Cerpen Dewi Sukmawati
“Bun, jangan lupa jajan pasar yang aku pesan yah”. Bunda pun menganggukan kepala dan pergi ke pasar. Saat bunda membuka pintu yang masih terkunci sejak malam, ternyata diluar hujan deras disertai gemuruh juga angin. Hati dan pikirannya bergelut. Haruskan ia berangkat menembus hujan di pagi ini. Atau ia harus menunda niatnya. Payung pun disodorkan dari belakang. “ini bun, hati-hati dijalan yah” ucap anaknya. Bunda pun menganggukan kepala. Ia membuka payung yang sudah tua juga keropos. Tak tau payung ini sanggup melindunginya atau tidak. Yang ia tau, payung ini adalah harapan satu-satunya untuk menuruti yang diminta anaknya.
Di pertigaan jalan menuju pasar, angin menghempaskan payung dari tangan bunda yang pucat kedinginan. Tak ada tempat berteduh disitu, bahkah tak ada angkot yang lewat untuk menampungnya. Terpaksa pula, bunda harus berjalan menelusuri jalan yang berhujan. Sampai dipasar, ia menemui penjual jajanan pasar dan memberikannya uang juga catatan kecil yang terbungkus plastik. Hal itu pula ia lakukan pada penjual sembako, sayuran juga daging. Saat uang dan catatan sudah tersebar, bunda menunjungi toko baju. Ia kembali menyerahkan catatan dan juga uang. Lalu penjual baju itu meberikannya gamis putih, kerudung putih, dan mukena putih. Setelah itu, ia menungggu hujan turun. Ia tak mau pakaian barunya terhujani langit karena ia ingin berhujan nanti bersama temannya sesudah hujan mereda.
***
“permisi, permisi. Apa ada orang didalam” ucap beberapa penjual pasar yang diberi catatan oleh bunda. Anak bunda pun membuka pintu dan berkata “iyah, ada yang bisa aku bantu pak, bu?”. “ini ada titipan dari bunda Puti. Apakah benar ini dengan anaknya?” ucap penjual. “iya pak, bu, saya anaknya. Makasih yah. Oh yah, emang bundaku dimana ya bu” tanya anak bunda. Tidak ada suara yang menjawabnya. Salah satu dari penjual menyerahkan catatan kecil. Lalu, mereka berpamitan. Karena hujan benar-benar reda anak perempuan bunda itu tidaklah khawatir. Pasti bundanya sedang berkunjung ke pemakaman ayahnya yang sudah tak lagi berbunga. Bunda memang paling perhatian menaburkan bunga di atas pemakaman ayahnya. Sambil menunggu bunda pulang, ia memakan jajan pasar yang telah bunda berikan. Setelah itu ia duduk dikursi depan jendela. Kursi itu hanyalah ada dua. Karena menurut bunda, bila seorang itu telah tiada maka kursinya pun harus tiada.
***
Bunda kini berada di masjid tempat ayahnya di sholatkan. Bunda pula menunggu adzan dhuhur berkumandang untuk segera menggunakan mukena baru yang ia beli. Sbelum itu, bunda mengambil air wudlu. Air itu rasanya sangat dingin. Tak hanya membuat tangannya kedinginan dan pucat. Tapi, kini badan dan wajahnya terasa dingin dan pucat. Di setiap langkah menuju ke masjid untuk sholat dhuhur, bunda selalu menyandarkan tangannya ke tembok. Setelah kembali ke tempat, bunda segera memakai mukena barunya dan sholat dhuhur berjamaah. Setelah sholat selesai, dingin yang bunda rasa benar-benar hilang. Dan rasanya ia tak merindukan lagi suaminya.
***
“inalillahi wa ina ilaihi rojiun, inalillahi wa ina ilaihi rojiun, inalillahi wa ina ilaihi rojiun. Telah meninggalnya Bunda karena sakit pada pukul 12.30. Semoga amalan beliau di terima disisinya” kabar itu terdengar dari masjid yang dekat dengan rumah bunda Puti. Anaknya pun segera berlari keluar. Tanpa berpikir apa-apa, ia langsung pergi ke masjid. Dan ternyata orang-orang di masjid melarangku menemui jasad bunda. Mereka hanya memberiku catatan. Lalu, aku membuka catatan itu yang berisi “Puti, kamu belum buka catatan bunda yang dititipkan ke penjual itu yah?”. Lalu, ia kembali pulang ke rumah dan membuka catatan yang dimaksud bunda “Puti, bunda pamit ke rumah bunda tetangga dulu yah. Soalnya bunda tetangga sedang sakit. Kamu jangan menyusul kesini. Jaga rumah saja. Bunda pergi hanya sampai semuanya selesai. Nanti, kita pasti akan duduk bersama lagi di dua kursi depan jendela hadiah dari bapakmu. Dan kamu jangan lupa, belanjaan ibu di masak dan jajannya dimakan yah Puti”
Dewi Sukmawati lahir di Cilacap, 21 April 2000. Sekarang sedang menempuh pendidikan di IAIN Purwokerto Fakultas Ekomoni dan Bisnis Islam jurusan Perbankan Syariah. Dia aktif di KSEI IAIN Purwokerto. Beberapa karyanya dimuat di Koran Merapi, Suara NTB, Pikiran Rakyat, Malang Post, Bangka Pos, Rakyat Sumbar, Simalaba.Net, Kabar Madura dan Nusantara News. Alamat di Desa Tambakreja Rt 02 Rw 01, Kecamatan Kedungreja, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.Email: sukmawatid608@gmail.com. No hp : 085392172671
\
“Bun, jangan lupa jajan pasar yang aku pesan yah”. Bunda pun menganggukan kepala dan pergi ke pasar. Saat bunda membuka pintu yang masih terkunci sejak malam, ternyata diluar hujan deras disertai gemuruh juga angin. Hati dan pikirannya bergelut. Haruskan ia berangkat menembus hujan di pagi ini. Atau ia harus menunda niatnya. Payung pun disodorkan dari belakang. “ini bun, hati-hati dijalan yah” ucap anaknya. Bunda pun menganggukan kepala. Ia membuka payung yang sudah tua juga keropos. Tak tau payung ini sanggup melindunginya atau tidak. Yang ia tau, payung ini adalah harapan satu-satunya untuk menuruti yang diminta anaknya.
