BERSETUBUH DENGAN TIKUS
kami harus bersetubuh dengan tikus ini
di atas ranjang terowongan dapur rapuh
berselimutkan tanah merah
birahiku langsunh melepuh
sungguh sudah berminggu-minggu
kukunyah habis spermamu jadi berita utama
di layar televisi, surat kabar, dan media digital
sehingga puisi yang malam ini kutulis
terbuang (percuma)
ditelan dengkur tidurmu
Pamulang, Senin, 18 April 2016
TANAH LOT
telah kutempuh namamu
lewat cuaca dan mata
hingga suara laut pun
turut mengisi dongeng swastika
alangkah lembut
dunia yang lega
katakanlah
seperti indera kita
menyingkap sejarah iba
kutukan macam apa lagi
membuat bintang-bintang berguguran
di serambi pura
sedang keheningan anak-anak pantai
telah menyatu dengan mesra
menyebar jejakmu kecil
di masa lampau
kini tinggal kita yang bertekad
waktu kau hapal keterasinganku
cemas berlumur darah
sebagai layaknya matahari siang
surut di dada
kita pagutkan rindu ini
sebelumnya akhirnya
ia akan membatu
Denpasar, 1980
DI KOTA BANGLI SUATU SORE
-sajak duka bagi made anom-
jangan kau paksa aku
untuk bertanya
mengapa terjadi cuaca !
dalam suasana pasrah seperti ini
terminal yang esa
biarkan mengetuk-ngetuk pintu
bagi setiap penjelajah
menanti tergelincuhnya senja
memohon seribu dugaanmu
Denpasar, 1980
SUNGAI MUSI SUATU MALAM BERKABUT
sungai musi suatu malam
tanpa mata
berkabut putih- seperti lelehan lepra
sungai musi kubawa tidur lelap dalam sajakku
yang selalu berucap ;
selamat datang penderitaan
selamat datang kesengsaraan
Palembang, 2016
TUBUHKU BERSATU DENGAN SUARA OMBAK LAUT SUNDA
kami datang
membawa sebungkus dendam
menyusuri pasir dan injakan karang tegar
sunyiku tak mendaki matahari pagi
sejak dalam perjalanan tadi
sahabatku bercerita rakyatku menyedot minyak bumi
dua puluh tahun kemudian kita akan krisis pangan
di negeri khatulistiwa (dua sahabat karib tetap menyodorkan wajahnya untuk dilukis di muka wajah laut)
di atas meja bundar
gelas demi gelas dihidangkan hiruk pikuk suara ombak laut selat sunda
dingin
mengerikan
kami harus hidup dengan roh rendah hati
Pamulang, 2016
RUMAH DOA (bag.pertama)
di atas bantalan batu-batu dan pasir biru
jadilah sebuah rumah rapuh
ke sana kubangun mimpi-mimpi luruh
alangkah keruh nyanyian penyair pilu
keluh kesah masa laluku
RUMAH DOA (bagian kedua)
di atas batu dan pasir biru
kubangun mimpi-mimpi kudus
enam abad butuh waktu
untuk menjenguk Tuhan
di muka pintu
kemana gerangan doa-doa itu
melayang siang dan malam
DOA PAGI
seribu hantu menyerbu diriku
saat bertelut
menghadap mezbah Tuhan
dengan kata-kata menghujat berlumur dosa memerah
yang makin melumpuhkan tubuhku
untuk berucap doa-doa sambut matahari pagi
UPAH DOSA
airmata mengalir ke sebuah situ
berlabuh dalam rahang otak
musim kemarau
sudah dua abad maut mau meledak
lewat sekilas berita
o, aku jadi teringat
uang tiga puluh keping perak
untuk si pengkhianat yang menjual kepalsuan
bagi Tuhan
SAJAK JUMAT SORE
saat sembahyang menutup matahari terbenam
kubayangkan tubuhku tergantung di tiang bukit tengkorak
sementara di luar jendela hujan deras
makin membuat hatiku gelisah
untuk pulang menuju ke pembaringan malam
Bekasi, 2015
BANDARA INTERNASIONAL CHANGI
1
lihatlah toko-toko siang ini sudah berdandan
mau tunggu apa lagi mahluk dungu
jasad makin usang sepanjang landasan
permadani batu
tak beri salam tuli
kumpulan kaki yang payah
2
percakapan riuh kulipat rapi dalam kopor
menyedot sepi kian berlemak
sampai dari jarak begitu dekat
supir airbus menggosok-gosok jantung
pesawat belum menembus lapisan kaca
oi, ada bau lonte
kuku-kuku birahi
di sini tanpa beban
sebuah benua dirobek-robek
Singapura, Desember 1996
DARI SINI
ketika tiba kudaku dicambuk bulu-bulu
beranda stasiun yang lugu
makin mengeras bumimu berlapis-lapis
pacu! ayo! pacukan kudaku sarat racun tumbuhan
menuju gurun perang
sampai terkencing mata uang logam
logikaku terus berlari
berlari
mendaki matahari di kaki mall yang terbakar
faktur-faktur gemerlap
perjalanan kilas balik sudah basi
giliran lewat siapa harus berkemas
dari atas tenda pencuri kembang-kembang gula
ataukah menggilas rakus
roda-roda aspal
tercatat biodata dengan air tinta merah
aku melirik
tangannya adalah ratusan mercon
siap meledak
dalam saku celana
Johor Baharu, Malaysia, Desember 1996
KHOTBAH
di sebuah kaabah Tuhan
yang dibangun zaman batu
firman kebenaran dihembuskan
pada musim kering
akupun jadi terinspirasi.
