WANITA RIYADH
karya Awalia Bawani
Hampir sebulan setelah kepulangan ayah Rosyida dari rumah sakit. Sekarang, ayah Rosyida menggunakan kursi roda untuk membantunya beraktivitas. Ibu Rosyida dengan sabar merawat suaminya tanpa mengeluh sedikitpun. Dalam keadaan yang demikian, Ibu Rosyida masih mengharap kepulangan anaknya, setelah apa yang dilakukan Rosyida kepada dirinya dan suaminya. Di sepertiga malamnya, ibu Rosyida selalu memanjatkan doa kepada Dzat Yang Maha membolak-balikkan hati manusia agar anaknya mau kembali pulang ke rumah.
Terdengar suara mobil yang berhenti di depan rumah orang tua Rosyida. Ibu Rosyida yang sedang menyuapi suaminya di depan teras pun merasa keheranan, mobil milik siapa yang berhenti di depan rumahnya. Seorang wanita turun dari mobil mengenakan pakaian tanpa balutan hijab. PRAANGG. Tiba-tiba piring terlepas dari genggaman ibu. Betapa terkejutnya ibu mengetahui bahwa wanita itu adalah putrinya, Rosyida. Dia tidak tahu, harus bersedih atas pemandangan yang dia lihat atau berbahagia karena Allah telah mengabulkan doanya yang dia panjatkan setiap malam.
"Kemana cadarmu nak? Hijabmu? Dan lagi, pakaian apa yang kau kenakan ini, nak?" tanya ibu Rosyida dengan air mata yang sudah membanjiri wajahnya sejak tadi.
"Ah, ibu tidak usah banyak drama, aku pulang untuk mengambil barang-barang ku, aku akan hidup bersama kekasihku," ketus Rosyida dengan kesal.
PLAKK. Untuk pertama kalinya ibu Rosyida menampar putri semata wayangnya itu.
"Ya Rabbi, dosa apa yang telah hamba lakukan hingga membuat anak hamba menjadi seperti ini? Ibu dan ayah sudah mendidikmu untuk menjauhi hal-hal seperti ini, tapi apa yang kau lakukan sekarang, harus dengan cara apalagi kami membuat dirimu sadar bahwa kau sedang berada di dalam lingkaran setan yang akan mendatangkan murka Allah?" Keluh ibu.
“Aku pulang bukan untuk mendengarkan ocehan ibu, sebaiknya hentikan semua drama ini, aku sudah bosan,” ketus Rosyida yang membuat tangisan ibu semakin menjadi-jadi.
Karena sudah muak dengan tingkah laku ibunya itu, Rosyida memaki-maki wanita mulia di hadapannya, wanita yang telah berjuang untuk kehidupannya, bahkan dengan apa yang telah dilakukan anaknya kepada dirinya, dia tetap mendoakan yang terbaik untuk anaknya, berdoa agar anaknya kembali dalam pelukannya. Namun setelah semua yang dia lakukan untuk anaknya, hanya makian yang dia dapatkan. Kata-kata itu bagaikan anak panah yang menghujam hatinya. Hati ibu mana yang tidak terluka dengan perlakuan anaknya yang demikian.
“Apa yang kau dapatkan dari lelaki itu, sehingga kau lebih memilih dirinya yang baru kau kenal ketimbang kami yang telah memberikan cinta dan kasih yang tulus ini, nak?” keluh ibu.
Ibu tetaplah ibu, yang akan selalu memberikan kasih sayang tulusnya kepada sang anak, mengingat perlakuan anaknya kepada dirinya, ini sangatlah tidak adil.
“Dia selalu berusaha untuk membuatku bahagia, dia tidak pernah mengekangku seperti yang kalian lakukan selama ini. Kebahagianku akan sempurna dengan kehadiran calon anak ini,” ujar Rosyida sambil mengelus perutnya yang masih datar.
“Anak durhaka!” hardik ayah sembari memegangi dadanya yang mendapat serangan hebat.
