08-2021.
Tentang penulis:
Andri Pituin Cianjur (Andri Irawan), lahir 11 September 1986, seorang penyuka lemon dan jamu godok. Aktif menjadi pengelola grup Menulis Puisi Huma belakangan ini. Lebih sering menulis di Facebook, baginya membaca dan menulis puisi adalah hobi. Bisa dikunjungi lewat FB maupun IG: @andripituincianjur. WA 082143498969, email: andrivedca@gmail.com
0 Komentar
Kirimkan Artikel dan Berita seputar Sastra dan Seni Budaya ke WA 08888710313