Kini,
cadar yang melindungiku sudah mulai diragukan semua orang. Dan aku hanya bisa diam. Aku malas untuk berdebat
dengan mereka yang tidak tahu posisiku. Mereka yang tidak paham keberadaanku.
Mereka yang tidak mencoba memahamiku. Dan mereka yang tidak tahu seperti apa diriku. Percuma saja berdebat dengan
mereka yang pikirannya selalu meragukan esensi dari perempuan bercadar. Percuma.
Rasanya aku ingin terbang, menutup kuping terhadap
raungan yang dipenuhi ketakutan. Membuatku sesal, hanya nambah berdosa saja. Mungkin,
dengan terbang aku tidak lagi merengek karena ocehan mereka. Terbang tanpa
ekspektasi apa-apa.
Aku hanya penikmat ocehan itu, dan aku hanya bagian
dari mereka yang tidak ingin didiskriminasi karena cadar, itu saja. Tidak
lebih.
Bahkan, ada yang
terpaksa membuka cadar hanya karena tidak ingin disangka radikal. Ada yang
terpaksa membuka cadar, hanya karena tidak ingin disangka ekstrim, aneh, dan ikut-ikutan budaya
arab. Dan lagi-lagi, aku ada dibagian mereka yang hanya ingin diterima
sebagaimana muslimah yang lain. Tidak lebih.
Apakah aku harus membuka cadarku? yang barangkali,
semua orang akan melihatku dengan seluruh keanehan di dunia. Karena kali
pertama aku membuka cadar, saat itu calon mertuaku pun juga ingin menikahiku. Aku
rasa ini tidak sekedar cadar, ini bagian dari pelindungku. Aku takut, setelah
ini aku akan berdosa memperlihatkan kecantikanku untuk semua orang. Meski,
alasannya bukan itu. Alasan yang tepat, karena aku ingin lebih menjaga
kehormatanku. Tidak lebih.
Semua perempuan lahir dengan terhormat. Semua muslimah
berhak memilih, bercadar ataupun tidak. Yang terpenting, ia mampu menjaga
kehormatannya, mencegah berbagai kerusakan, membantu laki-laki untuk menjaga
pandangannya. Lalu, apa salah kami? perempuan bercadar, sangat berhak untuk
dimuliakan.
Diluar itu kami sangat paham, bahwa sudah pernah
terjadi dan benar benar ada perempuan bercadar yang radikal. Perempuan bercadar
yang hanya karena fashion pun, sudah ada. Banyak sekali. Tapi itu di luar
kendali kami yang hanya ingin, “Lillah”.
Sungguh refleksi
menghakimi semacam ini membuatku panik yang teramat. Untuk melepaskan
keterikatan ini, aku tidak pernah berpikir untuk mepercayai sayapku. Terbang,
untuk menjauh.
Bongkar pasang cadar tidak sama dengan membuka pintu,
dengan cara yang terlalu menggampangkan. Atau semacam teori tentang sistem
deterministik, memungkinkan tak ada prediksi jangka panjang.
Sama seperti ungkapan Haclav Havel dalam bukunya yang
pernah ku baca. "Kini cara kita memahami realitas melalui ilmu pengetahuan semakin
terfragmentasi dalam spesialisasi dan cenderung menganggap bisa menyelesaikan
masalah dengan hanya menjumlahkan kotak-kotak mozaik yang disampaikan para
spesialisnya". Lagi lagi, aku ada dibagian mereka yang merasa tertegun berada di
zona kuantum, segalanya relatif tanpa ada yang mencoba memahaminya.
0 Komentar
Kirimkan Artikel dan Berita seputar Sastra dan Seni Budaya ke WA 08888710313