Kidung Sukma Larasing Jiwa
Oleh: Dyah Kurniawati
Adalah
Ardini Pangastuti, seseorang yang sudah lama berkecimpung di dunia sastra Jawa. Banyak pengalaman dalam bidang keredaksian
majalah basa, sastra dan
budaya Jawa, seperti Jawa Anyar, Pagagan, Sempulur, dsb. Sudah tak terhitung lagi jumlah buku beliau
yang berupa karya tunggal maupun
antologi bersama pengarang lainnya. Selain itu karya beliau juga masih bertebaran sampai
sekarang.
Walau buku ini terbit sejak
tahun 2021, tetapi saya
tertarik karena sangat
mengidolakan penulisnya semenjak saya masih berseragam putih abu-abu. Judulnya ‘Kidung Sukma Larasing Jiwa’ begitu menggelitik jiwa petualangan
fiksi saya. Dilihat dari bahasanya sudah mengantarkan
rasa merinding bagi yang paham sastra Jawa. Susunan kata yang sarat makna tersebut
menimbulkan rasa penasaran untuk segera melahab habis isi buku ini. Karena sejak awal sudah jatuh cinta dengan buku ini, maka sekali duduk langsung saya babat habis kata demi kata dengan penuh
penghayatan. Ketika membacanya pun dibawa masuk melebur ke
dalam cerita menjadi Arum, sosok tokoh utama. Begitu pandainya Mbak Ardini dalam merangkai kata sehingga kehaluan saya
pun mulai melalang buana ikut ke tempat-tempat yang dikunjungi para tokoh dalam
buku ini.
Dalam
‘Kidung Sukma Larasing Jiwa’ ini Mbak Ardini sangat berani menggambarkan sosok Arum dan Baskara yang saling jatuh
cinta. Konflik bermula ketika Arum bertemu Baskara tanpa sengaja di sebuah
pameran lukisan. Mereka sama-sama merasakan jatuh cinta pada pandangan pertama.
Sedangkan Baskara sudah menikah dengan Imel tapi hubungan rumah tangganya tidak
hamonis.
Yang lebih
menarik lagi bahwa Arum adalah sosok yang dicari selama ini dalam alam
halunya.
Sebagai pelukis Baskara menuangkan kegundahan hatinya lewat karya yang
unik dengan judul lukisan ‘Kenya Jroning Impen’ (gadis dalam impian). Kenya yang selama ini ditunggu dan diharapkan menjadi pendamping hati
selamanya. Baskara merupakan lelaki thukmis
(playboy), walaupun sudah berpetualang kepuluhan hati wanita tetapi
jiwanya belum menemukan sosok yang ada di mimpinya. Sosok perempuan yang puluhan tahun lalu secara tidak sengaja
bertabrakan dengannya di depan candi Borobudur. Kejadiannya sekejap tapi Baskara yakin kalau itu bakal jadi pelabuhan hati yang menenangkan
jiwa maskulinnya.
Buku ini
termasuk novel berbahasa Jawa Modern. Ketika baru membaca bagian satu saya semakin penasaran karena ceritanya begitu hidup. Seperti dalam
pertemuan Arum dan Baskara pertama kalinya ada dialog yang membuat jantung saya
ikut berdesir ketika mereka tidak sengaja bertatapan langsung. Seakan ikut malu
merasakan pipi yang memerah, membayangkan Arum adalah saya dan saya adalah Arum.
Seperti ini kalimatnya, “ Arum rasane kaya diudani sewu panah sing
ngrutuk dhadhane. Nembus ing jantunge, Arum dadi salah tingkah.” (Arum rasanya seperti dihujani seribu anak panah menerobos
dadanya. Menembus jantungnya. Arum menjadi salah tingkah.) Jiwa muda saya pun bergejolak kembali ke usia belasan
tahun.
