Gejolak
Tiap kali kupandang kaki langit yang jauh
Kurenungkan jiwa akan terus bergejolak
Bersama amarah,
Dari wajah senja yang terbelah
Gejolak jiwa mewarnai separuh langit
Ingin kusaksikan keheningan yang pertama
Ketika jiwa menyesap tubuhnya
Sebagai tanda bagi semesta
Aku terkapar di antara jurang-jurang
Yang berhimpitan di antara reruntuhan kehidupan
Kusangsikan tahun demi tahun yang terlepas
Bagaikan jiwa-jiwa yang terhunus
Isyarat Hujan
Bersenandunglah di antara gerak rumput-rumput hijau
Atau termenung saja mengamati senja
Siapa tau pelangi akan muncul menyapamu
dengan kesedihan bibirnya yang melengkung
Namun yang hendak dikatakannya
Adalah suara yang tersembunyi dari yang kau tahu selama ini
Bersenandunglah dalam naungan langit yang menahan duka
Atau menjajaki belantara kesedihannya
Karena hujan yang pulang adalah kawan dari lautan
Yang membasahi ladang-ladang miliknya
Inilah isyarat
Namun hatimu telah tuli untuk merasakannya
Surabaya, 2013
Bunyi Keabadian
Layaknya Sang Naga yang tertidur abadi
Sungai berkelok mengalir ke samudera
Di antara lembah dan puncak, barisan cemara
Terlihat berkilau dalam balutan singasana pagi
Kicauan rimba merantak dari lereng gunung
Sang Fajar,
Jalan setapak menyisir di rentetan pohon asam
Memisahkan dua pemakaman kembar
Dan kesunyian yang merasuk menyisakan bunyi keabadian
Seolah menembangkan lagu kematian silam
Kuda meringkik dari ladang peraduannya
Mata jingga yang mendaki di balik debur samudera
Seolah mengusir kerlip perhiasan sang malam
Cakrawala berganti jubahnya, seiring kibasan sayap sang surya
Hingga kilauan menusuk pori-pori
Namun jiwaku tetap membeku tanpa suhu
Tuban, 2013
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024