Rahasia Dasar Hati
| Wulan Setyaningrum
Aku masih tertegun memandangi raut wajahnya yang melukiskan sebuah kebahagiaan. Bunga- bunga asmara berhamburan di sekelilingnya. Inilah waktu yang di nantikan olehnya selama ini. Membuang jauh jarak pemisah diantara kita dan membawa serta kisah yang telah terangkai manis sejak belasan tahun lamanya. Masih seperti dahulu saat aku pertama mengenalnya, aroma parfum khasnya yang mengendap dalam dasar saraf penciuman begitu juga kesetiaannya. Sebuah zirconium hitam disodorkan di hadapanku. Tak ingin menunggu lama lagi, dia ingin mengikrarkan janji suci mengikatku untuk selamanya. Jujur, aku tak kuasa menolak permintaannya namun sudah tidak mungkin lagi aku menerima cintanya. Begitu tulus dan setia meski telah lama tak bersua. Sore ini adalah waktu yang telah di nantinya setelah sepuluh tahun lamanya dia pergi meninggalkanku, demi menunaikan tugas negaranya sebagai pasukan perdamaian PBB. Suratan kehidupan bergulir bersama melesatnya waktu mengubah cerita romansa. Ada hal yang belum dia ketahui tentangku selama kepergiannya. Dan sore itu keinginanku berseberangan dengan niat baiknya, aku ingin mengungkapkan semuanya. Ungkapan lemah lembut penuh dengan kesopanan merupakan perangainya. Membuat mulutku tertutup rapat, tak mampu mengeluarkan kata² yang bisa menyakiti hatinya dan membuatnya kecewa. "Terimalah cincin ini, dek Menur" "Maaf mas. Saya tidak bisa" "Baiklah! Mungkin kamu masih canggung denganku karena telah lama kita tak bertemu. Kalau begitu kita nikmati sejuknya sore indah ini bersama saling bercerita keseharianmu tanpaku" Menahan air mata yang hendak menetes sama halnya dengan menahan goresan luka. Hanya senja yang mampu memisahkan pertemuan kita sore ini. Belumlah tersampaikan kepadanya apa yang terjadi denganku. *** Tidak seperti biasanya, sesampai di rumah aku mendapati pintu rumah tidak terkunci lagi dan pasti telah ada yang datang mendahuluiku. Aku melihat suamiku telah duduk di ruang santai. Dua cangkir teh hangat telah menemaninya menunggu kedatanganku. Hidupku telah dimilikinya dan cerita kehidupanku telah berubah sejak aku memutuskan untuk melepas masa lajangku. Aku sama sekali tidak berniat untuk mengkhianati siapapun, namun yang tak pernah aku pahami, mengapa takdir membawaku pada sebuah pilihan sulit dengan mempertaruhkan kesetiaanku. Terdengar salam yang terucap begitu hangat menyambut kedatanganku. "Rumah peninggalan Bapak sungguh nyaman untuk kita! Aku betah dan rasanya ingin cepat pulang dari kantor. Duduklah kemari, sayang ! Ada hal yang ingin aku sampaikan" "Ada apa mas? Sepertinya ada hal penting ya!" jawabku penasaran "Besok minggu adalah ulangtahun pernikahan kita yang ketiga. Aku ingin mengadakan syukuran dan mengundang saudara²", apakah kamu setuju?" "Baiklah mas! Menur akan siapkan semuanya" "Terimakasih sayang!" *** Masih ada empat hari lagi sebelum ulangtahun pernikahanku, untuk segera menemui lelaki di masa laluku dan mengakhiri kisah yang dulu pernah ada. Kesibukannya lagi - lagi menunda pertemuan antara kita. Dia memintaku untuk sabar menunggu waktu yang tepat untuk bertemu lagi. Minggu pagi, telah aku siapkan semua hidangan untuk menjamu saudara yang akan datang. Tak lama kemudian, satu per satu saudara datang dan meramaikan seisi rumah. Aku melihat suamiku tampak menunggu seseorang. "Mas Gilang, sedang menunggu siapa?" tanyaku penasaran "Aku mengundang seseorang sahabat lamaku yang sudah kuanggap seperti saudaraku, sayang! Kebetulan dia baru saja pulang kesini." Ponselku terdengar berbunyi, aku membukanya ternyata lelaki di masa laluku itu menelponku. Segera aku mempercepat langkah ke belakang dan beralasan kepada suami hendak menyiapkan hidangan yang terlupa. Aku angkat telepon dan mengucapkan salam dengan suara lirih "Dek Menur, hari ini setelah Isya' aku ingin datang kerumahmu bersama kedua orang tuaku untuk bersilaturahmi", ucapnya dalam telepon "Mmm.... mengapa secepat itu? Ada hal yang ingin aku ceritakan!" "Nanti saja sekalian berceritanya ya, dek! Ini saya masih ada janji dengan sahabat lama. Wassalamualaikum!" Tut...tut...tut.... Seketika dia mematikan telponnya. Semakin aku menunda waktu, semakin aku tak mampu melepaskan benang kusut. Begitulah gambaran perasaanku saat ini. Dari arah depan, terdengar suamiku memanggilku. Sontak membuyarnya kebengonganku. Aku segera melangkahkan kaki dan menemuinya. Dalam perjalanan menuju kedepan, langkahku terhenti sejenak karena tercium aroma khas yang pernah ku kenal. Aku abaikan saja penciumanku dan bergegas menemui suamiku. Ternyata sahabatnya telah datang, aku memandangi sosok tinggi dengan tubuh tegap dari arah belakang sedang memeluk erat suamiku melepas rindu yang menggebu. "Nah, Satria... Perkenalkan ini istriku tercinta!" ucap suamiku sembari memamerkan ku di hadapan sahabatnya Sosok tegap itu berbalik badan ke arahku dan kupandangi dia akhirnya datang mendahului waktu yang telah ditentukan dalam teleponnya beberapa menit lalu. Ternyata mas Satria adalah sahabat suamiku. Akhir cerita yang tak pernah kuinginkan sebelumnya meski memang harus ada yang berkorban diantara kita. Aku bisa merasakan luka dan hancur hatinya begitu dia tahu bahwa aku telah bersuami dan menodai kesetiaannya. Sepasang zirconium hitam disodorkan kearah suamiku. "Sebagai hadiah pernikahan kalian berdua",ucapnya menahan luka " Terimakasih, Satria Tak perlu berlama – lama ditengah - tengah kita, lelaki itu berpamitan pulang dengan alasan kurang enak badan. Ingin rasanya memeluk luka hatinya, namun bagaimana bisa aku menjelaskan semuanya. Aku hanya bisa merahasiakan romansa ini yang pernah ada yang telah menenggelamkan cintaku di dasar hati. Selesai
Wulan Setyaningrum, S.Pd. lahir di Kota Madiun pada 8 Januari 1990 .Berprofesi sebagai guru Bahasa Inggris di MIN 1 Kota Madiun. Selain menggeluti bidang pendidikan, penulis juga aktif menulis puisi dan cerpen sebagai media untuk mengekspresikan jiwa. Akun media sosial penulis antara lagi : IG @wulansetya_90 atau FB @Wulan Setyaningrum. Kritik dan saran sangat diperlukan guna kesempurnaan karya dan bisa dikirim melalui alamat email bundaalesha90@gmail.com.
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024