JATUH HATI (4)
Oleh: Dyah Kurniawati
“Gimana Mas Gilar, bisa ya please...,” pinta Pak RT penuh harap.
Sengatan listrik bertegangan tinggi merambati setiap nadiku. Kupejamkan mata sesaaat tanpa bernafas. Keringat dingin mengaliri punggung, kemejaku basah.
“Hlo.... Mas Gilar kenapa pucat amat, sakit?” Pak RT menatapku khawatir.
“Masuk angin mungkin, tadi malam lembur sampai jam satu,” jawabku sekadarnya sambil terus terpejam.
“Ehm, kalau sakit segera istirahat Mas. Biar nanti sore lebih segar melamarkan Sekar Kinasih untuk saya, hehe...,” canda Pak RT tak lucu.
“Baiklah, Insya Allah Pak.”
Akhirnya keluar juga jawaban dari mulutku yang tak sesuai dengan suara di pojok kalbu. Meredam getaran dada menahan gejolak rasa yang hebat. Antara menerima permintaan Pak RT atau menolaknya. Simalakama, aku disuruh menemani melamar pujaan hatiku untuknya. Disaat aku mau berangkat melamar untuk diriku sendiri. Sungguh membagongkan.
Pak RT pamitan aku masih linglung, tubuhku seakan terbang ke angkasa raya. Ringan sekali badan ini, membumbung tinggi bak layang-layang di pontang-pantingkan puting beliung. Kepala berputar tak tentu arah. Ribuan kunang-kunang berterbangan di depan mata sebelum dunia menjadi gulita.
Samar-samar terdengar keramaian. Kubuka mata walau sangat berat, sedikit kabur karena sesaat hilang kesadaran. Beginilah nasib jomblo di rumah sendiri. Beruntung segera tersadar walau masih ambyar. Di halaman rumah sebelah terparkir dua mobil berplat luar kota. Riuh suaranya kuabaikan karena gejolak dalam batin lebih dahsyat.
Kuurungkan niat silaturahmi ke rumah sebelah pagi ini. Kondisi tubuh tidak memungkinkan, apalagi rasaku. Sepertinya di sana juga lagi menerima banyak tamu. Kupaksa kaki berdiri dengan tangan tetap memegangi kursi, merambat tembok menuju pintu. Sambil menyandar di samping pintu, kuambil kunci di saku kemeja. Pintu terbuka dan segera kukunci kembali. Kuarahkan kaki ke kamar, tubuh rebah kasar di kasur seperti ada magnet yang menariknya kuat.
Amburadul rasaku saat ini. Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Masih dengan terpejam kuurai kejadian hari ini. Mencoba menguatkan hati, yakin Allah sedang menguji kesabaranku. Jadi ingat pepatah Jawa bahwa,“Lakon Menang Keri”. Perlu melewati jalanan terjal dan berduri untuk menuju kemenangan. Sebelum menjadi kupu-kupu cantik harus berwujud ulat yang menjijikkan dulu. Kucoba mengambil perumpamaan untuk mengurangi sesak di dada, sebelum stress melanda.
Jam di tembok sudah mengarah ke angka satu. Berarti sudah beberapa jam aku menangisi nasib tanpa menangis. Segera bangkit menuju kamar mandi, akan kugelontor segala kesedihan ini. Mandi keramas untuk mengembalikan aura kegantengan yang baru saja luntur karena kejutan dari Pak RT. Semangat, pasti aku akan memenangkan pertarungan ini. Harus sportif, akan kutunjukkan jiwa jentelmen . Tak ada kata cengeng dalam diri Gilar Gumilar. Laki-laki harus sekuat Spiderman bukan berjiwa Hello Kitty.
“Semangat Gilar, kamu pasti akan menang!” Gumamku lirih sambil menyambar handuk di jemuran.
Keluar kamar mandi terasa segar, bagai terlahir kembali dengan semangat baru.Tak lupa menyeduh kopi untuk menambah gairah di diri. Sembari mengeringkan rambut, kusenandungkan lirih Jatuh Hati-nya Fileski.
JATUH HATI
rindu bukan perkara jarak
bukan soal bertemu atau tidak
kamu adalah cahaya
nampak tapi berjuta jarak
dalam gelap aku diam
mengintip kau yang bersinar di sana
aku selalu rindu kamu
meski kau tak pernah menganggapku
aku tak sanggup untuk katakan sayang
meski dalam hati ku ingin kau tau
mungkinkah aku sanggup men
Kopi habis tubuh teraliri energi gres, kulanjutkan dengan Zuhur. Perut yang keroncongan segera terisi sepiring nasi penuh beserta lauk-pauknya. Tubuh perlu asupan gizi demi menghadapi hidup yang sebenarnya.
*****
Jam empat sore duduk di kursi teras, menunggu Pak RT datang menjemputku. Aku sudah siap jiwa raga, karena lamaran Pak RT bukan akhir dari segalanya. Pasti banyak pertimbangan dan perlu dipikirkan oleh pihak Sekar Kinasih.
