"Catatan harian ini adalah cara saya berdamai dengan hemofilia, yang sebenarnya bukan penyakit, melainkan kelainan genetik," ujar Yaksa Agus. Proyek ini akan berlanjut hingga 31 Desember 2025.
Diagnose hemofilia sejak kecil setelah mengalami pendarahan hebat saat sunat, Yaksa Agus menghadapi berbagai tantangan sosial, termasuk bullying dari teman sebaya dan guru. "Seringkali saya diejek dan dianggap difabel, padahal secara fisik terlihat sehat," kenangnya. Ia bahkan mengalami bullying dari guru olahraga dan guru ngaji di kampungnya.
Hemofilia adalah kelainan genetik yang menyebabkan darah sulit membeku. Pengobatannya melibatkan injeksi faktor pembekuan darah, seperti Faktor VIII (untuk hemofilia A) dan Faktor IX (untuk hemofilia B). Penggunaan obat ini memiliki manfaat, tetapi juga terdapat efek samping.
Yaksa Agus, seniman kelahiran Bantul, Yogyakarta (23 Agustus 1975), adalah seorang perupa yang perjalanannya diwarnai oleh eksplorasi diri dan refleksi sosial. Lulusan SMSR dan ISI Yogyakarta, ia telah mengadakan banyak pameran tunggal dan kelompok, baik di dalam maupun luar negeri, menunjukkan konsistensinya dalam berkarya. Dari pameran "Seni untuk Kemanusiaan" hingga "Yaksapedia", karyanya mencerminkan pergulatan batin dan pengamatannya terhadap lingkungan sekitar. Prestasi yaksa Agus termasuk kemenangannya di AIAA Awards 2005. Ia juga aktif sebagai kurator dan penulis dalam berbagai proyek seni. Hubungi Yaksa Agus melalui yaksa.agus@gmail.com atau temukan karyanya di Facebook (Yaksa), Instagram (Yaksapedia), dan Twitter (studioBodo@yaksapedia).
(*)
Erna Wiyono - Visual Artist, Writer, Journalist, Visual Arts Educator, Creative Director, Indonesia Dancer.
0 Komentar
Kirimkan Artikel dan Berita seputar Sastra dan Seni Budaya ke WA +62 811-8860-280