Rosana Nurhuda Dewi
Kandang Bianglala
(selamanik)
Tanganku kuundakkan pada loket bapak ramah berkumis itu
Girang melihatku ria dengan gandengan tangan ibu
Kegiranganku ini disambut oleh pekikan burungburung tropis
Pekikan monyetmonyet yang riang bergelantungan
Seakan mereka ini temanku yang siap berbagi riwayat
Disetiap pojok tempat ini
Sahutan mereka kubawa pada tiap irama sepatuku
Mereka kukurung pada kandang bianglala
Kuajak pokameame, kuajak makan gulali
Dan kusahuti tiap bunyian mereka
Namun tak lama selang diriku dewasa, Bianglala itu ikut menua
Bersama pekikanpekikan yang mati dikandang mereka sendiri
Pabuaran, 14 November 2018
Rosana Nurhuda Dewi
Kota Seribu Lobang
Katakan padaku tentang naskah yang kau baca dulu
Lalu sehabisnya kau buang tibatiba
Esoknya kutanya ternyata benar kau ini pelupa
Tinta dalam kertas ini belum kering suntuk
Masih ada tinta yang menanda dirimu
Pada kolom paraf kesaksian
Pabuaran, 14 November 2018
Rosana Nurhuda Dewi
Kopi Kyai
Dua rakaat subuh takdzim pada kopi kyai pagi hari
Memunguti roti puisi yang hangat lagi mengakhirat
Merekalah rakaatrakaat
Yang terhitung dengan tintatinta malaikat
Seikat, sepikat, dengan rukuh dan kopyah
Dimanakah melangkah yang tak menapak?
Katakan padaku tentang ayatayat yang
Tertanggal pada hati yang berpagar kemunafikan
Purwanegara, 07 November 2018
Rosana Nurhuda Dewi
Dia Merindu
Ada sebuah rak yang candu denganku
Sering kali di malam malam lalu
Dia kirimkan surat lewat beberapa judul sunyi
Dia kabarkan tentang kertaskertas yang sepi
Dia kabarkan hujan yang tak membasahi tanah ini
Dia kabarkan mendung yang mencekam
Hirupkan lagi beberapa puisi agar aku tak mati
Didalam gulungan dada yang selalu lelah untuk bijaksana
Hadirkanlah satu buku saja
Dirimupun tak apa
Katanya
Purwanegara, 07 November 2018
Rosana Nurhuda Dewi
Lumpang
Satu dua biji kopi merekahkan aroma
Dia rundingkan dengan beberapa butir beras
Dan beberapa potong kelapa kiring
Kopi, beras, dan kelapa sibuk mengaroma di sanganan
Lalu alung ini dia pukulkan
Satu pukul, pecahlah
Dua pukul, hancurlah
Tiga pukul, lalu haluslah
Menjadi kopi bubuk yang mengenang
Pada lumpang
Pabuaran, 08 November 2018
Rosana Nurhuda Dewi
Tentang Khusyuk
/1/
Sepi menyepi dan rehat
Di hulu kali
Seekor capung menghisapnya
Ia terbang, menari dengan
Lenggokan pujian tuhan
Di sepanjang musim penghambaan
/2/
Pohon beringin dihalaman
Tengah bercumbu dengan
Ayunan yang berkelebat rindang
Doadoa ini seringkali terjatuh
Pada tengadah yang berjarikan daun kering
/3/
Sepi, tari, tuhan, dan ayunan
Khusyuk dalam ketundukan dan ketuhanan
Pabuaran, 07 November 2018
Rosana Nurhuda Dewi
Santri
Semalam aku berkenalan dengan shorof
Kami menikmati kopi bersama
Kami habiskan roti barang sepotong
Gula batu yang dia aduk mengawali kisah
Kita kian mencair pada malam yang dingin
Dan dia bercerita tentang di nadhomkannya dirinya
Oleh bibirbibir yang takdzim pada kitab kyai
Yang mereka beraga dalam kidung yang berlisan itu
Mereka berjalan atas ruh doa yang mengalun
Disepanjang masa penginsanan
Mereka terlelap atas dekapan tasbih zikir
Disepanjang putaran kalimatkalimat mesra tuhan
Mengaliri setiap jalan pada nadi detak kesyukuran
Pabuaran, 09 November 2018
Rosana Nurhuda Dewi
Bocahnya Dewa
(Rambut Gimbal Dieng, Banjarnegara)
Satu dua helai rambut ini menyatu
Hingga menyeribu
Setiap helainya dia katakan
Menjadi titisan dongeng nenek moyang
Menjadi titik akhir legenda tuan
Dalam dirinya ada kemakmuran tiap sayur yang dipanen
Dalam dirinya ada estetika pada tiap kebul kawah yang beraroma
Dalam dirinya ada cekam dingin yang menyejukkan tiap insan
Dalam dirinya ada embun yang beranjak dari ketidakwarasan malam
Jikakah benar gerbang antara siang dan malam adalah senja
Maka semua helai ini adalah pagar gerbang
Antara legenda dan kenyataan
Sudah berapa sisir saja yang ompong karenanya
Katakan, bocahbocah suci ini
Apakah kutukan?
Bukankah kemukjizatan, ditengah antah brantah?
Di antara milyaran pasir yang kita angap sama
Pun mereka mengada
Menjadi layang oleh empunya babad jawa
Pabuaran, 14 November 2018
Rosana Nurhuda Dewi
Kisah Hamba
Sajak ini berdaun kering
Mengikat beberapa debu yang hendak minggat dari sembahyangnya
Ketundukanku ibarat padi yang kian menua
Ringkih pada dosadosa
Menjelma kata pada lembaran kertas
Memaknai titik dari seuntai sajak
Memikul buku pada rakrak
Menapaki tanggatangga paragraf
Menjuduli tiap bongkahan cerita
Menjadi titimangsa persaksian waktu yang menjadikannya nyata
Hendak kemana gabahgabah nanti berkelana
Sedang nafas ini tengah tersengal
Diambang pembatas antara ada dan ketiadaan
Pabuaran, 30 Oktober 2018
Rosana Nurhuda Dewi
Gaza
Aku bernostalgia tentang peradaban dunia
Pada deru pedang dan kedamaian
Ada lontaran kalimat tauhid “allahuakbar!”
Tiadakan kami dalam ketauhidan
Bungkam tangisan bocah kami dengan susu instan barang satu tegukan
Beberapa kata menjadi saksi kelumpuhan untuk berkawan
Katakata doa, katakata tolong, katakata selamat tinggal
Bercampur menjadi cerita semu atas
Nyawanyawa persaksian
Pabuaran, 16 November 2018
Rosana Nurhuda Dewi. Dilahirkan di Desa Medayu Rt 02/III, Wanadadi, Banjarnegara pada 24 Oktober 1999. Sekarang sedang menempuh jenjang S1 di IAIN Purwokerto dengan program studi Pendidikan Agama Islam dan bergiat di Sekolah Kepenulisan Sastra Peradaban (SKSP), menjadi pengajar di Taman Pendidikan Qur’an Pondok Pesantren Al-qur’an Al-Amin Purwokerto, serta menjadi relawan KBM (Komunitas Belajar Mengajar) dalam bidang keagamaan, di Desa Karang Anyar, Patikraja kabupaten Banyumas. Puisinya pernah dimuat di Nusanataranews.co. Nomor HP. 085848386714. Alamat email rosananurhudadewi@gmail.com.
#puisi
0 Komentar
Kirimkan Artikel dan Berita seputar Sastra dan Seni Budaya ke WA 08888710313