Ayah terkena serangan jantung lagi. Tanpa berlama-lama, ibu memanggil sopir untuk membawa suaminya ke rumah sakit. Namun, sang sopir yang kunjung menampakkan kehadirannya. Ibu tidak bisa mengemudi mobil, pilihan terakhirnya sekarang adalah meminta tolong kepada pemuda yang disebut-sebut sebagai kekasih putrinya itu. Dengan berat hati ibu Rosyida mengetuk pintu mobil, berharap pemuda itu berbesar hati untuk menolong suaminya. Sebelum kaca mobil terbuka, Rosyida menarik tangan ibu hingga membuat ibu tergopoh-gopoh.
“Sudahlah, kami tidak punya banyak waktu, minta saja tetangga untuk mengantarkan kalian,” ucap Rosyida tanpa sedikitpun belas kasihan kepada sang ayah.
Kata-kata itu sudah membuat goresan yang begitu dalam di hati ibu Rosyida.
Dengan napas tersenggal-senggal, ayah memanggil istrinya. Tanpa menghiraukan ucapan anaknya tadi, ibu segera menghampiri suaminya. Ibu ingin berusaha untuk membawa suaminya ke rumah sakit, namun suaminya menolak saat ibu akan memapah tangannya.
“Waktuku hanya sampai disini, diriku tak mempunyai kesabaran yang begitu luas seperti dirimu, biarkan aku pergi, aku telah gagal mengemban anamat sebagai seorang ayah,” kata-kata ayah terhenti, napasnya semakin berat.
Ibu tak henti-hentinya melafalkan kalimat syahadat di telinga ayah. Suasana hening, tidak ada lagi rintihan ayah, ibu pun juga sudah berhenti melafalkan syahadat. Ayah sudah tiada. Jeritan ibu memecah keheningan. Dia telah ditinggalkan oleh suaminya. Dengan tatapan kosong ibu membalikkan badannya.
Dia angkat tangannya seraya berdoa, “Wahai Dzat yang menguasai langit dan bumi, cukupkanlah diriku dari keburukan anak itu.”
Gemuruh langit datang menyertai, langit yang tadinya cerah, kini berubah menjadi gelap gulita. Rosyida meminta akmal untuk segera menjalankan kemudinya.
Di dalam perjalanannya, Rosyida selalu terbayang-bayang wajah ibu. Dia mulai merasa gelisah dengan doa ibu.
“Malam ini kau menginap di rumah Danisa saja, ya?” ucapan akmal yang seketika memecah lamunan Rosyida.
“Kenapa?” tanya Rosyida singkat sambil mengerutkan keningnya.
“Aku ada kerjaan di luar kota, ini sangat penting, jadi aku tidak bisa membawamu ikut bersamaku,” jawab Akmal meyakinkan.
Dengan mengangkat satu alisnya, Rosyida berujar, “Memangnya selama ini kau bekerja? Bukankah semua fasilitas ini kau dapatkan dari orang tuamu yang sangat memanjakanmu itu?”
Sambil menahan emosi, akmal mengemudikan mobilnya dengan sangat laju. Sesampainya di depan rumah Danisa, tanpa sepatah kata pun, Akmal turun dari mobil dan membukakan pintu untuk Rosyida. Dia tidak sedang berlagak romantis, dia sedang diselimuti amarah.
“Cepat kau turun dari mobilku!” bentak Akmal.
Rosyida pun turun dengan tidak terima.
“Hubungan kita sampai disini, aku sudah tidak ingin bersama wanita yang memuakkan sepertimu,” tegas Akmal.
PLAAKK. Satu tamparan mendarat di pipi Akmal.
“Setelah kau lakukan ini semua kepadaku, kau ingin meninggalkanku begitu saja?” cetus Rosyida.
“Lalu aku harus apa? Aku sudah mendapatkan apa yang ku mau dan sekarang waktunya untuk membuangmu, sayang,” seringai Akmal.
Setelah melalui percakapan yang begitu panjang. Akmal segera menancap gas dan pergi meninggalkan Rosyida. Rosyida terduduk lemas di tanah. Dia tidak sanggup menerima kenyataan pahit ini. Akmal sudah berjanji untuk menikahinya, namun sekarang dia ditinggalkan bersama janin yang ada di kandungannya.