Bekasi, 1997
SAJAK PERJALANAN EPISODE PERTAMA
badai mengamuk
dari mulut sungai tak tercatat dalam kitab
wajahmu membatu batasi bibir laut
aku sendiri bahasa bisu,suara protes
seperti angin berlalu
membujuk ke kancah perang
tak bermimpi permukiman-permukiman kumuh
serangga liar yang lapar
dan orang-orang sudah ditidurkan
di sebuah negeri gaib
pada zaman abad terbalik
masihkah penyair berpolitik,tanya Mr.Asart
sesal dibanting di trotoar jalan
perkawinan retak
terbentur dinding kapal
Singapura, Desember 1996
SUNGAI BATANGHARI DALAM PUISI
mendayuh sampan ke muara
matahari tercemar
sepanjang sejarah pantai timur sumatera
nelayan telah kehilangan pelabuhan
dalam kenangan digelar jembatan terpanjang
tempat menjerat mimpi-mimpi teduh
di dasar sungai dari hulu hingga ke laut
ikan-ikan tak pandai berenang
situs-situs
tercecer
menunggu janji sakti
Jambi, 1980
TRAUMATIK
stasiun radio kuusung dari belakang punggung
unjuk gigi hewan-hewan melata
matahari mengepulkan asap hitam
bencana berantai
tidurku meninju bulan yang berdarah
membuntingi pohon tunggal
perawan bertekuk lutut
perut ditikam belati
kehilangan air mani
kabar celaka
membuatku makin menarik minat
membenturkan geger otak ke dalam kulkas
kebaktian sudah genap
bapak menggali kuburan riuh
saudaraku menjala pertempuran
badai gurun
jasad beradat penuh
terbaring angkuh
di atas papan catur
berkembangbiaklah bumi yang labil
turut berenang di dalam lautan tak bertepi
ataukah menelan bunga-bunga karang
tanyaku waktu itu
mengapa dewa-dewa rajin mabuk
menjaga pintu kematian
sekian waktu dikhianati
jadi suatu dongeng
huruf-huruf lumpuh di lembaran koran
aku kecurian tanah-tanah pijak
sepuluh tahun kubangun jadi tugu hijau dihatimu
mencair
untuk penyair atau penginjil
Bekasi, Juli 1997
PERTEMUAN II
siapa mau bersajak
tiang-tiang beton salah dihapalkan
penyanyi beriman, itu pikiran pertama
menyergap percakapan di pintu rumah
satu abad kemudian
sepotong ginjal tak bernilai jual
potret semua perkawinan retak
setia bersetubuh dengan birahi angin
Bekasi, 1997
.
PERTEMUAN IV
mari kita membangun kapal besar di atas gunung batu
suatu pertemuan ribuan jam terbang
sibuk mencuri buah jarum
dari dalam perut laut
kemarin disodorkan
daging adat
sekarang kesetiaan darah anggur
harus dipikul rata
HUJAN HATIKU GELISAH INGIN TURUN KE SAWAH
sejak kemarin sudah kulakoni
rumah tangga yang hancur
menyebar firman-Mu melalui media digital
menjadi teladan bersolek di kaca di gereja
lalu berbicara dengan suara lantang;
anak-anak di damaskus suriah yang kelaparan
anggaran negara defisit Rp 290 triliun
hingga PHK massal bertabrakan dengan kendaraan di jalan
pagihari ini
semua jadi berubah total
kulihat air rawa
di tubuhnya ada sawah
perahu berlayar
dengan pose seperti seekor macan
menyesal dan harus berdiam
seperti keterasingan diri.