Di pertigaan jalan menuju pasar, angin menghempaskan payung dari tangan bunda yang pucat kedinginan. Tak ada tempat berteduh disitu, bahkah tak ada angkot yang lewat untuk menampungnya. Terpaksa pula, bunda harus berjalan menelusuri jalan yang berhujan. Sampai dipasar, ia menemui penjual jajanan pasar dan memberikannya uang juga catatan kecil yang terbungkus plastik. Hal itu pula ia lakukan pada penjual sembako, sayuran juga daging. Saat uang dan catatan sudah tersebar, bunda menunjungi toko baju. Ia kembali menyerahkan catatan dan juga uang. Lalu penjual baju itu meberikannya gamis putih, kerudung putih, dan mukena putih. Setelah itu, ia menungggu hujan turun. Ia tak mau pakaian barunya terhujani langit karena ia ingin berhujan nanti bersama temannya sesudah hujan mereda.
***
“permisi, permisi. Apa ada orang didalam” ucap beberapa penjual pasar yang diberi catatan oleh bunda. Anak bunda pun membuka pintu dan berkata “iyah, ada yang bisa aku bantu pak, bu?”. “ini ada titipan dari bunda Puti. Apakah benar ini dengan anaknya?” ucap penjual. “iya pak, bu, saya anaknya. Makasih yah. Oh yah, emang bundaku dimana ya bu” tanya anak bunda. Tidak ada suara yang menjawabnya. Salah satu dari penjual menyerahkan catatan kecil. Lalu, mereka berpamitan. Karena hujan benar-benar reda anak perempuan bunda itu tidaklah khawatir. Pasti bundanya sedang berkunjung ke pemakaman ayahnya yang sudah tak lagi berbunga. Bunda memang paling perhatian menaburkan bunga di atas pemakaman ayahnya. Sambil menunggu bunda pulang, ia memakan jajan pasar yang telah bunda berikan. Setelah itu ia duduk dikursi depan jendela. Kursi itu hanyalah ada dua. Karena menurut bunda, bila seorang itu telah tiada maka kursinya pun harus tiada.
***
Bunda kini berada di masjid tempat ayahnya di sholatkan. Bunda pula menunggu adzan dhuhur berkumandang untuk segera menggunakan mukena baru yang ia beli. Sbelum itu, bunda mengambil air wudlu. Air itu rasanya sangat dingin. Tak hanya membuat tangannya kedinginan dan pucat. Tapi, kini badan dan wajahnya terasa dingin dan pucat. Di setiap langkah menuju ke masjid untuk sholat dhuhur, bunda selalu menyandarkan tangannya ke tembok. Setelah kembali ke tempat, bunda segera memakai mukena barunya dan sholat dhuhur berjamaah. Setelah sholat selesai, dingin yang bunda rasa benar-benar hilang. Dan rasanya ia tak merindukan lagi suaminya.
***
“inalillahi wa ina ilaihi rojiun, inalillahi wa ina ilaihi rojiun, inalillahi wa ina ilaihi rojiun. Telah meninggalnya Bunda karena sakit pada pukul 12.30. Semoga amalan beliau di terima disisinya” kabar itu terdengar dari masjid yang dekat dengan rumah bunda Puti. Anaknya pun segera berlari keluar. Tanpa berpikir apa-apa, ia langsung pergi ke masjid. Dan ternyata orang-orang di masjid melarangku menemui jasad bunda. Mereka hanya memberiku catatan. Lalu, aku membuka catatan itu yang berisi “Puti, kamu belum buka catatan bunda yang dititipkan ke penjual itu yah?”. Lalu, ia kembali pulang ke rumah dan membuka catatan yang dimaksud bunda “Puti, bunda pamit ke rumah bunda tetangga dulu yah. Soalnya bunda tetangga sedang sakit. Kamu jangan menyusul kesini. Jaga rumah saja. Bunda pergi hanya sampai semuanya selesai. Nanti, kita pasti akan duduk bersama lagi di dua kursi depan jendela hadiah dari bapakmu. Dan kamu jangan lupa, belanjaan ibu di masak dan jajannya dimakan yah Puti”
Dewi Sukmawati lahir di Cilacap, 21 April 2000. Sekarang sedang menempuh pendidikan di IAIN Purwokerto Fakultas Ekomoni dan Bisnis Islam jurusan Perbankan Syariah. Dia aktif di KSEI IAIN Purwokerto. Beberapa karyanya dimuat di Koran Merapi, Suara NTB, Pikiran Rakyat, Malang Post, Bangka Pos, Rakyat Sumbar, Simalaba.Net, Kabar Madura dan Nusantara News. Alamat di Desa Tambakreja Rt 02 Rw 01, Kecamatan Kedungreja, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.Email: sukmawatid608@gmail.com. No hp : 085392172671
\
0 Komentar
Kirimkan Artikel dan Berita seputar Sastra dan Seni Budaya ke WA 08888710313