Serba serbi hari ini
By: Hana Maharani
Semilir angin pagi berhasil menghantam tubuhku. Sang fajar mulai menampakkan dirinya dengan sinar yang sangat cantik. Oranye bercampur kekuningan, serta kicauan burung-burung yang mengawali pagi ini. Dengan perlahan, kedua pupil mata ku terbuka dan itu menandakan bahwa aku siap menghadapi hari ini. Aku langsung beranjak dari kasur lalu merapikannya dan membuka kedua jendela kamarku agar aku bisa menghirup aroma khas disekitar rumah. Ya, bau tahi ayam. Nenek dan Kakekku memilih ayam sebagai hewan peliharaan mereka. Katanya, biar bisa sekalian investasi, hahaha. Kegiatan yang harus aku lakukan setelah membuka jendela adalah menuju kamar mandi untuk berwudhu dan segera menunaikan ibadah Sholat Subuh yang menjadi kewajibanku. Sehabis Sholat, aku langsung mengambil seragam hari ini dan bergegas untuk mandi dengan campuran air hangat. Aku memang belum bisa mandi dengan air biasa yang dingin setiap pagi. Alasannya? Entahlah, kamu aja ga tahu, apalagi aku. Setelah mandi pagi dan memakai seragam hari itu, aku menuju ke rumah untuk menata buku. Namun langkah kagetnya aku saat melihat penampakan Ayahku yang sedang mengobrol dengan seorang lelaki berbadan gemuk, matanya bulat, memakai jaket kulit berwarna kecoklatan dan menenteng sebuah kertas. Sekilas, aku juga melihat bahwa ayahku dibentak berkali-kali oleh orang yang asing di mataku itu. Aku sudah bersiap-siap untuk menghajar si boboho itu dengan sapu, namun tiba-tiba ia berlutut memohon ampun ke Ayahku. Aneh. Aku bingung setengah mati. Setelah si cimol menghilang dari rumah dan untuk mengobati rasa penasaran yang menggumpal, aku pun bertanya pada Ayah,
“Siapa, yah?”
“Debt Collector nyasar. Harusnya ke rumah sebelah, malah kesini.”
Aku membalas dengan anggukan faham dan langsung melanjutkan untuk menyiapkan buku-buku pelajaran hari ini. Tanpa banyak celotehan apapun, aku langsung makan dan bergegas pergi menuju ke sekolah diantar oleh Ayahanda tercinta. Seperti biasa, salaman kepada Bapa dan Ibu guru yang menjaga di lorong masuk dan setelahnya, aku memasuki kelas seperti biasa. Saat kubuka pintu kelas, pemandangan yang pertama kali kulihat pagi ini adalah kondisi kelas yang kotor bak kapal pecah. Jika dikira-kira, 11 12 lah ya. Bekas jejak sepatu yang coklat coklat, sampah dimana-mana, papan tulis yang masih penuh tulisan matematika serta kursi kursi yang bentuknya tak beraturan. Hari itu, pagi itu, aku orang pertama yang memasuki kelas. Diriku sempat diam mematung didepan kelas sebelum ditegur oleh salah satu temanku. Syukurnya, ia mengajakku untuk membersihkan kelas walaupun hanya berdua. Lama kelamaan, semakin banyak makhluk-makhluk kelas yang membantu kita berdua.
TEEETTTTT!!!
