Sebelum kita membahas lebih jauh, sebaiknya kita mengetahui dulu apa itu arti KDRT. Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) sendiri ialah kekerasan yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga, entah berada dalam keadaan sudah kawin maupun hanya sebatas kumpul kebo. KDRT umumnya dilakukan di antara orang yang sudah memiliki hubungan kekeluargaan dan umumnya terjadi pada suami istri sah atau pasangan serumah. Tetapi tidak menutup kemungkinan KDRT bisa terjadi oleh orang tua, anak, dan atau lanjut usia yang dapat berupa kekerasan fisik maupun verbal serta dilatarbelakangi oleh emosi, masalah ekonomi, pertentangan agama, atau seks. Kekerasan tersebut memiliki tingkatan mulai dari yang ringan hingga berat, seperti pemukulan, pencekikan, atau bahkan berujung pada penghilangan nyawa seseorang, serta dapat menggunakan suatu teknologi.
Seperti yang kita ketahui, KDRT menjadi masalah yang serius dan mungkin bisa menjadi faktor yang dapat melatarbelakangi seseorang untuk tidak menikah. Tentu hal tersebut mungkin bertentangan bagi sebagian orang yang menganggap bahwa menikah itu adalah sesuatu yang wajib dan disyariatkan oleh agama. Namun tidak dapat dipungkiri jika sudah terjadi banyak kasus KDRT yang banyak tersiar berita, bahkan mungkin di ruang lingkup kehidupan kita. Mungkin mereka berpikir, untuk apa jikalau kita harus menikah tetapi tidak diperlakukan dengan baik oleh pasangan kita sendiri. Bukankah menjadi suatu hal yang sia-sia, lebih baik mereka menjauh dari masalah rumah tangga dan bahagia dengan menjalani kehidupan mereka sendiri, jika dirasa kekerasan yang diterima sudah sangat fatal.
Seperti bara dalam sekam, kekerasan dalam rumah tangga bisa terjadi di setiap waktu, atau kejahatan yang dilakukan secara diam-diam. Korelasinya adalah mungkin kita berpikir awalnya dia berhati baik, bahkan tidak mungkin dirasa kalau pasangan kita bisa melakukan hal yang sekeji itu, tetapi bara akan terus menjalar dan bahkan semakin lama akan semakin membesar dan sampai titik dimana bara tersebut bisa membakar secara perlahan-lahan. Pasangan kita mungkin dianggap sebagian orang adalah pasangan yang sangat romantis dan terasa sangat tidak mungkin apabila dia melakukannya, tetapi sepintar-pintarnya kita menyembunyikan suatu bangkai pasti akan tercium juga. Korban mungkin akan berbicara kepada publik apa yang terjadi selama ini.
Menurut data dari KemenPPPA, hingga Oktober 2022 sudah terdapat 18.261 kasus KDRT di seluruh Indonesia, sebanyak 79,5% atau 16.745 korban adalah perempuan. Selain data tersebut, yang bisa kita soroti dari data KemenPPA itu adalah KDRT juga menimpa laki-laki sebanyak 2.948 menjadi korban. Antara laki-laki dan perempuan tidak boleh abai karena masing- masing memiliki resiko menjadi korban KDRT. Dari data yang sudah dipaparkan tersebut, kasus KDRT tidak memandang gender dan tidak menutup kemungkinan kaum perempuan pun yang biasa dianggap sebagai kaum lemah bisa bertindak sedemikian rupa. Perlu menjadi perhatian khusus terkait penanganan dari kasus KDRT ini.
Memposisikan diri sebagai korban yang mungkin tidak tahu-menahu tentang masalah yang sedang terjadi tetapi tiba-tiba saja terkena imbasnya. Sungguh hal yang sangat disayangkan bila kekerasan tersebut terjadi secara berulang kali, yang sudah pasti dapat mengganggu psikis dan mental korban sendiri. Saya ambil contoh sebagai seorang anak yang menyaksikan atau bahkan menjadi korban dari tindak kekerasan orang tuanya sendiri yang tega sampai main tangan. Orang tua yang seharusnya menjadi contoh kepada anak-anaknya seolah-olah menjadi mimpi buruk yang tak terlupakan bagi anak. Memori anak akan dipenuhi oleh kekacauan yang terjadi dalam kehidupannya sehari-hari.
Disaat banyak sekali tekanan atau desakan dari berbagai hal, kita bisa berbuat sesuatu yang cenderung ke arah negatif yang mengandalkan emosi sehingga bisa mencelakai orang- orang yang berada disekitar kita termasuk keluarga kita sendiri. Kita harus lebih bisa mengontrol diri kita sendiri agar tidak melakukan sesuatu yang gegabah yang dapat membahayakan diri kita sendiri dan orang lain. Jangan sampai emosi kita menguasai diri kita, dengan melakukan sesuatu yang dapat meredakan emosi seperti menyendiri terlebih dahulu atau mengalihkan diri pada sesuatu yang bisa lebih menenangkan batin. Lakukan kegiatan yang bisa membuat pikiran kita lebih rileks sampai dapat berpikir secara jernih kembali.
Menurut pendapat saya pribadi, kita dapat menarik kesimpulan bahwa maraknya kasus KDRT harusnya menjadi perhatian publik, khususnya pemerintah. Dengan memberi sedikit pengetahuan kepada masyarakat tentang bahaya KDRT bagi psikis korbannya, seharusnya masyarakat pun juga bisa lebih aware dan berhati-hati terhadap apapun masalah kekerasan khususnya dalam rumah tangga. Kita harus lebih tepat menyikapi keadaan yang mungkin bisa mengancam diri kita. Lindungi seseorang yang lebih rentan terkena kekerasan dan kalau kita
tidak bisa melakukannya sendiri, minta bantuan kepada bihak yang berwenang. Jika sebuah masalah masih bisa diselesaikan dengan kepala dingin, kenapa harus menggunakan unsur kekerasan?
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024