HUJAN HARI INI
Oleh : Sobarry Buitenzorg
Kecik membuka pagi dengan segelas kopi dan sepotong roti. Tak peduli belum gosok gigi dan mandi. Di beranda belakang rumah. Tumben. Biasanya menjelang subiuh dia sudah berjibaku melawan dinginnya air. Hari ini dia tak punya janji. Minggu kali ini terasa ada endapan misteri.
Karena itu mungkin yang membuatnya ingin menulis puisi. Sebatang rokok dia comot dari dalam bungkusnya. Korek gas digesek pemantiknya. Ujung rokpk disulutkan seiring dengan sedotan oleh bibirnya. Kepulan asap dimuntahkan.
Mengepur mengitari ruang terbuka halaman belakang Akhirnya mengangkasa seperti ingin bergabung dengan kumulus begitu pekatnya. Sepatah kata belum juga singgah di pikirannya. Belum tahu hal apa yang mesti ditulisnya
Menghisap lagi rokok. Asap mengepul lagi. menyebar ke ruang teebuka. Akhirnya semua berlari terpontang-panting dibentak halilintar. Terdengar rintik hujan gemericik.
Ah, hujan. Pagi hari. Segelas kopi. Sepotong roti. Kecik seperti sedang dejavu. Jadi teringat Ira Mutiara mantan kekasihnya. Kecik memanggilnya dengan disingkat menjadi Imut.
Ya, Kecik pernah menjalani suasana dan aktfitas yang sama persis apa yang sedang dijalani hari ini. Tapi pada saat itu gerimis mengantarkan Imut ke tempatnya. Tapi apakah hari ini akan terulang? Imut akan kembali datang? Sepertinya kemungkinannya teramat kurang. Karena dengan Imut sudah putus. Ah, bisa saja terjadi Imut akan datang minta balikkan .Hujan semakin riuh saja menarinya.
Kecik menyandarkan tubuhnya Kekursi. Matanya menjaring ruang terbuka di halaman belakang rumahnya itu. Uap air yang menjadi selendang udara mengembang layar fatamorgana. Proyektor kenangan menyorot dari rongga kepalanya. Flash back kisahpun berlangsung berputar.
*****
Bel rumah berdering. Kecik coba mencari tahu siapa tamu yang datang. Ketika pintu depan rumah dibuka terlihat Imut sedang menguncupkan kembali payungnya yang berwarna hijau jamrud itu. Di punggungnya tergendong tas ransel mini. Pakaian yang dikenakan lelaki sekali. Imut memang gadis tomboy.
" Eh, Imut datang kok nggak ngontak dulu sih?" Wajah kecik penuh bunga. Diawali senyum Imut menjawab,
"Pingin bikin kejutan aja."
"" Masuk yuk Ira Mutiara."
" Baiklah Sawo Kecik." Keduanya tertawa kecil.
" seperti tak ada kehidupan, pada kemana?" tanya Imut setelah melewati ruang tamu.
" Bokap, Nyokap keluar kota. Lepas subuh tadi berangkat.
" Lagi ngapain tadi? "Tanya Imut lagi. Kecik menggaruk kepala.
" Lagi ngopi di belakang . " Kecik kini menggaruk -garuk punggungnya sambil menggiring Imut ke belakang. Memang, setiap Imut bertandang selalu menjalani kebersamaan dengan Kecik di sana sambil menikmati pemandangan, beberapa jenis bunga yang tertanam di halamannya.
Imut melihat di meja bambu terserak tiga lembar kertas, remahan roti dan gelas yang berisi ampas kopi juga bungkus rokok. Imut memulai kembali percakapan,
" Dasar ya seniman kalau pagi nyarapnya kopi sama rokok.
Ada ngemil roti juga, tuh serbuknya kelihatan terserak.
Sambil menggaruk-garuk lagi Kecik lancarkan komentar,
" Tadi sih mau beli nasi uduk di sebrang eh, hujan jadi santap aja yang ada. Nah hujannya mulai kecil. Awet sepertinya hujan ini."
