Saya adalah seorang guru. Saya berasal dari keluarga guru. Ayah saya seorang guru Bahasa Inggris. Dia memiliki lembaga pendidikan yang sangat terkenal di kota Padang tahun 1960an-1990an. Tante saya pensiunan guru SMP di Batusangkar. Almarhum Om saya seorang guru honorer di SMEA di Padang dan Padang Panjang. Beberapa saudara saya, ipar dan sepupu saya, juga berprofesi sebagai guru.
Saya sadarnya terlambat. Sesudah lulus jurusan S1 jurusan Hubungan Internasional (HI) Unpad, saya baru sadar bahwa saya senang menjadi guru. Tadinya sebagai mahasiswa HI, saya bercita-cita menjadi diplomat, menjadi Duta Besar. Namun saya banting stir menjadi guru. Saya memilih menjadi guru. Saya jatuh cinta kepada profesi guru. Mengajar membuat saya bahagia. Dan itu yang saya cari. Menjadi bahagia. Bukan menjadi kaya, menjadi pejabat, atau menjadi orang terkenal.
Ambisi saya sederhana: menjadi guru yang baik. Itu saja. Bisa memberi dampak dan makna kepada murid-murid saya. Bahwa keberadaan mereka di kelas saya membuat mereka ingin belajar dan terus bersemangat dalam belajar. Ketika itu terjadi, dan ketika saya melihat perkembangan mereka, saya merasa bahagia luar biasa. Sebuah sensasi yang hanya guru yang tahu.
Saya mengajar sebagai guru honorer di pendidikan non formal di sebagian besar karir saya sebagai guru. Saya mengajar Bahasa Inggris di beberapa tempat kursus di Bandung. Saya pergi dan pulang mengajar dengan menggunakan angkot. Gaji pertama saya 64 ribu rupiah. Saya dibayar 4 ribu rupiah per jam mengajar. Untuk menambah penghasilan, saya mengajar privat dari rumah ke rumah. Saya kemudian menabung sampai akhirnya saya bisa mencicil motor. Saya tidak memiliki mobil. Satu-satunya mobil yang pernah saya beli adalah ketika saya berkuliah S3 di Amerika Serikat, yang waktu itu saya beli dengan cara mencicil dengan harga kurang dari 20 juta rupiah.
Sesudah 10 tahun mengajar, saya kemudian tertarik untuk mempelajari bagaimana guru belajar, tentang pendidikan guru dari awal karir hingga akhir karirnya. Saya tertarik tentang bagaimana guru bisa berubah dalam proses belajarnya. Saya terusik dengan fenomena pelatihan guru. Begitu banyak pelatihan-pelatihan guru dilakukan, namun banyak sekali yang tidak berdampak pada perubahan cara guru mengajar. Akibatnya, hasil belajar siswa pun tak banyak berubah.
Setelah enam kali mengalami kegagalan dalam aplikasi beasiswa, saya akhirnya berhasil mendapat beasiswa Fulbright untuk melanjutkan studi S2 tahun 2006. Saya kemudian belajar di Teachers College, Columbia University di kota New York, Amerika Serikat. Sesudah lulus, saya bekerja di Scarsdale School District, New York, salah satu daerah dengan sistem pendidikan negeri terbaik di Amerika Serikat. Saya mendesain kurikulum dan mengajar tentang global education di sana, berkolaborasi dengan guru-guru di semua jenjang, dari TK, SD, SMP dan SMA.
Saya kemudian terlibat aktif di program-program pendidikan calon guru di universitas. Saya mengajar, menyusun silabus, mendesain kurikulum dan program pendidikan guru. Saya pernah menjadi dosen dan dekan pendidikan guru di Universitas Sampoerna, Jakarta, dan menjadi instruktur dan asisten koordinator pendidikan guru di Michigan State University, tempat saya mendalami ilmu pendidikan guru dan ilmu kebijakan pendidikan. Saya pun sempat menjadi peneliti pendidikan guru, dan berkolaborasi dengan peneliti kelas dunia, termasuk dengan beberapa peneliti senior di Educational Testing Service (ETS).
Walaupun saya menjalani banyak peran dalam karir saya, termasuk menjadi Dirjen GTK saat ini, identitas utama saya adalah sebagai guru. Pada sebuah forum siswa di auditorium sebuah sekolah dasar sekitar 3 tahun yang lalu, anak saya yang berumur 5 tahun saat itu ditanya tentang pekerjaan ayahnya. Ia dengan bangganya berdiri dan menjawab dengan lantang bahwa ayahnya adalah seorang guru. Gurunya pun terkesima dan menceritakan peristiwa itu kepada saya. Ya, bagi anak saya, apapun pekerjaan ayahnya, identitas utamanya tetap sama. Ayah adalah seorang guru. Itu saja.
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024