Sekitar sepuluh menitan motor Pak RT sudah terparkir di halaman rumahku. Sengaja ke rumah sebelah cukup jalan kaki, dua puluh langkah sudah sampai. Wajah Pak RT sangat cerah, batik coklat celana hitam membuatnya lebih dewasa dari umur sebenarnya. Selisih dua tahun diatasku. Kebetulan nasib kita sama-sama duda. Bedanya Pak RT cerai hidup, sedangkan aku cerai karena dipisahkan oleh takdir. Bahkan Pak RT sebelumnya sudah menikah dua kali .
“Gimana Mas, berangkat sekarang yuk...,” pinta Pak RT tak sabar.
“Oke, semoga mendapat keputusan yang terbaik dari Allah, aamiin....”
Aslinya aku berdoa untuk diriku sendiri. Kalau kita mendoakan kebaikan untuk orang lain, otomatis kebaikan itu pasti akan menyertai kita juga. Mencoba melakukan kebaikan untuk menuai kebaikan setelahnya.Yakin seyakin-yakinnya.
Memasuki gerbang rumah Sekar Kinasih bergetar di dada. Kulirik yang disampingku langkahnya seperti berangkat maju perang, semangat empat lima. Tak lupa dalam hati aku berzikir, semoga langkah hari ini membawa kebaikan untuk semuanya. Berharap nasib baik membersamaiku.
Tanpa terasa langkah kami sudah sampai di pintu yang terbuka lebar. Gelaran tikar masih belum dilipat, mungkin karena menerima tamu dua mobil tadi siang. Kulihat si pujaan hati sedang membereskan gelas air mineral yang berserakan di atas tikar. Jantungku berdegup kencang kala Sekar Kinasih melirik ke arahku, bukan ke Pak RT. Mata Pak RT jelalatan memandangnya. Astagfirullah, segera kutundukkan pandangan mencoba menyimpan kembali rasa indah di lubuk sanubariku.
“Assalamualaikum, Dik Sekar...,” Pak RT mengucap salam dengan genit.
“Waalaikumsalam, mari masuk. Sebentar saya panggil pakdhe dulu...,” jawab doi bergegas masuk, kurasa dia tak nyaman dengan tatapan nakal Pak RT.
Setelah Sekar beserta pakdhe budhenya berkumpul menemui kami, Pak RT mengutarakan maksud dengan percaya diri. Konsentrasiku buyar ketika memergoki Sekar berkali-kali mencuri pandang ke arahku. Bukan Ge-eR tapi ini memang fakta. Degub jantung kembali bertalu, lebih kencang dari suara percaya diri Pak RT.
“Kedatangan saya ke sini tak lain ingin meminang Dik Sekar, untuk jadi istri saya. “
Spontan Sekar, pakdhe dan budhenya bersamaan menatapku. Batinku bergejolak manja, ada apa ini?
“Hem, terima kasih atas niat baik Pak RT. Kali ini saya tidak bisa memutuskan sendiri karena yang menjalani adalah Sekar. Nanti kalau sudah ada jawabannya kami akan menghubungi jenengan secepatnya,” jawaban pakdhe bijak sekali.
“Oh iya pakdhe, kira-kira kapan ya saya bisa kesini lagi menjemput jawaban dari Dik Sekar. Hehe...,” tanya Pak RT membuatku ikut malu. Mata beliau tak lepas dari Sekar yang terus menunduk.
“Begini, mohon maaf sebelumnya. Saya sampaikan juga bahwa tadi siang Bagaskara, kembaran Prabaswara datang ke sini bersama keluarga besarnya. Selain menjenguk Sekar, juga punya maksud sama dengan Pak RT.”
“Maksudnya gimana ya...,” Pak RT terkesiap.
“Karena Bagaskara belum menikah, maka pihak keluarga besar meminta Sekar untuk menjadi istri dari kembaran almarhum suaminya tersebut.”
Pak RT terperanjat dengan keterangan pakde, aku pun terkejut. Ternyata lamaran Pak RT sudah ada yang mendahului. Beruntungnya Sekar sehari ada dua yang melamar, tiga denganku tapi mundur dulu. Mengalah untuk menang.
Madiun, 28 September 2022
# teks Jatuh Hati adalah lirik dan lagu karya Fileski.
Dyah Kurniawati lahir dan bermukim di Madiun. Menggilai fiksi sejak berseragam putih merah. Lulusan Pend. Bahasa dan Sastra Jawa ini mencoba selingkuh ke sastra Indonesia, tapi tak kuasa lepas dari hangat pelukan sastra Jawa. Menulis geguritan, cerkak, esai, cerita lucu juga menulis puisi dan cerpen. Bisa disapa di https://www.facebook.com/dyah.kurniawati.948.
0 Komentar
Kirimkan Artikel dan Berita seputar Sastra dan Seni Budaya ke WA 08888710313