PENERIMA ANUGERAH PUISI TERBAIK
Dalam Rangka Peringatan Konferensi Asia Afrika 18 April 2022
Kurator:
Kurnia Effendi | Panji Kuncoro Hadi | W. Tanjung Files
Puisi karya Yin Ude berani keluar dari gaya normatif dan retorik. Sebagai penyair, dia jeli menangkap sisi yang tidak mudah dilihat penyair lain, yakni sebuah peristwa ironik dari event konferensi yang dikenang sebagai sejarah perubahan kolonisasi bangsa. Potret Yin Ude lebih bergerak dan memberikan sengatan pedih dikaitkan dengan sang tokoh besar yang disingkirkan (Catatan Kurnia Effendi)
Sungai yang Menyeruak dan ‘Kan Menyeret
Karya Yin Ude
(1)
-1955-
Di bumi terbelah
Sungai pun menyeruak
Mengalirkan lelehan gunung salju barat-timur
Dan luapannya mengombak dalam dada seorang lelaki
Yang tegak di haluan perahu berbendera merah putih
Perahu itu melaju di bawah riuh langit
Yang penuh patahan sayap malaikat perkasa tersangkut moncong bedil, atap menara-menara nuklir
Tujuannya India
Birma
Sri Lanka
Pakistan
Lalu kembali dengan geladak penuh anak-anak Asia usapi air mata
Anak-anak Afrika yang coba membasuh takdir hitamnya
Di Bandung mereka berlabuh
Bersama lelaki itu dan perahunya
(2)
Kecambah di rimba
Dengan segera menjelma bunga
Yang sulurnya mengikat erat dua puluh empat pohon
Penopang panggung orkestra kemerdekaan, perdamaian dan ketertiban dunia
Tempat seorang konduktor ternama
Tegak mengayunkan tongkatnya
Matahari baru beranjak ke puncak langit
Ketika sebuah lagu menggema
“Mari Kita Lahirkan Asia Baru!
Mari Kita Lahirkan Afrika Baru!”
Menggetarkan rimba
Menghentak satwa-satwanya
Ada burung-burung membawa terbang dua nama ke angkasa:
Soekarno, Indonesia
Sekaligus menyebarkan sepuluh butir berlian
Untuk menyinari sejarah
(3)
-tahun 90-an, di Gedung Museum KAA-
Nelson Mandela mencari konduktor itu
"Di mana gambar Soekarno? Seluruh pemimpin Asia Afrika datang ke Bandung karena Soekarno. Di mana gambarnya?"
Sepi
Hanya wajah Ruslan dan Ali diam menyapa
Potret sang Konduktor itu telah diturunkan
Oleh tangan-tangan besi sebuah zaman
Yang hendak menyembunyikan sumber cahaya
Dari raut sumringah Indonesia suatu masa, di hadapan bangsa-bangsa
Tapi dunia
Dunia telah memajangnya lekat di dinding kenangan
Ada auman singa pula di atas podium
Dan Mandela pasti akan berangkulan kembali
Dengannya
Di ruang pencarian sesungguhnya:
Dada kita yang peduli sejarah
Yang selamanya menjaga, memampangkan segala apa adanya
Walau ditodong pistol penguasa
(4)
1955
Kita ada di tengah-tengah
Lalu menjadi pusat dunia
2022
Kita bersikukuh di tengah-tengah
Tapi dorongan demi dorongan menggeser pijakan
Kita hampir terjungkal
Sebentar terseret arus sungai tempat dulu sebuah perahu melaju dan gemuruh
Entah di belahan bumi mana kita akan terdampar
Sumbawa Timur, 14 April 2022
Yin Ude, asal Sumbawa Timur, NTB. Menulis sejak tahun 1997. Tulisannya termuat di media cetak dan media online dalam dan luar Sumbawa. Memenangkan beberapa lomba, antara lain Juara 2 Lomba Cipta Puisi Bulan Bahasa Himapbi Universitas Asy’ariah Mandar (2021) dan Anugerah Cerpen Terbaik Negeri Kertas (April 2022). Karya tunggalnya yang telah terbit adalah Buku Sepilihan Puisi dan Cerita “Sajak Merah Putih” dan Novel “Benteng”. Puisinya dapat dibaca pula dalam antologi bersama yakni Antologi Puisi “Seribu Tahun Lagi”, Antologi Puisi “Genta Fajar”, Antologi Puisi Plengkung: Yogyakarta dalam Sajak, Antologi “Hujan Baru Saja Reda”, Antologi “Jejak Puisi Digital”, Antologi Puisi “Para Penyintas Makna” dan Antologi Puisi “Jejak Waktu”. Beberapa buku lainnya dalam proses terbit.
0 Komentar
Kirimkan Artikel dan Berita seputar Sastra dan Seni Budaya ke WA 08888710313