WANITA RIYADH
karya Awalia Bawani
Semilir angin berhembus melalui celah-celah jeruji besi. Tatkala purnama menampakkan keindahannya, di bawah sinar rembulan, seorang wanita sedang meratapi nasibnya di dalam bilik penderitaan. Tak henti-hentinya dia menangis sembari mencoret-coret dinding. Dia sedang menghitung waktu kebebasannya tiba. Rindu telah menggerogoti jiwanya yang malang. Dia rindu dengan ibu nya, wanita mulia yang telah dia sia-sia kan selama ini. Tak ada bakti yang dia persembahkan kepada malaikat pelindungnya itu. Hanya tangis, pilu, dan kepedihan yang dia berikan.
Di tengah hiruk pikuk ibu kota Riyadh, seorang gadis tumbuh dengan kasih sayang penuh dari ayah dan ibunya. Hidupnya nyaris sempurna. Dia hidup dengan dikelilingi orang-orang yang sangat menyayanginya, status sosial orang tuanya yang tinggi membuat dirinya tak pernah kekurangan sedikitpun, bahkan Allah mengaruniai keindahan paras yang begitu molek. Rosyida namanya.
Rosyida kecil tumbuh selayaknya anak-anak seumurannya. Sedari kecil orang tuanya mengajarkan untuk selalu menebarkan kebaikan kepada sesama, menghormati orang yang lebih tua, serta menyayangi orang-orang di sekitarnya. Ayah dan ibu Rosyida senantiasa menanamkan hal-hal baik pada anaknya agar kelak Rosyida tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter mulia dan berjiwa kemanusiaan. Di usianya yang masih sangat dini, orang tua Rosyida sudah membiasakan anaknya untuk menutup aurat dengan sempurna, serta mulai memperkenalkan ajaran-ajaran sesuai syariat Islam yang kelak akan dibawa hingga akhir hayat. Ibu Rosyida sangat berperan penting dalam hal pendidikan dini Rosyida, karena ibu adalah madrasah pertama bagi anaknya. Dengan didikan yang demikian, Rosyida kecil terbentuk menjadi seorang anak yang penurut serta patuh kepada kedua orang tuanya. Tak pernah sekalipun Rosyida membantah dan menentang setiap aturan atau perintah dari ayah dan ibunya. Rosyida dididik sangat ketat dalam hal agama. Bahkan dalam pergaulannya, Rosyida tidak memiliki teman laki-laki, dia hanya diperbolehkan berteman dengan anak perempuan meskipun di usianya yang masih kanak-kanak. Hal tersebut dilakukan agar kelak ketika menginjak masa remaja hingga dewasa, Rosyida dapat membiasakan diri dan tidak tergerus arus perkembangan zaman yang semakin tidak keruan.
Waktu berjalan begitu cepat, kini Rosyida kecil sudah tumbuh menjadi seorang remaja yang pandai bergaul. Pada fase pertumbuhan Rosyida saat ini, membuat kedua orang tuanya gundah gulana. Mereka khawatir akan pergaulan anaknya yang mulai tidak keruan. Dulu, orang tuanya sangatlah ketat dalam mengawasi siapa saja yang boleh berkawan dengan anaknya. Namun, sekarang Rosyida sudah muak dengan semua aturan yang diberlakukan terhadapnya. Dia ingin bebas bergaul dengan siapa saja, bahkan dengan kawan laki-lakinya sekalipun. Rosyida seringkali keluar malam dengan teman-temannya dan sesering itu pula Rosyida kerap beradu mulut dengan ayahnya. Entah kemana perginya gadis itu sampai mengharuskan dirinya pulang ketika fajar masih malu-malu untuk menampakkan wujudnya.
Meskipun demikian, ibu Rosyida dengan penuh kesabaran dan kelembutan menasihati anaknya agar bisa kembali berubah seperti dahulu. Disetiap shalatnya, ibu Rosyida selalu memanjatkan doa, memohon kepada sang Khalik agar anaknya bisa tersadar bahwa dia telah keluar dari jalan yang diridhai-Nya dan telah meninggalkan fitrahnya sebagai seorang perempuan. Berbeda dengan ibu Rosyida, ayah Rosyida sangat tegas dalam menghadapi perilaku anaknya yang menyimpang. Dia tidak akan tinggal diam jika anaknya berbuat kesalahan. Dia paham betul akan perubahan anaknya yang menjadi sangat keras kepala dan selalu membangkang, jika dia bersikap lembut seperti istrinya, maka anaknya akan semakin terlena dengan tipu daya setan yang menyesatkan.
