Cerpen Walidha Tanjung (Fileski)
Dimuat koran Haluan Padang. Minggu 18 Februari 2024.
Pagi itu mendung enggan pergi dari hamparan langit yang kelabu. Dengan sekuat tenaga, sang mentari hendak mengusir kelam, sayap-sayapnya tak mampu menembus tebalnya awan. Sementara embun masih mendengkur di pucuk-pucuk rerumputan, enggan kembali ke rumahnya yang ada di angkasa.
Rasanya ini masih terlalu pagi untuk beranjak dari kasurku yang empuk. Hawa dingin yang menyelinap dari celah jendela, menambah rasa kantuk tak mau pergi. Lembur semalam membuatku baru bisa merentang di atas kasur pada pukul 01 dini hari. Begitulah nasib anak sekolah jaman sekarang, terlalu banyak tugas, kurang waktu bermain. Kata bapak, yang heran dengan rutinitasku, melihat anak sekolah yang tidak punya waktu untuk menikmati hari. Setiap hari wara-wiri disibukkan deadline tugas, kerja kelompok, les tambahan, dan kegiatan organisasi sekolah.
Bapak cerita, jaman dulu sepulang sekolah masih ada waktu untuk main layangan, atau mandi di sungai. Pulang sebelum magrib. Setelah mandi, lanjut belajar, pun setelah PR semua dikerjakan, masih ada waktu bermain bentengan di bawah sinar rembulan, di halaman rumah nenek yang cukup luas. Capek dari main, pulang dengan rasa lelah yang cukup banyak membakar kalori dari permainan lari-lari, tidur pun bisa pulas. Dan esok paginya bisa kembali ke sekolah dengan rasa semangat tanpa beban yang memusingkan.
Kalau dipikir-pikir, jaman dulu yang dikatakan belum maju, ternyata malah santuy hidupnya, daripada sekarang yang dikatakan jaman maju serba digital, justru membuat orang kejar-kejaran dengan waktu, hidup yang terburu-buru, dan kehilangan esensi menikmati hidup. Ya begitulah, hidup harus terus berjalan, apapun tantangan di depan, harus dihadapi dengan penuh kesiapan.
Sesampai di depan sekolah, hampir saja aku tidak bisa masuk gerbang sekolah tepat waktu. Penjaga sekolah segera menyuruhku masuk, berlari. Kurang beberapa detik saja, aku sudah tercatat tim Tatib karena datang tidak tepat waktu. Karena ternyata aku berangkat kesiangan, waktu di rumah menunjukkan pukul 6.30, perjalanan ke sekolah memerlukan waktu 15 menit, dan pukul 6.45 gerbang sekolah harus ditutup. Masih beruntunglah aku.
Dengan tergesa-gesa, aku berlari ke ruang kelas. Seluruh bangku sudah terisi, tinggal bangkuku yang masih kosong. Namun untunglah pak Ridwan belum datang, guru mapel pertama yang dijadwal jam pertama hari ini. Beliau guru agama. Coba kalau aku tadi terlambat, pastinya bukan cuma diceramahin, tapi pasti juga dihukum untuk melantunkan beberapa ayat-ayat yang wajib dihafalkan.
Heran, tak biasanya pak Ridwan tidak hadir, sebab beliau ini orangnya rajin, selalu ada di sekolah sepanjang waktu. Jarang ada tugas dinas luar, tidak seperti para guru berprestasi yang sering sibuk dinas luar. Yang alasan webinar lah, alasan guru penggerak lah, alasan rapat kegiatan dengan dinas lah, pokoknya ada saja kalau guru itu jenis yang aktif berprestasi, pasti sering meninggalkan kelas.
Aku tanya temanku, pun mereka tidak tahu kemana pak Ridwan. Sudah ada yang mencoba mencari di ruang guru. Kata guru piket, tadi sempat melihat pak Ridwan, namun tidak tahu selanjutnya pergi kemana. Karena saking rawangnya pak Ridwan tidak ada di kelas, Waka kurikulum pun seperti memaklumi, pikirnya mungkin karena ada urusan yang sangat mendesak, sehingga membuat pak Ridwan harus meninggalkan kelas.
Ya sudahlah, biasa anak remaja SMA suka kalau jam kosong, bisa dipakai waktu untuk mabar. Namun tidak semuanya suka jam kosong, satu sisi karena bertemu pak Ridwan seminggu sekali itu bikin kangen, terutama kalau diskusi membahas hukum syariah. Paling aktif para siswi yang suka bertanya bab pernikahan. Tambah rame lagi kalau par siswa mengajak bahas bab poligami. Terkesan pelajaran bersama pak Ridwan tidak seperti pelajaran yang kaku dan membosankan, malah seperti acara televisi yang interaktif dan menarik, namun kami tetap memahami dengan materi yang diajarkan.
Konon katanya, para guru sedang pusing, karena adanya kurikulum yang baru ini. Dengan adanya aplikasi yang baru lagi, harus mulai adaptasi dengan segera menuntaskan apa saja kewajiban yang harus dipenuhi dari aplikasi. Saking ketakutannya, beberapa guru harus rela dari pagi sampai malam untuk jadi buser, singkatan dari pemburu sertifikat. Bagi anak-anak yang rajin, tentu hal ini sangat merugikan, karena adanya aplikasi itu membuat mereka ditinggalkan gurunya yang sibuk sendiri, murid akhirnya belajar mandiri.
Ketidakjelasan informasi membuat salah paham dan ketakutan-ketakutan baru. Daripada disebut sebagai guru yang tidak taat aturan, akhirnya pilih meninggalkan kelas untuk berburu sertifikat. Tadi waktu aku mencari pak Ridwan di ruang guru, memang banyak para guru yang sedang sibuk di depan laptop mengenakan headset. Ruang guru seperti bukan lagi ruang guru, namun malah seperti ruang customer service perusahaan seluler.
