Koreografi Tari Pitaruah Darah Di Festival Pamenan Minangkabau|Anisa Rades Sanoppan
Festival Pamenan Minangkabau merupakan sebuah kegiatan yang dilaksanakan oleh komunitas hitam putih yang diketuai oleh Dr. Yusril Katil S.Sn., M.Sn yang berlokasi di istano silinduang Bulan, Pagaruyung, Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar. Kegiatan ini dilaksanakan selama dua hari yaitu tanggal 12-13 November 2022 hari sabtu dan minggu. Berbagai pertunjukan diadakan pada kegiatan tersebut seperti pertunjukan tari, musik, teater, randai hingga pemutaran film. Selain pertunjukan seni, juga terdapat sebuah UMKM yang menjual berbagai produk lokal khas yang ada di Sumatera Barat.
Pada hari kedua terdapat 6 pertunjukan yang ditampilkan pada malam hari. Namun terdapat sedikit masalah pada hari kedua yang dikarenakan oleh cuaca yang hujan pada malam hari di Batusangkar. Pada awal pertunjukan cuaca hanya gerimis, hingga setelah pertunjukan ketiga hujan sangat lebat sehingga pertunjukan terpaksa dijeda terlebih dahulu untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan dan hal itu menyebabkan kegiatan tidak sesuai dengan rundown acara yang telah direnacanakan. Pertunjukan dihentikan selama lebih kurang 15-20 menit. Namun mungkin karena beberapa alasan, pertunjukan keempat yang harusnya maju ditukar dengan pertunjukan setelahnya. Sepertinya hal itu dilakukan karena pertunjukan yang kelima adalah pertunjukan musik, karena alat musik yang mereka gunakan tidak bisa terkena hujan. Penampilan yang seharusnya ditampilkan itu adalah tiga karya, namun dikarenakan hujan deras lagi dan waktu yang juga telah terbuang membuat mereka idak bisa menampilkan semua karyanya.
Setelah petunjukan musik, terdapat pertunjukan tari dari Impessa Dance Company yang berjudul Pitaruah Darah. Pertunjukan ini ditampilkan pada malam hari dengan 10 orang penari perempuan yang sepertinya masih duduk di bangku SD dan SMP. Mereka menggunakan kostum yang sama namun dengan warna yang berbeda. Tiga penari menggunakan kostum yang berwarna hijau, dua penari menggunakan kostum warna pink, tiga penari menggunakan kostum warna orange, dan dua penari menggunakan kostum berwarna biru. Mereka juga memakai rok batik sebagai bawahannya dan menggunakan tayet hitam didalamnya, serta makeup yang tidak terlalu tebal dikarenakan penari masih kecil dan pada pertunjukannya juga tidak mendukung makeup pertunjukan sebagaimana yang biasanya dilakukan pada saat pertunjukan. Penari tidak memakai aksesoris di kepalanya, hanya rambutnya yang dikepang dua.
Dalam sebuah pertunjukan tari, terdapat beberapa unsur pendukung dalam tari, antara lain gerak, tata rias, musik pengiring, kostum, pola lantai, properti, penari.
Pada awal pertunjukan para penari duduk di tangga rumah gadang seperti menceritakan tentang kehidupan anak-anak dalam kehidupan sehari-hari, ada yang bermain dan bercanda dengan temannya, dan juga terdapat dua orang penari dengan satu orang yang berperan sebagai tokoh ibu dan satu orang lagi yang berperan sebagai anaknya. Ia mengatakan bahwa sebagai seorang perempuan, ia harus bisa menjaga perkataannya, berhati-hati dalam berteman, serta apa saja yang tidak boleh dilakukan oleh seorang perempuan di Minangkabau.
Empat penari turun satu persatu yang kemudia mengambil piring yang telah disiapkan. Mereka memainkan piring tersebut dengan lincah dan gerakan yang jelas. Kemudian dua penari lainnya turun dengan menggendogn penari satu lagi dan diikuti oleh penari lainnya. Setelah semua penari berkumpul, mereka membuat lingkaran dan berjalan mengikuti lingakaran tersebut. Pada posisi lingkaran tersebut juga terdapat gerakan silek karena adanya penyerang dan penangkis, seakan-akan terjadi sebuah pertikaian diantara mereka. Penari keluar dari posisi lingkaran dan berjalan berpisah hingga satu persatu dari mereka duduk.
Selama pertunjukan penari menarikannya dengan baik, tubuh mereka yang lentur membuat penonton terpukau. Namun seiring berjalannya waktu, beberapa penari ada yang kelelahan sehingga hal itu mempengaruhi gerakannya, serta tempo dari musik yang semakin meningkat. Selain itu kostum penari juga terlihat terbuka karena gerakan-gerakan yang mereka lakukan seperti salto, rolling, hingga melompat. Serta ketika mereka melakukan kayang, rok penari terbuka sehingga memperlihatkan tayet hitam mereka. Penari boleh melakukan kayang atau gerakan lain seperti salto, split dan lain sebagainya selama hal itu tidak diperlihatkan langsung kepada penonton. Namun dalam hal ini, gerakan kayang yang dilakukan oleh penari cukup dibilang vulgar karena pada gerakan tersebut rok penari terbuka hingga memperlihatkan bagian bawah tubuh penari walaupun telah ditutupi oleh tayet. Dalam gerakannya tidak ada yang salah namun mungkin itu karena kostum dan posisi yang harus dipertimbangkan kembali oleh koreografer.
Pada penggunaan kostum, sebaiknya koreografer menggunakan celana rok kepada penari agar ketika mereka melakukan gerak melompat, kayang, salto atau gerakan yang lain, dapat melakukannya dengan nyaman baik dari penari itu sendiri maupun penonton yang melihat. Kemudian jika koreografer tetap ingin menggunakan tayet atau legging sebagai dalamannya, sebaiknya arah gerak penari di ubah agar tidak menghadap ke penonton.
Pada akhir pertunjukan semua penari jatuh dan menyisakan satu penari dalam keadaan tertidur, kemudian datang seorang tokoh ibu yang seakan membawa anaknya untuk pulang.
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024