BISMA GUGUR
Effendi Kadarisman
Aku, Srikandi, menyaksikan Resi Bisma
terpental dari kereta dan jatuh
di bumi yang lumpuh
Kudengar tadi teriaknya nyaring
memanggilku, “Amba!”
Dan panah dari tanganku meluncur deras
menancap di dadanya. Sekejap! Disusul
berpuluh panah Arjuna, suamiku, berdesing
bak kilat merajam merih lehernya
Lalu bendera putih dikibarkan di langit senja
Gemuruh perang mendadak berhenti
Dengan sisa napasnya, Sang Resi memandangku
dengan seribu sembilu kerinduan
Aku menunduk dengan mata iba dan hati teriris
Akulah si pembunuh!
Dengan mengantarnya ke gerbang kematian,
apakah yang kudapatkan?
Tak ada. Hanya luka dan sia-sia
Kulihat semua mendekat, memberikan
penghormatan terakhir
Duryudana memberikan bantal bersarung sutera,
dan Bisma menggeleng. Werkudara mengambil
setumpuk tameng, diletakkan di bawah kepalanya
Kulihat senyumnya mengembang, dan
lirik matanya mengarah ke jantungku
Kurasakan detak keras yang panas: ya,
akulah si pembunuh!
Aku tak tahu, apa yang ia bisikkan kepada
Arjuna, yang bersimpuh sambil
mendekatkan telinga
Bau harum pun memenuhi udara Kurusetra
Arakan awan merah—seolah langit merayakan
kelamnya permusuhan dengan warna darah
Tapi, bukankah itu juga lambang keperwiraan?
Ketika alam menjemput arwah pahlawan
dan membuka semua pintu nirwana?
Sesampai di gerbang Amarta, semua prajurit
meneriakkan namaku berapi-api, “Srikandi!
Srikandi! Srikandi!”
Ya, akulah si pembunuh!
Telah kudapatkan semuanya: luka dan sia-sia
Malang, 14 Juni 2021
Bionarasi Penulis
Effendi Kadarisman mendapatkan gelar Ph.D. di bidang linguistik dari Universitas Hawai tahun 1999, dengan menulis disertasi tentang puitika Jawa: Wedding Narratives as Verbal Art Performance: Explorations in Javanese Poetics. Selain menekuni linguistik, ia juga mencintai puisi. Ia telah menerbitkan empat antologi puisi: Tembang Kapang, Tembang Bebrayan (2007), kumpulan puisi Jawa modern; Uncommon Thoughts on Common Things (2020), renungan-renungan puitis dan terkadang konyol dalam bahasa Inggris; dan dua kumpulan puisi dalam bahasa Indonesia: dan Aurora di Kutub Utara (2010) dan Selembar Daun Hening (2020). (Antologi kedua ini sempat ikut lomba pada Hari Puisi Indonesia tahun 2021; dari 167 buku puisi, Selembar Daun Hening berhasil masuk ke tahap 15 nominees, tetapi gagal masuk ke tahap akhir: 5 buku puisi pilihan.) Puisinya “Sumpah yang Menggugah” dimuat di laman Sosmed Badan Bahasa Depdikbud pada bulan Oktober 2021. Sebuah puisinya masuk antologi puisi Seribu Tahun Lagi (2021); dan dua puisi lainnya masuk antologi Dunia: Suara Penyair Mencatat Ingatan—yang akan segera terbit di tahun 2022 ini. Sebagai guru besar di bidang linguistik di Universitas Negeri Malang (UM), Effendi pensiun pada bulan September 2020; saat ini ia adalah guru besar linguistik di Program Pascasarjana Universitas Islam Malang (UNISMA).
Asal kota: Malang
No. WA: 081 331 452 486
Akun Facebook: Effendi Kadarisman
0 Komentar
Kirimkan Artikel dan Berita seputar Sastra dan Seni Budaya ke WA 08888710313