Penghujung Rintihan Musim
Pada penghujung rintihan musim
Retak bebatuan terjal dan ranting meranggas perlahan
Dedaunan kering menyisir bayangmu sepanjang tanah kerontang
Kian guratan senyummu redupkan cakrawala terik
Mencuatkan oase surga dalam liang jiwaku yang nanar
Wangimu menyeruak merengkuh kesejukan di tubuhku
Menetaskan guratan puisi yang kutulis pada batu keabadian
Kau tepiskan retak luka yang remuk dalam jiwa
Siratkan secercah harapan di penghujung perjalananku
Surabaya, 5 Oktober 2014
Kekasih Terakhir
Tubuh yang kurengkuh di saat terakhir
sekarang kau dimana
Setiap nafasku memikirkanmu wahai pujaan
Sukmaku berduka selama kau menghilang
Karena kau mengerti,
demi dirimulah kutepis segala ambisi dunia
Aku tak langsir sederet laksa gunjing mereka
sebab kau telah rasuki sebelum dan setelah kelahiranku
kisah terakhir bersamamu selalu melintas di kepalaku
Sampai kuhembuskan nafas terakhirku
Dan aku tahu, kau kan berduka
Seperti yang selalu kutakutkan selama ini
Dukamu adalah penderitaan terhebat bagiku
Surabaya, 4 Oktober 2014
Kapal
Dua anak manusia berpeluk mesra
Sebelum berpisah mereka memeluk asa
Lelaki bergumam kebohongan terindah
Tentang sebuah harapan dan rumah masa depan,
Seolah cinta telah digenggam keabadian
Harapan mungkin tanpa cela
Namun tetap saja sang pujaan berduka
Tak berdaya melepas genggaman tangan
Memandang jauh ke arah laut
Kapal pun menghilang dan sirna ditelan kabut
Akankah ujung penantian adalah pertemuan
Gaung klakson dan mesin kapal menderu
tepat di saat ujung hatinya diterpa sepi sendu
Surabaya, 2 Oktober 2014
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024