Imut rupanya memperhatikan Kecik yang kerap menggaruk itu., " Belum mandi ya kamu, sejak tadi kuperhatikan garuk-garuk terus. Minta dibersihin tuh badan. Jorok ih! Mandi dulu sana!"
Sambil nyengir tersipu Kecik pamitan, " Oke aku mandi dulu ya, kamu mau tetap di sini atau pindah kedalam terserah, mau di ruang mana. Bebas. Kan, nanti rumah ini jadi rumahmu juga." Kecik mencubit mesra pipi Imut lalu buron ke kamar mandi.
Sepeninggal Kecik Imut menghampiri rak buku jarak empat langkah dari sisi kursi sebelah kanan. Jarak yang mengantarai itu di gelar tikar bambu. Ini untuk siapa saja yang datang dan kebetulan ingin baca-baca sambl berleseh.
Rak buku itu tiga tingkat bersandar di dinding pembatas. Di atap rak itu Imut menaruh ransel mininya. Muka rak itu berhadapan dengan sisi kursi. Sedangkan payungnya dia sangkutkan di cantolan yang terpaku di dinding sejajar dengan batas atap rak buku sejarak tiga jengkal. Dua langkah vertikal lantai mengantarai halaman terbuka yang juga taman mini. Dari lantai ke tempat nyantai ternaungi atap.
Setelah itu Imut bergegas ke dalam menghampiri kulkas yang mengantarai ruang tengah dan dapur. Imut membuka kulkas. Terlihat banyak persedian olahan makanan. Ya berpikir sejenak apa yang akan di masak? Nyayur plus mengolah lauk pauk? Tapi akhirnya dia menemukan empat bungkus spagheti. "Olah spagheti aja deh lebih praktis." Ujarnya dalam hati.
Dia raih dua bungkus spagheti lalu membawanya kedapur untuk segera diolah. Tak lama Kecik usai dari mandinya . Mendengar ada suara peralatan dapur sedang di gunakan, Kecik segera mendatangi dapur.
"Ngapain Mut." sapa Kecik memutar leher Imut dan melihat kecik masih handukkan.
"Aku masak spagheti dua porsi. Kamu nggak usah beli di warteg. Sayang stok makanan numpuk. Jangan males dong, kamukan bisa ngolah makanan juga." Kecik cuma nyengir saja. Dan imut melanjutkan racauannya. " ya sudah berpakaian dulu sana. Dan tunggu aku di belakang, sambil ngelarin puisi kamu mungkin. Kita makannya di sana nanti."
Kecik menurut dan langsung ngeloyor ke kamarnya. Usai berpakaian dia datang kedapur lagi untuk menyeduh kopi. Setelah selesai dia segera menuju ruang belakang. Duduk di kursi sebelah kiri dekat pintu masuk menuju dalam tadi. Sebatang rokok di keluarkan lagi dari bungkusnya. Dinyalakan. Asap bertebaran. Kopi diseruputnya. Lalu perhatiannya ke ketiga lembar kertas yang tergeletak di meja. Baru satu halaman puisi dia buat. Dia ambil dan pelajari lagi,
"Sepertinya cukup segini tak perlu ada tambahan kata-kata lagi." pikirnya.
*****
Akhirnya Imut muncul dengan membawa nampan yang berisi dua porsi spagheti dan dua gelas es jeruk. Kecik segera menswiping benda- benda di meja untuk memberi ruang hidangan yang akan disajikan Imut. Imut meletakkan nampan dalam posisi horizontal.
Keduanya tak lama menikmati makanannya. Diselai dengan obrolan dari biasa hingga luar biasa. Sesekali salah satunya memandang ke hamparan halaman menelisik keberadaan satu persatu bunga. Dan bergantian. Dan sesekali berbarengan. Hujan kembali deras lagi. Kecik berkata pada Imut " Mau mendengarkan aku membacakkan puisi yang terbaru? Ini special buatmu.
" Dengan senang hati" balas Imut lalu melakukan suapan terakhir spaghetinya. Es jeruk di sedotnya. Kecik melkukan hal serupa. Dan sekonyong -konyong dia menerobos derasnya hujan. Tanpa membawa lembaran kertas dia sudah hapal di luar kepala.
