Antologi Cerpen: Kota Hati
•••
Buku ini bercerita tentang banyak hal, mulai dari persoalan cinta hingga sosial dan politik, sebuah buku yang kental dengan aroma humanis. Semisal rekaman peristiwa yang dituangkan dalam cerita dan membicarakan konflik batin. Permasalahan kehidupan dan pertentangan batin manusia dikemas secara apik dalam cerita. Semuanya menyatu dan tersaji dengan indah di banyak dialog.
Ketika mulai membaca buku ini, saya dibuat terkejut membaca sebuah frasa :
"Aku lebih takut dicintai dari pada mencintai, sebab mencintai itu upaya memberi, tapi dicintai harus ada kesiapan menerima. Menerima tak cukup menampung pemberian melainkan ia harus bertanggungjawab dan merawatnya. Dan aku lelaki yang hidup tanpa kekuatan untuk dicintai."
--- Dawan kepada kekasihnya, Titian. Dua tokoh utama dalam "Lelaki yang Menolak Dicintai" (hal. 1).
•••
Entah mengapa, Dawan mengingatkan saya dengan Zainuddin dalam novel "Tenggelamnya Kapal Van der Wijck". Keduanya, bagiku, adalah laki-laki yang dihadapkan pada rasa insecure, karena di dunia nyata, rupanya, memiliki cinta saja tidak cukup untuk bersanding dengan pujaan hati. Meski dalam novel Buya Hamka Hayati "terjebak" oleh adat istiadat Minang, Titian dalam cerita ini juga mengalami konflik batin yang tak kalah hebat dengan Hayati.
Seperti halnya mahasiswa pada era 2000-an (Beliau kuliah di UMM, Makassar, angkatan 2004), background pemikiran penulis buku ini juga sarat dengan ide-ide "perlawanan" pada kemapanan, budaya pop dan status quo. Semua terbaca dengan jelas di banyak fragmen dialog dan narasi.
Perlawanan pada budaya pop, misalnya, bisa kita baca di "Luka Valentine" (hal. 117), "Jerawat Semester Akhir" (hal. 18), politik dan wajah keadilan pada cerpen "Pekuburan Resah" (hal. 52), pemikiran tentang PKI dan filsafat pada "Wanita Pengirim Senyum" (hal. 10) dan beberapa cerpen lain.
Nah, jika kita ingin memahami pemikiran mahasiswa di era awal tahun 2000-an, maka kita bisa memahami mereka melalui buku ini. Bukan, bukan dalam bentuk opini yang kaku, tentu saja, melainkan berupa cerita pendek yang lebih melankolis dan hidup.
Eh, ia, ada banyak dialog dan kutipan baper lho di buku ini. Baca saja.
...
Judul buku : Kota Hati
Penulis : La Ndolo Conary
Penerbit : Rumah Bunyi
Cetakan : Pertama, Januari 2021
Tebal : 138 hal
BIOGRAFI
Wahyu Sastra, nama pena, lahir di pulau Lombok tahun 1982. Mulai suka menulis saat kuliah di Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin, Makassar. Suka melukis, membuat sketsa, karikatur, berkebun dan aktif di kegiatan konservasi alam di Portir Indonesia Internasional, sambil sesekali menulis dan bekerja paruh waktu sebagai kurator. Mulai menulis dengan gaya "surealis" di cerpen dan gaya "mantra" di sajak. Beberapa karyanya dimuat di beberapa media cetak dan online. Tahun 2022 ini membukukan buku Trilogi Raindu (Kumpulan Puisi).
Penulis bisa dihubungi di :
Email : ayahnailah82@gmail.com
Telpon : 085337487477 dan 083117143064
Instagram : wahyusastra.penulis
Facebook : Wahyu Sastra
Tweeter : @wahyupenulis07
0 Komentar
Kirimkan Artikel dan Berita seputar Sastra dan Seni Budaya ke WA 08888710313