*****
Dengan penuh kehati-hatian Rosyida membuka knop pintu. Dia menghela napas lega karena lampu di ruang tengah sudah mati, menandakan orang di rumah sudah tidak melakukan aktifitas alias sudah terlelap dalam tidur. Selangkah demi selangkah Rosyida lalui, dari mulai menaiki anak tangga sampai melewati kamar ayah dan ibunya yang membuat jantungnya berdegup begitu kencang. Rosyida memang sudah terbiasa bertengkar dengan sang ayah, namun tetap saja dia masih takut jika amarah ayahnya meledak. Semesta sedang berpihak pada Rosyida, senang bukan main ketika dia sudah berhasil masuk ke dalam kamar. Dengan menghela napas lega, dia merebahkan tubuhnya di kasur. Sayangnya, kebahagian Rosyida tak bertahan lama. Betapa terkejutnya, ketika lampu kamar tiba-tiba menyala dan seketika Rosyida terkesiap dari tempat tidurnya saat melihat seorang lelaki dengan wajah penuh amarah berdiri tepat di hadapannya. PLAKKK. Suara nyaring itu sampai membangunkan ibu yang sedang terlelap dalam tidurnya di ruang tengah. Ibu sengaja untuk menunggu kepulangan anaknya, dia sangat khawatir karena anaknya tak kunjung menerima telepon darinya, sedangkan waktu sudah menunjukkan tengah malam. Tak henti-hentinya dia berdoa untuk keselamatan anaknya hingga dirinya tertidur di sofa. Saat ibu masuk ke kamar Rosyida, ibu melihat pemandangan yang membuat dadanya sesak. Anak yang dia tunggu kepulangannya dengan penuh kekhawatiran, terkulai lemas di lantai setelah mendapat tamparan dari sang ayah. Dengan sigap ibu memeluk anak kesayangannya itu.
"Apa yang membuat ayahmu melakukan hal seperti itu nak?" tanya ibu dalam tangisnya.
"Bukankah ayah memang sudah tidak sayang kepada ku, Bu? ibu juga tahu, hampir setiap hari ayah memulai pertengkaran denganku hanya karena hal-hal sepele," jawab Rosyida dengan seringai di wajahnya.
"Hal sepele katamu?" tanya ayah bersungut-sungut.
"Gadis macam apa yang keluar tengah malam dengan seorang lelaki tak jelas dan pulang dini hari seperti ini? Apa kau memang ingin mempermalukan ayah dan ibumu yang sudah membesarkanmu sampai sekarang ini," emosi ayah meluap-luap.
Dengan berderai air mata, ibu mencoba untuk membuat emosi suaminya mereda.
"Jadi, ayah ingin mengungkit-ungkit semua jasa dan pengorbanan yang telah ayah dan ibu berikan kepada ku, memangnya apa yang telah ayah dan ibu lakukan sehingga kalian sangat ingin membangga-banggakannya? Selama ini, yang kalian lakukan hanyalah mengekangku dan merampas kebebasan yang harusnya kudapatkan. Hah, Memuakkan sekali pulang ke rumah ini!" cicit Rosyida.
Seketika Rosyida menyaut tas nya yang berada di atas kasur dan bergegas keluar. BRAKK. Bantingan pintu itu membuat runtuh pertahanan ibu, tubuhnya terasa sangat lemah untuk menerima kenyataan ini, anak yang telah dia besarkan dengan penuh kasih sayang, malah menghardik dirinya seperti ini. PRANGG. Guci di atas meja terjatuh hingga membuat pecahannya tercecer di lantai. Spontan Ibu tersentak, dan alangkah kagetnya ketika melihat suaminya yang merintih kesakitan akibat serangan jantung. Perlakuan anaknya begitu menyakitkan baginya, dadanya serasa terbakar. Ibu segera memanggil sopir untuk membawa suaminya ke rumah sakit. Dalam perjalanan, isak tangis ibu memenuhi seisi mobil. Betapa nestapa hati ibu, melihat suaminya yang sedang merasakan sakit begitu hebat. Tak henti-hentinya ibu memohon kepada suaminya untuk tetap bertahan seraya berdoa kepada Dzat yang berkuasa atas hidup dan mati seseorang.
“Tenanglah, suamiku. Aku akan membawa anak kita pulang ke rumah dan kau akan segera sembuh, Allah pasti melindungi keluarga kita,” lirih ibu dengan tersedu-sedu.
Kata-kata yang baru saja ibu ucapkan membuat suaminya semakin merintih kesakitan dan tidak sadarkan diri.
*****
Bersambung
*Pict: id.pinterest.
Madiun, 2022
Awalia Bawani, siswi kelahiran Madiun. Seorang amatiran yang mencoba menyelami dunia fiksi. Merajut kata demi kata hingga membentuk jalinan cinta bagi tiap pembaca. Hatinya terlanjur jatuh pada deretan kata yang berpadu-padan. Kecintaannya pada lembaran-lembaran karya tulis yang membawa dirinya untuk terjun menggoreskan tinta-tinta kasih.
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024