Ada lagi yang bilang, kalau belakangan sekolah ini ada beberapa kejadian yang tidak wajar. Bisa dibilang kejadian mistis. Sehingga terceletuk asumsi, jangan-jangan pak Ridwan digondol genderuwo. Ada lagi kejadian aneh lainnya. Bu Retno kemarin mengalami kesurupan di ruang perpustakaan. Katanya perpustakaan belakangan berbau wangi kembang melati di jam-jam tertentu. Padahal masih siang hari. Secara tiba-tiba, bu Retno berteriak-teriak seperti orang gila. Ada versi lainnya, itu karena bu Retno sangat tertekan dengan keadaan. Beliau salah satu guru senior yang disegani di sekolah ini, namun kabarnya ada program guru penggerak. Infonya bu Retno tidak dinyatakan lolos guru penggerak. Seolah prestasi mencerdaskan para siswanya yang sering menang lomba, yang dia rintis selama ini, tiba-tiba runtuh hanya karena satu hal, ia tidak bisa lolos guru penggerak. Mungkin menahan tekanan beban rasa malu pada para guru-guru yang lain. Sehingga ketika melihat pengumuman, ia mendadak syok seperti orang kesurupan.
Intinya semenjak ada sistem baru di kurikulum pendidikan, sering terjadi banyak kejadian mistis di sekolah ini. Entah ini sebuah hal yang terkait atau tidak sama sekali. Namun faktanya kejadian ganjil itu sering terjadi semenjak para guru tidak masuk kelas karena sibuk sendiri. Sehingga timbul asumsi, pak Ridwan digondol genderuwo. Bayangkan kalau pak Ridwan sebagai guru agama saja bisa diculik genderuwo, pasti lebih mudah mengalahkan guru-guru yang lainnya, dan dibawa ke alamnya sana.
Merasa hal ini tidak bisa terus dibiarkan, aku dan beberapa teman sekelas yang suka dengan film detektif, ingin mengungkap fakta dari keganjilan yang terjadi. Sampai-sampai pak Ridwan yang sangat tidak peduli dengan prestasi guru, bisa ikut menghilang. Pasti bukan karena sibuk jadi buser, karena hidupnya sudah dihibahkan murni untuk mengajar para murid, kok bisa ikut-ikut menghilang, tidak masuk kelas. Hari ini harus ketemu kejelasan kemana perginya pak Ridwan, kalau tidak ya kami akan terus penasaran.
Aku dan kawan-kawan mencari di tempat parkiran, yang memang jadi tempat parkir khusus guru dan karyawan. Mengejutkan, ternyata motor pak Ridwan masih ada, tentu kami sangat hafal yang mana motor pak Ridwan. Mudah dititeni, jenis motor honda minthi berwarna hijau. Identik dengan gayanya yang bersahaja dan sederhana.
Kalau motornya saja masih ada di sekolah, artinya pak Ridwan juga masih di lingkungan sekolah. Akhirnya kami bagi tugas, semua tempat dan ruangan harus ditelusuri. Tidak ada lagi ruang yang dianggap tidak mungkin ada disana. Semua tempat harus jadi sasaran target. Kami pun berpencar ke seluruh arah. Pak Ridwan harus ketemu.
Sekali lagi di ruang guru, tidak ada, hanya ada para guru yang sedang sibuk di depan laptop. Di ruang-ruang kelas juga tidak ada, karena semua guru sibuk di ruang guru. Sudah kami ketuk ruang kepala sekolah, hanya ada para tamu yang sepertinya dari LSM, wajah-wajah yang serius membawa misi sesuatu. Kami lanjutkan menelusuri kantin ke kantin, hanya ada para siswa yang asik makan sepuasnya karena jam kosong. Di aula, di lab komputer, lab fisika, lab biologi, semua lab kami tengok, tetap tidak terlihat sosoknya.
“Mungkin benar pak Ridwan memang benar-benar digondol genderuwo sekolah ini.” Kata temanku yang sudah pesimis, karena cukup lelah mencari.
Kurang satu lagi, apa mungkin di mushola, satu satunya tempat yang sepertinya tak mungkin didatangi hantu atau genderuwo. Siapa tahu pak Ridwan sedang solat dhuha. Masuk akal. Kami pun bergegas menuju mushola. Benar ternyata hanya ada pak Ridwan yang sedang duduk bersila. Seakan sangat khusyuk memanjatkan doa. Kami pun lega, ternyata asumsi tentang pak Ridwan digondol genderuwo itu tidak benar. Syukurlah pak Ridwan bisa ditemukan.
Penasaran dengan doa yang dipanjatkan pak Ridwan, aku pun mendekat, siapa tahu pak Ridwan sedang bersedih karena suatu masalah dan perlu teman bercerita. Kami para murid yang sayang padanya, pasti akan siap sedia untuk membantunya. Aku dekati pak Ridwan, tepat aku bersimpuh di belakang punggungnya, tak terdengar bunyi komat kamit lantunan doa, namun yang ada suara malah dari ponselnya. Ternyata pak Ridwan sedang fokus melihat ponselnya, bukan sedang khusyuk berdoa. Di layar itu nampak tertulis sebuah kalimat, webinar sertifikat 32 jam. (*)
3 Komentar
Lanjutkan program untuk sastra indonesia maju
BalasHapusSistem pendidikan sekarang ini memang semakin terasa absur
BalasHapusWA. 0889
daya ungkapnya cukup epik, dengan latar belakang sosial saat ini. mampu menggakat realita sekarang. Salam 082145321557
BalasHapusAndai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024