Ketabahan
Embun pagi gugur bersentuhan dengan daun
Seperti kejatuhan yang masih kau pikirkan
Masih belum kau diterima sebagai satu kenyataan
Sadarlah, tak ada yang bisa diputar kembali dengan keinginan
Penyesalan biarkan saja menjadi penjelasan
Bahwa setiap kekeliruan adalah pelajaran, dan
Jadikanlah itu pengalaman yang bisa ditahan
Mungkin semesta tidak ingin memberimu waktu
untuk merubah semuanya dengan orang yang sama
Maka Tuhan menginginkan dirimu merubahnya
di kesempatan selanjutnya yang lahir dari waktu.
Refleksi Pagi Hari
Gelap gugur di atas waktu
Terang itu datang bertamu
Lalu mata pintu dibuka
Atas kunci rasa syukur
Pagi melangkah mundur
Waktu yang terus meluncur
Air-air mata terus mencucur
Hasil-hasil petani dikubur
Di lorong-lorong kantor
Yang dapurnya dekat
Rumah jutaan pelacur
yang bekerja di tempat tidur
Pagi itu awan melihat
Orang berangkat
Orang menjemput
Orang merajut
Wajah korporat
Mobil alphard
Melintasi perut
Yang jerit-menjerit
Pagi buta itu menatap
Bunga mekar
Spanduk lebar
Partai menabur
Amplop menular
Fakta mencair
Dusta berbaur
Tanpa setitik libur
Garis jalan itu menyaksikan
Orang mengejar kecepatan
Orang mengejar kesempatan
Orang mengejar keterlambatan
Orang mengejar kekuasaan
Orang mengejar kekayaan
Orang menguburkan sejarah
Pagi yang diselimuti hujan
Sageru meneteskan doa
Sopi meneteskan sarjana
Tetapi michat lebih halal
daripada mayang yang meneteskan air susu
Pagi itu diselimuti mendung
Menatap pengetahuan tanpa agama
Agama tanpa pengetahuan, sampai
Lidah meludahi budaya
Ludah membenci sesama
Lampu jalan penuh dengki
Garis lintasan penuh ambisi
Pagar pengaman tak berhati
Posisi tidur memakan jalur
Ketika pagi dipeluk embun
Keresahan melahirkan puisi
Dari batin bernyawa ketulusan
Di saat hukum memberi nama
Kepada telinga jeruji penjara
dengan nama" kamar besi bermata rupiah."
06 Oktober 2023
Dua Orang Malaikat.
Ketika aku belum sanggup melihat dunia, di sana ada mereka yang senantiasa menata aku untuk menatap rupa dan itu juga aku yang belum mampu berdiri tetapi tangan mereka ada sebagai kekuatan yang memberi aku tulang untuk berdiri.
Aku dituntun dengan alunan suara yang memberi jalan di saat semua jalan hanyalah jurang. Masih teringat, dimana aku bagaikan kertas yang kosong, di sana ada mereka yang mengisi hati ini dengan segala yang baik.
Ketika umur membawaku kepada dewasa
Ada banyak luka yang menabrak aku di dunia
Namun mereka sudah memberi aku makna
untuk menatap segala hal kecurangan dunia
Di meja makan yang apa adanya, ada kata sederhana yang ditelan, agar bukan hanya kenyang makanan tapi juga arti kehidupan. dari masakan ibu, aku rasakan kalau kasih sayang bukan tentang uang, bukan barang, kalung, gelang atau dia yang membawamu di tepi pemandangan. tapi dia yang tetap pegang tangan saat kita bimbang, dia yang mengandeng saat kita tak mampu bajalang, dia yang di samping saat kita kehilangan tujuan. dia yang memberi tenang saat kita di pinggir jurang, dia yang memberi pelukan saat kita dingin, dia yang memberi sandaran saat kita dalam kehancuran, dia yang memberi kesadaran saat kita dalam tantangan dan dia yang memberi ruang ketulusan untuk kita pulang.
Di balik perenungan aku menyimpulkan
Bahwa mereka adalah sepasang malaikat
dan aku melihat cinta yang sesungguhnya
Pada bola mata ibuku dan sertiap langkah kaki ayahku.
_____________________________________________________
Aldian Dahoklory, pria kelahiran Yawuru, 16 Oktober 2002. Pecinta Puisi. Statusnya sebagai mahasiswa di Universitas Pattimura, jurusan Sastra dan Bahasa Indonesia.
Editor: Firman Wally
0 Komentar
Kirimkan Artikel dan Berita seputar Sastra dan Seni Budaya ke WA 08888710313