MENUJU KEI HINGGA KEMBALI KE PANGKUAN IBU
sepuluh menuju sembilan belas juli
katong bakumpul di ruang tunggu yosudarso
dari berbagai budaya, beda agama,
beda suku untuk satu
berbagai dan berbeda itu sebagaimana
kapal sandar pada dermaga yang datang
setelah mencicipi sagala musim
di dada samudra
pukul delapan gelap
katong lapas dermaga melintasi tanjung alang
jauh dari bahu pulau ambon
ambon sio sayang eee
jauh di mata
arus dan gelombang antar katong balayar
para biduan bernyanyi dan berdendang
menjelang jamuan makan malam
masakan koki menanti di dulang
mabuk laut adalah tradisi
untuk dong yang bukan anak laut
turun ke laut
anak laut sudi menikmati ayunan laut
sebagaimana buaiani ibu menjelang tidur
di atas anjungan katong menatap kosong
buih menari, angin bernyanyi dengan lagu karangan sendiri
di mata katong masih tetap kei
yang digendeng tanjong-tanjong
sebelas juli
biru laut tual terasa hangat
sentuhan angin tual mengikat
pulau-pulau tak berpenghuni ramai sekali
para buruh dan jemputan menanti dengan percakapan pada halaman yang baru
****
malam mati gelap
perjalanan menuju ohoililir
truk besi, bus kota menjadi
teman sejalan menyusuri kota
menuju desa yang menyediakan pangkuan
fajar untuk yang kesekian kali
bertamu di mata kelana
menganga pada keindahan
kei di pagi hari
nelayan pigi deng pulang
semacam angin yang membelai
di sepanjang hari
ini ohoililir
inilah kei sumber cinta mengalir
tanpa tatapan, tanpa suara bagaimana bisa saling mengenal warna warna jiwa
kita berbagi cerita tentang apa yang harus kita isi di ransel sebelum kembali ke rumah
di sinilah
ya di sini cerita dan kenangan dijalankan
malam api unggung cinta menyala
suara-suara paling puisi membara
membakar dada, membakar mata
tarian adalah percikan yang panas
pada tungku-tungku rindu
perjalanan adalah cara seseorang
menciptakan rindu di setiap kali mata memandang, di setiap kali jejak diciptakan
di sepanjang kaki melangkah
tempat-tempat wisata adalah buku gambar
untuk menggambarkan senyuman merekah
potret ceria akan diabadikan sebagai sempul perjalanan
dan akan kembali dikenang setelah lepas pisah
pecah air mata dalam ruang yang bisu
****
dua puluh Juli
barang bawaan disiapkan
dimasukan di ransel beserta kenangan
dan kali ini bus kota menjadi teman sejalan
menuju dermaga air mata
pada dermaga
tidar yang membawa katong pigi
kini menanti untuk mengantar katong pulang menuju pulau yang menyediakan masakan ibu
tangisan siapa yang pecah kala itu adalah dia yang paling banyak menciptakan kenangan
dan coba lihat air mata siapa pecah kala itu adalah dia yang tidak rela pelukannya dibuat dingin oleh rindu.
****
meskipun katong samua sudah kembali
ke pangkuan ibu masing-masing namun pukulan ombak yang antar katong pigi deng pulang kala itu masih barasa sampe sekarang
Tahoku, 2023
_________________________________________________
Firman Wally penulis kelahiran Tahoku, 03 April 1995. Alumni Unpatti, Jurusan Sastra dan Bahasa Indonesia. Penulis buku Lelaki Leihitu, Kutemukan Penyesalan di Setiap Kehilangan, dan Menghibur Luka. Karya sastranya sudah termuat di berbagai antologi bersama penyair nasional-internasional, kurang lebih 70 antologi. Saat ini aktifitasnya selain menulis, juga sebagai pengajar di SMA NEGERI 27 MALUKU TENGAH. Akun Instagram: firmanwally02
Nomor WA: 081240039343
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024