OLEH: MUALLIFAH
Sudah hal biasa ketika seorang penulis ataupun seorang pemikir berfikir tentang bagaimana sesuatu hal yang diciptakan ataupun ide yang dituangkan bisa diterima oleh ilmiah, dan hal yang tidak diterima oleh akal dan tidak bisa dibuktikan adalah tidak ilmiah atau tidak bisa diterima olleh civitas akademik.
Lalu bagaimana dengan Al-Quran yang kemudian selalu ditolak dan tidak boleh menjadi landasan untuk diperdebatkan lantaran tidak imiah, lalu bagaimana dengan isi Al-Quran yang begitu luar biasa jangkauannya diluar nalar kita dan terbukti mengalahkan hal yang ilmiah? Tidak perlu memberikan ruang bagi pemikiran kita sampai dimana arah gerak berfikir kita sehingga terpenjara dalam befikir lantaran takut menyimpang dari kaidah yang diajarkan oleh agama atau jangan-jangan kita sendiri yang tidak bisa sampai pada cara berfikir untuk keluar dari zona berfikir yang sudah ditetapkan oleh ilmiah itu sendiri atau malah sebenarnya kita sendiri yang terpenjara oleh hasil dari pena diatas kertas yang menghasil teks mati diatas kertas? Memberikan sudut pandang yang berbeda dalam sesuatu hal akan membuat kita memperoleh pemahaman baru dalam membaca setiap fragmentasi yang sudah ada, artinya kita bisa membaca sesuatu hal dari berbagai sudut pandang.
Kita sekarang hidup dalam postmodern, sesuatu yang kita lihat maka itulah yang akan kita anggap benar, kita hidup di dunia dimana ideologi, idealisme seseorang bisa diukur lewat dari bagaimana dia bisa berkata dalam dunia media, media apapun itu baik dari fashion, kebudayaan, bahkan media massa. Tidak salah mengatakan bahwa dunia ini terbalik, seperti kapal titanic dalam film-filmnya namuan yang lucu adalah orang-orang yang ada dalam kapal titanic itu malah sangat berbahagia dalam kapal yang terbalik, padahal sebentar lagi kapal itu akan tenggelam.
Secara sederhananya mungkin seperti itu, sesuatu yang awalnya dibentuk melalui ide manusia malah membuat orang itu dikendalikan oleh idenya sendiri, misalkan teknologi diciptakan oleh manusia, mereka selalu melakukan inovasi melalui ide-ide mereka untuk mencari hal-hal yang bisa diciptakan, dengan ide itulah terbentuklah handphone hasil dari ide itu sendiri, nyatanya dunia post-modern handphone yang awalnya menjadi alat komunikasi agar bisa mengubungkan kita untuk berinteraksi dengan orang lain malah membuat kita semakin jauh, lihat saja begitu banyak orang-orang yang katanya “diskusi” atau istilah “ngopi” sibuk dengan dunia bisu yang realitanya hanya sibuk membentuk karakter dan kepribadiannya lewat sebuah media, merela lebih suka yang instan, tanpa mencari tahu lebih lanjut apa yang sebenarnya ada, apa yang sebenarnya terjadi.
Kita bahasakan ini seperi mcdonalds yang kita kenal menghasilkan makanan cepat saji yang dihasilkan oleh mesin, artinya hal ini yang kemudian membuat kita berfikir bahwa dunia ini sudah terjadi mcdonalisasi, manusia post-modern cenderung suka kepada sesuatu yang cepat saji, dan sangat bergantung kepada mesin. Lihat saja orang-orang post-modern yang tidak bisa hidup tanpa gadget, yang tiap bulan dikejar oleh deadline kuota yang harus dipenuhi, seakan tugas dosen yang mewajibkan mahasiswanya bahkan lebih dari itu, lihat saja mereka yang selalu memposting foto kebersamaan baik bersama teman atau yang lainnya faktanya ketika bertemu malah sibuk dengan dunia bisunya yang hanya tertawa “hahaha” lewat tulisan semata mereka sudah bahagia, apakah bahagia sudah seimajinasi itu?
Begitulah kehidupan orang-orang post-modern. Lalu pernahkan orang-orang post-modern bermain permainan kelereng yang seketika menang serasa menang juara olimpiade tingkat nasional, bagi masyarakat post-modern tidak akan kenal dengan dunia itu, dunia mereka sudah tergantikan dengan permainan-permainan yang membangun karakter malas, apatis, konsumtif dal hal-hal buruk lainnya, syukur-syukur apabila ada yang menjadi seorang programmer yang bisa menciptakan sesuatu artinya tidak hanya menjadi konsumtif tetapi produktif, ssehingga menjadi komoditas yang mampu bersaing di pasaran.
Namun apakah semuanya akan mampu menjadi produsen yang menghasilkan komoditas yang begitu dicari oleh customer? Ini kembali pada masyarakat post-modern itu sendiri. Kita lebih suka pada hal yang instan, sesuatu yang tampak oleh mata maka itulah sebuah kebenaran lihat saja bagaimana masyarakat post-modern membangun citrananya lewat media, dengan bermodal kuote-kuote mereka sudah mampu menunjukkan kualitas mereka yang katanya begitu layak untuk dijadikan seseorang yang berkelas, nyatanya dunia tidak sesempit itu, masyarakat post-modern dengan hal ini membangun politik provokasi yang dikemukakan oleh maxwebeer dengan mengandalkan media untuk mempromosikan dirinya.
Kita bangga dengan diri kita yang diperjual belikan di hadapan publik, kita merasa bahagia dengan itu selayaknya pemerkosaan mau tidak mau kita harus menikmatinya, suka tidak suka kita merasakan semuanya.
Mcdonal ala pemikir jalanan bukan dimaknai sebuah menu baru dalam masakan yang dicetuskan oleh pemikir, namun bagaimana pemikir mampu berfikir dalam ranah berfikir yang akan menunjukkan keadaan dimana ia berfikir.
0 Komentar
Kirimkan Artikel dan Berita seputar Sastra dan Seni Budaya ke WA 08888710313