Puisi Lalik Kongkar
| Dijebak Kata
Pernah satu masa aku percaya
Pada mulut yang fasih menghafal kata
Meramu dengung dan gumam fana
Tentang aroma-aroma rasa
Yang diseduh dalam cawan penuh dusta
Kemudian aku mulai mengekang ragu
Dalam cengkeraman jemari yang merangkai kata
Untuk sejenak meletakkan rasa pada risalah semu
Hingga terpenjara prasasti rekayasa
Dan leburkan asa bersama lara
Perlahan aku pun beralih haluan
Bahwa rasa hanya boleh diletakkan pada lidah
Yang tak pernah menaruh muslihat
Pada setiap yang berharap
Untuk meneguk sebuah kejujuran
Pada akhirnya jiwaku memasrah
Sebab hati telah dijebak barisan kata
Dari mulut dan jemari hingga terluka
Yang meski tak berdarah
Namun sisakan gores amat dalam
Biarkanlah Kau yang Menungguku
Setiap bait nada rinduku
Ku jahit dalam sebuah rajutan cintaku padamu
Untuk tiap kata-kata cinta
Yang selalu datang saat aku memikirkanmu
Akan ku pantulkan dengan cermin kesetianku
Agar aku terhindar dari rindu yang menghampiriku
Kan ku biarkan kau yang menungguku
Kan ku coba bagaimana kesetianmu
Agar kau bisa merasakan
Bagaimana rindu itu sebenarnya
Agar kau dapat mengerti apa kesungguhan
Bukan sebuah kepalsuan bukan candaan
Yang kau tuduhkan kepadaku itu
Inilah rasanya rindu
Memberatkan diri membuat cemburu
Inilah rasanya rindu
Biarkan kau yang menungguku
Pena Cinta
Aku ingin menulis
Menuangkan ribuan kata nan telah mengapung dalam sukma
Aku ingin terus berkarya
Menghadirkan makna dalam goresan tinta
Aku ingin tertawa, tersenyum bahkan menangis melihat keakraban antara pena, kertas, tinta dan kata
Meski Tuhan membutakan kedua mataku
Aku sanggup melihat dengan mata penaku
Meski Tuhan melenyapkan bunyi pada daun telingaku
Aku masih sanggup mendengar dengan gesekan mata pena mencabik gumpalan tinta
Meski Tuhan membisukan bada dari pita suaraku
Aku masih sanggup bicara dengan goresan tintaku bersama kata
Meski Tuhan memancung kedua kakiku kaku
Aku masih sanggup berlari dengan jemari mengayunkan penaku
Aku masih sanggup berkata “Aku masi sanggup hidup!”
Meski tanpa mata
Meski tanpa bicara
Meski hening tanpa suara
Meski harus mematung dalam diam
Ya, aku masih sanggup berkata “Aku sanggup!”
Tapi bagaimana jika aku kehilangan salah satu dari mereka?
Kehilangan tinta mengisi pena
Kehilangan pena menggoreskan kata
Kehilangan kata-kata menjadi makna
Atau kehilangan kertas menjadikan karya
Penantian Tiada Arti
Saat keinginan berlayar tak tertahan
Ku bawa hati mengarungi samudera nan terbungkus awan
Indah, seindah rasa menyelimuti harapan
Tentang asa, cita-cita dan masa depan
Ku penuhi perahu dengan segumpal cinta
Ku gantungi secercah cahaya sebagai penyerta
Ku hiasi dinding-dindingnya dengan rindu yang sejuta
Ku ayuh sesekali dengan cemburu dan air mata
Dan…
Ketika perahu terlalu sarat akan beban
Ketika terbentuk hasrat memiliki perahu tambahan
Ketika aku tak sanggup mengayuh sendirian
Aku tergulung ombak demikian kencang
Terguncang keras menerpa bebatuan karang
Meninggalkan cerita tentang harapan terbuang
Mengikis gumpalan cinta yang terlanjur memberi terang
Lalik Kongkar <paskaliskongkar@gmail.com>
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024