Di Bab
7 suara batin Arum semakin bergemuruh ketika membaca iklan pameran lukisan
tunggal. Nama pelukisnya seperti nama yang berkeliaran di impiannya
saat ini. Diapun makin penasaran dengan sosok pelukis tersebut apakah benar
adalah Baskara yang sedang dicari. Jantungnya seakan berhenti berdetak ketika
melihat gambar lukisan yang berjudul “Kenya
Jroning Impen” yang mirip dirinya. Timbul pertanyaan di hati Arum apakah Baskara juga memendam rasa kepadanya. Ini merupakan
imun yang bisa menggerakkan jiwa kewanitaannya yang sejak ketemu Baskara
hatinya menjadi galau, rasanya campur aduk. Hal ini mengubah penampilannya
semakin menantang berbeda dengan selera Arum sebelumnya yang menyukai warna
kalem. Memang virus merah jambu itu bisa mengubah hidup seseorang menjadi sulit
dinalar.
Konflik
semakin memuncak ketika Arum dan Baskara menjalin hubungan gelap sampai
melewati batasan norma agama maupun sosial. Hubungan tersebut berdampak keretakan rumah tangga Baskara yang selama ini terasa gersang. Imel istri Baskara juga mencari kebahagaian di dermaga lain. Disinilah puncak
konflik permasalah cerita di buku ini. Lebih seru lagi di akhir cerita yang tidak saya duga sama sekali endingnya. Saya kecewa kepada tokoh Arum kenapa begitu mudahnya
jatuh ke pelukan lelaki yang baru dikenalnya. Padahal dia adalah aktivis
perempuan yang menggembar-gemborkan perlindungan tentang perlindungan perempuan. Jadi ingat pepatah Jawa yang menyebutkan ‘JARKONI,
singkatan dari “bisa ujar ora bisa nglakoni”. Ini merupakan sindiran halus dari mbak Ardini
kepada pembaca semua, bahwa dimanapun lebih mudah berbicara daripada memberi contoh langsung.
Yang Sedikit Mengganjal
Saya sedikit risih dengan adegan yang dilakukan para
tokoh yang begitu mudahnya melakukan tindak asusila. Ditambah lagi Mbak Ardini beberapa kali menggunakan kata-kata “pisuhan”. Bisa jadi beliau ingin menggambarkan kehidupan
dunia luar yang keras, sehingga kita yang
telah nyaman dengan kehidupan normal tidak kagetan menghadapi dunia
yang bebas. Tapi tidak semua seniman hidupnya kotor, bahkan banyak karya
istimewa yang dihasilkannya.
Jadi sebelum membaca buku ini siapkan jantung supaya
tidak copot. Keseruan buku ini berbeda dengan buku bahasa Jawa lainnya. Di sini banyak cerita
menegangkan seakan pembaca dibawa melebur ke dalam cerita tersebut.
Saya berharap buku ini bersambung dengan konflik
yang lebih menegangkan. Upamanya dua puluh lima tahun kemudian anak Arum dengan
Baskara menjalin hubungan dengan anak Imel dengan sopir taksi pacarnya dulu.
Pasti lebih seru karena tidak diragukan lagi kepiawaian Mbak Ardini dalam merangkai
kata menjadi buku yang asyik dibaca. Sekali lagi, jangan lewatkan membaca buku ini karena saya pun sudah
berkali-kali membacanya tetapi selalu saja berdegub-degub penuh ketegangan.
Ditunggu karya Mbak Ardini selanjutnya.
Madiun,
8 Agustus 2023
Penulis: Dyah Kurniawati lahir dan bermukim di Madiun. Menggilai fiksi sejak berseragam putih merah. Lulusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa ini mencoba selingkuh ke sastra Indonesia, tapi tak kuasa lepas dari hangat pelukan sastra Jawa. Menulis geguritan, cerkak, esai, cerita lucu juga menulis puisi dan cerpen. Bisa disapa di https://www.facebook.com/dyah.kurniawati.948.
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024