P E N C E M B U R U | AR. Zanky
aku cemburu pada serbuk sari yang begitu khidmat
membuahi rahim alam
hingga buah-buah kehidupan ranum menggiurkan
aku cemburu pada lelembut angin
yang dengan santun dan penuh kesadaran menggugurkan dedaun
kepasrahan penuh kemesraan
aku cemburu terhadap kicau burung-burung di dahan
kemurnian swara yang menetes ke cermin kebeningan
aku cemburu pada ibu yang mengisak malam-malam
cengkrama akrab tenang keabadian
aku cemburu pada pengemis penyusur jalanan
ketelitian cinta penuh kesyukuran
aku cemburu pada gunung-gunung, langit
laut, matahari si pengeras hati jantan
pada keluguan, pada tiap wangi
yang menguar dari kebersahajaan alam
aku cemburu Tuhanku!
Perahu alitku tak tertahan
menjelma ikan-ikan, dewa ruci pencarian
kutunggangi gelombang siang malam
menyusup bersama angin ke pulau-pulau terlarang
berikhtiar menyadap bisik kesejatian,
kutenggak bergalon-galon arak tajalli
yang merasuk di garis lintang, pusaran topan
rangkaian bintang yang tak berkesudahan-
kini terdampar di pulau dulu lagi,
aku cemburu
pada wajah-wajah polos yang menatap misteri kehidupan
dengan semarak pagi keremajaan,
ingin aku bermetamorfosa
jadi kepompong wahyu, kehijauan daun, oase di padang pasir
jadi teduh kearifan rembulan
jadi suara binatang hutan yang menggemakan adzan
jadi akar-akar yang menerobos kedalaman
jadi lebah yang menyarikan kesehatan
jadi hakikat zat cinta yang mengada di sembarang jelmaan,
aku cemburu pada alam yang begitu mesra bergayut
dalam sembarang manifestasi Tuhan
Yogya, 31 Okt. 1997
G E N D E R A N G
masih pekat mengendap air mata
dalam warangka silsilah kita
semalam
seseorang tiba-tiba menghunusnya
maka tertikam lagi duka, cintamu cuma kosong kealpaan
perang dan hantu kecurigaan-
generasi mana tak dibuatnya bangga?
kita berkabung guna memancing kasih Tuhan
sebab terasa hari tak bisa berlanjut
cerita demi cerita akan tertutup,
tapi masih juga orang menabuh genderang bertalu
pengiring lagu kematian selalu
Gambut, 26 Nop. 1998
I N S O L I T U D E
Tak kumengerti gelisah eksistensi ini;
langit sepi, angin beku
bumi terlantar dalam kemarau doa
kotapun berkaca-kaca pelupuknya
ada guratan asing pada daun kering
terbawa nusim dari dunia hening,
aah, bahagia yang tak lengkap
misteri maut tak tertangkap
ada hati meriap pelan
dan jiwa menyanyi sendiri,
tapi kau tak peduli
Tuhanku
Mengapakah sering
Kau, aku, dunia begitu asing?
Gambut, 19 Nop. 2001
I N T E R M E Z O
Ketika listrik padam
serentak dunia memasuki benak kegelapan
merinci kembali bunyi-bunyian;
kibasan sayap kalong, dekut tekukur di semak belakang
juga bunyi pasukan rayap yang makin dekat melobangi dinding
waktu
betapa ajaib
barusan kita ditipu iklan habis-habisan
menelan ludah berulang saat sang bintang mengangkang
dan debat konyol para politisi itu
seakan rukun agama yang haram ditinggalkan
Ketika listrik padam
bintang-bintang bermunculan
cahaya bulan terasa menyejukkan,
pikirmu:
“mungkin beginilah situasi abad pertengahan
suram layaknya malam
filsuf dan penemu itu sungguh lahir dari rahim alam,
di tenngah gelimang kemajuan
untunglah kita masih punya ratusan suku terasing di pedalaman
beratus ribu anak jalanan
para pelacur yang membanjiri taman remang-remang
gerombolan urban yang saban malam tersaruk
mengusung kardus mencari ketiduran,
boleh diharap mereka akan menelorkan seniman,
pemikir radikal, mujaddid teknologi, pemua siber-
sisakan beberapa untuk berperan sebagai bajingan.”
dalam bilik selimut kabutnya
sang malam belum juga bisa memejamkan mata
sungguh terusik semedinya
oleh omong kosong yang itu-itu juga
Gambut, 25. Okt. 2012
P E M B U R U
Setelah bosan nonton televisi
dibukanya lemari untuk menyeduh kopi,
“alangkah bagus jika aku dapat inspirasi,” pikirnya
“toh malam tak bisa dikebiri,
akan diuruknya dunia dengan sunyi hingga pagi.”
dalam sebuah buku sejarah ia diberitahu
separuh bumi pernah diperintah
para penunggang kuda buta aksara
bangkit dari kegelapan belantara seiring lolong serigala
laksana air bah merambah kota-kota
di zaman para pelancong dapat dengan mudah
menemukan gerombolan orang arif bijaksana
berlompatan layaknya primata,
“orang tolol dan bijak kadang sama
dalam urusan kuasa-menguasa,” gumamnya ogah-ogahan
sampai sepuluh kali ayam berkokok
belum juga datang si kantuk
“beginilah resiko bujang karatan…”
Pernah memang di lamarnya beberapa kata kunci
yang dikiranya bisa melayani hati,
lama ditunggunya depan pintu gua
gaung suara rahsia
yang bisa buka portal itu logika
hingga pagi
sang pemburu masih mengotak-atik radio
mencari-cari frekuensi ke seantero galaksi
menguntit pesan abadi
yang mungkin mampu mengakhiri abad-abad sunyi
Gambut, 23 Jan. 2014
AR. Zanky alias Abdurrazzaq Zanky, lahir 5 Juli 1976 di desa Tambak Sirang Laut,
Kalimantan Selatan. Sejak remaja hobi menulis puisi. Ia mendapat bimbingan dan ap-
resiasi dari penyair senior H.Hijaz Yamani, dalam acara beliau yang bertajuk UNTAI-
AN MUTIARA SEKITAR ILMU DAN SENI, di RRI Nusantara III Banjarmasin.
HP/WA 0859 2437 2751
0 Komentar
Kirimkan Artikel dan Berita seputar Sastra dan Seni Budaya ke WA 08888710313