Pamulang, Februari 2016
-----------------------------------------------------------------------
Biodata :
Pulo Lasman Simanjuntak, dilahirkan di Surabaya, 20 Juni 1961.Menempuh pendidikan di
Sekolah Tinggi Publisistik (STP/IISIP-Jakarta).
Belajar sastra secara otodidak.Hasil karya sajaknya pertama kali dipublikasikan sewaktu masih duduk di bangku SMP, yakni dimuat di ruang sanjak anak-anak Harian Umum Kompas tahun 1977.
Kemudian pada tahun 1980 sampai tahun 2022 sajak-sajaknya mulai disiarkan di Majalah Keluarga, Dewi, Nova, Monalisa, Majalah Mahkota, Harian Umum Merdeka, Suara Karya, Jayakarta, Berita Yudha, Media Indonesia, Harian Sore Terbit, Harian Umum Seputar Indonesia (Sindo), SKM.Simponi, SKM.Inti Jaya, SKM.Dialog, HU.Bhirawa (Surabaya), Koran Media Cakra Bangsa (Jakarta), Majalah Habatak Online, negerikertas.com, Harian Umum Utusan Borneo, Sabah (Malaysia) , Portal Sastra Litera.co.id, ayosekolah.com, KABNews.id, bicaranetwork.com, brainly.co.id, wallpaperspeed.id, majalahsuluh.com, sudutkerlip.com, myberitaraya.blogspot.com, beritarayaonline.co.id, kompasiana.com, antaranews.com, kliktimes.com, suarakrajan.com, widku.com, literanesia.com , hariandialog.com, bisnistoday.co.id, sepenuhnya.com, ruangpekerjaseni.com, majalah digital Apajake, matamata.co, borobudurwriters.id, majalah digital Elipsis, cakradunia.co, narasipos.com, potretonline.com, indonesiana.id, spektrum-ntt.com, spektrumnasional.com, majalah bulanan Jurnal Pemuisi (Malaysia), haluankita.com, agapetanpabatas.com, lopocogito.blogspot.com, kibrispdr.org, Jurdik.id, yz.dhafi.link, s
pronusantara.com, penakota.id, harianhaluan.id, id.beritayahoo.com, koranpelita.com, serta poskota.co.
Buku kumpulan sajak tunggalnya yang sudah terbit “Traumatik”(1997), “Kalah atau Menang” (1997), “Taman Getsemani”(2016), "Bercumbu Dengan Hujan ” (2021), "Tidur Di Ranjang Petir" (2021), " Mata Elang Menabrak Karang" (2021), "Rumah Terbelah Dua " (2021).
Sajaknya juga termuat dalam 15 Buku Antologi Puisi Bersama Penyair di seluruh Indonesia. Pada saat ini tengah persiapan untuk penerbitan Buku Antologi Puisi ke-8 berjudul "Bila Sunyiku Ikut Terluka" (2022).
Namanya juga telah masuk dalam Buku Pintar Sastra Indonesia Halaman 185-186 diterbitkan oleh Kompas (PT.Kompas Media Nusantara) cetakan ketiga tahun 2001 dengan Editor Pamusuk Eneste, serta Buku Apa & Siapa Penyair Indonesia halaman 451 diterbitkan oleh Yayasan Puisi Indonesia dengan Editor Maman S Mahayana dan Kurator Sutardji Calzoum Bahchri, Abdul Hadi W.M, Rida K.Liamsi, Ahmadun Y Herfanda, dan Hasan Aspahani.
Saat ini sebagai anggota Dapur Sastra Jakarta (DSJ) , anggota Sastera Sahabat Kita (berpusat di Sabah Malaysia) Ketua Komunitas Sastra Pamulang (KSP), dan bekerja sebagai wartawan media online.
Email : pulo_lasman@yahoo.com
HP : 08561827332
0 Komentar
Kirimkan Artikel dan Berita seputar Sastra dan Seni Budaya ke WA 08888710313