" lho kok pake ada acara hujan-hujanan sih." Kecik tak mengindahkan cegahan Imut Ia memetik sekuntum mawar merah lalu berlutut menghadap Imut. Baris-baris sajakpun segera bertebaran dari balik ostha Kecik,
CAHAYAKU
Ijinkan aku memelukmu setiap saat
dan membuatmu percaya semuanya baik-baik saja,
Memberikanmu seluruh cinta dan kedamaian
Saat itu terasa gelap bagiku,
dan tak tahu arah kemana harus berjalan
dan kau hadir sebagai cahayaku
Dan kau adalah bunkerku di kala sekitar berlangsung perang
aku tak pernah lupa apa yang pernah kau katakan
Aku percaya padamu karena itu aku menunjukkan sesuatunya yang membuat kita saling mencintai
mulai saat ini
aku berhenti mencari surga,
Karena aku telah menemukannya di dalam kehadiranmu.
Oh bersama kau dan aku, ada cinta yang begitu istimewa,
Dalam hariku yang paling gelap, aku tau kau akan menjadi cahayaku
Hujan semakin menggila dengan berakhirnya Kecik membawakan puisi. Sontak Imut menerobos hujan pula menghampiri Kecik setengah berlari. Dipeluknya Kecik setelah di dekatnya. Menangis bahagia. Keduanya tak terlihat lagi seperti lenyap ditelan pusaran hujan.
*****
Halilintar menyadarkan Kecik dari lamunan kenangannya. Hujan yang semakin menggila memang nyata. Tapi Imut tak ada. Eureka. Kecik baru menemukan kata-kata yang akan ditulisnya dia raih kertas dan penanyapun mulai lincah menari di atas kertas,
# HUJAN PAGI INI
Hujan pagi ini menyapa
dalam daun yang berderai
dalam tamparan cahaya
meski tiada kau di sini
seperti pagi yang telah lalu
dalam pekat kabut ku berharap
Semoga kau di sana merasa
seperti yang kurasa
saat kau berada di sini
memelukku di bawah hujan
Hujan bawa aku pergi
bersama aliran sungaimu
yang bermuara di peluknya
sampaikan rasaku padanya
yakinkan dia setia
hingga saat bersamanya tiba.
Kecik menjentikkan jarinya. Sepertinya puisi itu asyik bila dijadikan lagu. Dia mengambil gitar yang memang sedia digantungkan di atas rak buku. Setelah berada kembali di kursi dia mulai mencari nada-nada untuk lirik itu. Sampai akhirnya tuntas di temukan.
Mulailah Kecik menyanyikan secarah utuh lagunya.
Hujan pagi ini menyapa........
*****
Selesai
Bogor, 11 Agustus 2022
# teks Hujan Pagi Ini adalah lirik dan lagu karya Fileski
Pict : Boyana Pitcova dari Pinterest
Sobari dilahirkan pada tanggal 21 Februari di Jakarta dan bermukim.
Pemuisi yang coba menjadikan Puisinya sebagai pedang dan Pedangnya adalah puisi ini, menjadikan Jei Sobarry Buitenzorg sebagai nama penanya.
Pegiat teater juga sejak lulus SMA tahun 90 sebagai Aktor hingga sekarang
Tahun 2022 ini serempak beberapa puisinya ikut mengisi 12 buku antologi puisi dari 12 komunitas. Meraih juara 3 lomba menulis puisi Religi Dalam Satu Negeri yang diselenggarakan
oleh Penerbit Alpha Beta Indonesia
Dan Cerpennya Bertajuk DUL KISUT
mengisi APAJAKEZINE Edisi Volume 2 No 2 MEI-JUNI 2022
BOHEMIAN CHEF mengisi antologi cerpen The Chef dari Parade Menulis Cerpen 10 Tema yang diselenggarakan oleh Bookies
SRIKANDIS ANTI PELURU meraih juara 1 lomba menulis cerpen Teen Fiction BTS yang diselenggarakan oleh DM MEDIA " Book And Literacy "
Email: Mega.wangi16@gmail.com
WA: 0895626737006
0 Komentar
Kirimkan Artikel dan Berita seputar Sastra dan Seni Budaya ke WA 08888710313