PUISI : Dul* |
FAJAR KEEMASAN
Hasrat menyeruak dari balik bercak darah
tiap tetesnya,
Adalah martabat para pejuang
Meski langkah tertatih digempur negeri seberang
Tetapi, kegigihan tetap tegak berkekalan.
Apakah artinya nyawa, bila bangsa sengsara
Apakah artinya hidup, bila senyum direnggut
Menghamba pada suara parau senapan
Rintihan ruh melantun ke penghabisan waktu
Sementara anak cucu mengais masa depan semu
Maka, bambu-bambu kami angkat kembali
Sebab peradaban mesti dikibarkan
Fajar keemasan
terbitnya kemerdekaan
Biarlah darah dan tulang kami menjelma bendera
Sebab, Kibarnya adalah impian Nusantara
Pamekasan 2022
BARANGKALI
Semenjak jarak dan waktu membawamu pergi
Isyarat-isyarat yang kusematkan pada rintik hujan tak pernah sampai pada matamu
Kesendirian yang tertanggal sekian lama
Dan cemas yang berlapang dada
Tertata rapi dalam raga
Entah kau sedang apa, kepalaku menerka-nerka
Barangkali, aku terlalu naif mencintai.
Ketahuilah!
Bahwa segalanya masih bermuara padamu
Harap tetap sembab diatas sajadah
Tangan Tengadah memeluk cita dan rindu.
Pamekasan 2022
ALAM RAYA
Menepilah !
Nikmati deru angin yang memeluk perjalanan
Hembuskan setiap ke putus asa-an yang datang.
Beristirahatlah dari penat!
Tertawa pada apa saja : menjejali ekspektasi diri, menyoraki setiap usaha dan rintangan yang telah terlewati.
Lihatlah ranting-ranting bergesekan seperti ekspektasi : bercabang tak beraturan, bertumpuk tak karuan.
Lihatlah lagi awan-awan yang menyala sebab matahari serupa mimpi
Sementara Daun-daun luruh seperti impian : jatuh dan mengering, luruh dalam ikhlas yang nanar.
Hal-hal yang harus direlakan.
Sesal yang mesti ditelantarkan.
Pamekasan 2022
*Dul, Nama Pena dari Abdullah Za’iem, lahir di Pulau Madura, Guluk-guluk, Sumenep. Kuliah di IAIN MADURA, jurusan Tadris Bahasa Indonesia, alumni SMA 1 Annuqayah dan pondok pesantren Annuqayah Lubangsa Selatan. Anak Asuh Sanggar Basmalah.
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024