“Sudahlah tak usah terlalu meratapi apa yang sudah terjadi, lakukan saja aborsi, jangan mempersulit hidupmu dengan mengurusi makhluk itu,” saran Danisa.
Mendengar ucapan Danisa, Rosyida tiba-tiba menghentikan tangisannya, dia tidak pernah terpikirkan ide semacam itu. Keesokan harinya dia pergi ke tempat aborsi bersama Danisa. Rosyida sudah membulatkan keputusannya untuk membunuh janin itu. Namun, Rosyida tidak sadar bahwa polisi bisa dengan mudah mengetahui perbuatannya itu. Tak perlu menunggu waktu hingga seminggu setelah aksinya menggugurkan kandungannya, polisi berhasil menemukan keberadaan Rosyida. Rosyida ditangkap akibat membunuh calon bayinya yang tak berdosa. Entah makhluk apa yang telah merasuki Rosyida, hingga dia tega melakukan hal sekeji itu. Akibat perbuatannya sendiri, Rosyida mendekam di balik jeruji besi. Setelah sekian banyak hal yang menimpa dirinya, dia baru tersadar bahwa doa yang diucapkan ibunya bukanlah doa biasa, itu adalah kutukan terhadapnya. Ibu berdoa untuk menjauhkan dirinya dari keburukan anaknya, tapi ibu lupa untuk menjauhkan anaknya dari keburukan pula.
*****
Rosyida menjemput hidayahnya di dalam penjara. Selama di kurung, Rosyida tidak merasa sesak sedikitpun, dia bersyukur karena telah tersadar dari hasutan setan yang membelenggu. Jikalau dia tidak cepat-cepat ditangkap, entah dosa apalagi yang akan diperbuatnya. Dia sangat menyesal atas apa yang telah dia lakukan terhadap janin yang tak berdosa itu, malaikat kecil yang harus tiada akibat kebodohannya. Penyesalan terdalam dia tujukan kepada kedua orang tuanya, tidak ada kata maaf yang pantas untuk dia utarakan kepada ayah dan ibunya. Perilakunya selama ini sangatlah hina. Berulangkali dia menyakiti hati ibunya. Malaikat tak bersayap yang ditakdirkan Allah untuk menjaga dirinya, yang rela mengorbankan nyawanya demi kehidupan anaknya, memberikan kasih sayang tulus tanpa pamrih, tidak ada orang lain yang mampu melakukannya selain ibunya. Namun, hatinya telah tertutup dengan maksiat yang dia lakukan, hingga tak melihat begitu banyak pengorbanan yang ibunya berikan. Bahkan dia adalah penyebab kematian sang ayah. Ayah yang selama ini membanting tulang untuk kelangsungan hidup keluarganya, yang tidak pernah membiarkan istri dan anaknya mengalami kekurangan. Namun, malah mendapat perlakuan menyesakkan dari anaknya hingga ajalnya menjemput.
Di setiap malam, dia tegakkan shalat taubat, memohon ampun kepada Dzat penguasa alam semesta. Air matanya tak henti-hentinya mengalir ketika mengingat segala dosa yang dia lakukan. Dia sangat mendambakan perjumpaanya dengan sang ibu. Dia ingin segera keluar dari kurungan itu. Dia ingin memeluk ibunya, bersujud di kakinya, memohon ampun atas segala salah dan dosa yang dia perbuat. Dia ingin pergi ke makam sang ayah. Ada banyak hal yang ingin dia tebus.
*****
Selesai
*Pict: id.pinterest.
Madiun, 2022
Awalia Bawani, siswi kelahiran Madiun. Seorang amatiran yang mencoba menyelami dunia fiksi. Merajut kata demi kata hingga membentuk jalinan cinta bagi tiap pembaca. Hatinya terlanjur jatuh pada deretan kata yang berpadu-padan. Kecintaannya pada lembaran-lembaran karya tulis yang membawa dirinya untuk terjun menggoreskan tinta-tinta kasih.
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024