Debu di Gurat Dahi
Di penghujung musim kemarau
Retak tanah dan batang pohonan luruh merantak
Dedaunan bertaburan tersingkap sayap matahari
Debu di gurat dahimu terguris kisah perjalanan panjang
Menahan tetes darah dalam liang luka
Memendam perih nanah dalam gurat tapak kaki
Doamu terbang mengiris langit menjelma hujan
Membasahi anak-anakmu yang ada jauh di sana
Dengan kesejukan dan gelimang deras kesenangan
Entah mereka apakah masih mengingatmu
Kicau sembilu bergaung di bawah terik
Usai letih, kau lanjutkan perjalananmu
Madiun, 2014
Berikan Kesempatan
Harum tubuh yang kuhisap kali pertama
Kini entah di mana
Sering kali aku terhenyak dalam mimpi
Lalu bersedih karena kau tak di sini
Nyanyian timang-timang
Dan lantunan doa dalam bibirmu yang suci
Selalu kurindu hingga detik ini
Sebab kaulah yang membuka dunia
Dengan harapan dan teladan
Menemaniku sebelum ditiupkannya ruh ku
Berikan aku kesempatan membalas
Dan menjagamu hingga terbenam usia
Seperti di masa kau menjagaku
Mengusir dingin di setiap malam
Hingga menutup mata dalam lelap
Madiun, 2014
Mencari Jalan Rejeki
Menelusuri trotoar sunyi
Menaklukkan malam dengan jejak mimpi-mimpi
Kenang dan hening bunyi menggenangi diri
Berpeluk imaji malam mencari jalan rejeki
Membakar rindu pada tembikar masa kecil
Surabaya, 2014
Tentang Pejalan Nasib
Naluri menelusuri rindu jalan cahaya
Waktu yang terkejar tak mampu terkuak
Sederet terang membias semu
Kiasan yang memendar menjelma semu belaka
Tentang lungkrah menganga di terik kolong langit
Jejak fajar yang membutakan di awal mula
Malam-malam pekat rupa asap dosa beterbangan
Tentang pejalan nasib yang kelelahan
Merindu hujan makna dan pulang ke ladang jiwa
Surabaya, 2014
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024