Bel masuk berbunyi bertepatan dengan selesainya kegiatan kami membersihkan kelas pagi ini. Pagi-pagi nyusahin aja. Ngga bro, bercanda kok. Jam pertama hari ini, gurunya kosong. Bukan sekali ataupun dua kali, namun berkali kali. Alasannya kaya karya seni tiga dimensi, bermacam-macam rupanya. Jam pertama, kedua, ketiga hingga bel istirahat berbunyi aku lalui dengan cukup pusing. Dan setelah istirahat ini, ada mapel Bahasa Arab. Bayangin aja, sebelum istirahat sejarah, setelah istirahat malah Bahasa Arab. Untung jam terakhir bukan IPA, kalau ngga.. behh. Sewaktu jam istirahat, aku melakukan salah satu rutinitasku yakni jajan. Kenapa ya,menghambur-hamburkan uang demi makanan dan temen-temennya bikin seneng? Yaa nikmat aja gitu rasanyaa, tapi tetep tahu batasan lah. Masa iya jatah uang jajan sebulan dihabisin sehari. Yang ada, ditoyor Ayah aku nanti. Sewaktu mau jajan es, aku ketemu sama gerombolan adek-adek kelas yang tatapannya mengerykan, wuu serem. Padahal, aku ngga nyenggol siapa-siapa, eh malah dia nyenggol duluan. Yaa gimana yaaa? Giliran ketemu yang bener-bener deket banget sama aku, malah nunduk aja. Kenapa ya kira-kira? Ada yang bisa nebak? Xixixi. Setelah jajan, aku langsung makan di depan pintu kelas bersama dengan makhluk-makhluk yang nyata dan bernyawa lainnya. Ternyata, mereka lagi diskusi tentang adek kelas yang tadi. Wowowo, segitu buruknya kah image dia? Sampai-sampai, yang ga srek sama dia bukan cuma aku? Entahlah, mungkin itu masalah mereka pribadi sebelumnya. Dengan nyaring, keras nan menggema, bel masuk berbunyi. Aku hendak memasuki kelas untuk mengikuti pelajaran selanjutnya. Namun ternyata, cerpen yang kubuat lolos tahap satu. Aku sangat amat senang disitu. Karena sejujurnya, cerpen itu memang murni hasil olahan tanganku sendiri di waktu hanya dua jam. Wuishh kereen. Aku pun langsung mengambil alat tulisku dan menuju ke perpustakaan untuk mengikuti seleksi tahap kedua. Ternyata, banyak dari mereka yang lolos. Hatiku bergumam,
“Bisa ngga ya, jadi juara?”
Kita semua diberi waktu satu setengah jam untuk menulis tentang hari ini. Dari awal, aku belum terlintas bayangan apapun. Namun setelah berkenalan dengan hawa-hawa disana selama sepuluh menit lamanya, aku mulai bisa berfikir dengan jernih bagaimana alurnya. Selama menulis cerpen, anak di sampingku membawa segelas kopi panas yang ia taruh didekatku. Aku tak keberatan pada awalnya, namun ia menyenggol gelas tersebut dan menumpahi seluruh kertas HVS yang aku gunakan untuk menulis cerpen di detik-detik terakhir. Dan parahnya, cerpen milikku belum selesai. Tangan kanan ku juga terkena kopi yang tumpah itu dan ketahuilah kalian, rasanya sangat panas. Aku langsung diajak keluar oleh salah satu guru pendamping disana untuk membasuh luka di tanganku akibat insiden tidak disengaja tadi. Setelah itu, aku diolesi oleh salep dan diperban. Seragam ku? Haha, tentu saja berwarna coklat. Namun setelah itu, ia meminta maaf kepadaku dan guru-guru pendamping disana menyarankan agar aku menulis di lembaran baru, lalu nanti akan mereka gabungkan saat kertas HVS ku yang terkena kopi sudah mengering. Syukurlah, tanganku masih bisa dipakai untuk menulis. Walaupun sedikit perih, aku tak akan berhenti ditengah jalan begitu saja. Karena aku tahu, mereka semua bukan lawan yang gampang disingkirkan.
Dengan perasaan sedikit berharap, aku menumpuk hasil cerpenku setelah salah satu temanku selesai. Niatnya, biar ada barengan untuk masuk ke kelas aja sih. Walaupun, kita ga sekelas. Saat hendak mengambil sepatu dan memasuki kelas, aku terkejut. Kemana perginya pasangan hitam putih itu? Sepatuku hilang. Tak ada wujudnya di rak sepatu sana. Panik? Jangan ditanya. Setelah beberapa saat berfikir, beberapa saat mengingat-ingat dimana sepatu ku berada, ternyata aku baru saja ingat bahwa aku pergi ke perpustakaan ini memakai sandal. Kadang orang-orang hidupnya kocak ya, kaya hidupku. Setelah menjalani hari itu, aku langsung pulang karena capek. Sesampainya dirumah, aku langsung mengganti seragamku dan menonton TV sejenak untuk menghilangkan stres. Bukannya makin reda, malah makin stres karena aku baru ingat, bahwa TV ku sedang diperbaiki.
Hana Maharani Purnomo, alias Hana. Orang-orang yang mengenalnya baik selalu menyapa dia dengan sangat ramah. Entah itu satu tingkat di atasnya maupun satu tingkat di bawahnya. Ia sedang menjalani pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Madrasah Tsanawiyah Negri di kota kelahirannya, Madiun. 16 Juni 2008 tercatat bahwa Hana lahir pada tanggal itu. Percintaan, drama, kesedihan, dan semua yang Hana rasakan, akan ia tuangkan dalam sebuah karya yang abadi.
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024