Dirimu adalah Langit Malam
Awalnya kukira dirimu adalah samudera
tetapi setelah kuarungi
dirimu menjelma layaknya langit
Lelah mendakimu hingga jiwaku lungrah
luasnya eksotik yang tak mampu kusingkap
dalam hamparan bertabur bintang kunikmati sejukmu
sesaat sebelum dirimu berpaling sirna
terusir oleh sang penguasa hari
Bisikanmu kudapati pada dedaunan yang bersentuhan
terbuai desir angin malam yang menyingkap molekmu
Sekarang aku mengerti, usah mengejarmu
sebab dirimu bersemayam dalam jiwa
tak berjarak tetapi begitu rekat
menyatu tetapi tak terjamah
Jika memang dirimulah langit malam itu
sesukaku kan kutelanjangi engkau sepanjang malam
dengan pandangku hingga desah pagi tiba
Surabaya, 1 Oktober 2014
Rongga Jiwamu
Pisau cahayaku melucuti setiap lekuk ragamu
Eksotismu yang kucecap kerap menjelma asap
Memicu ruas-ruas api di nadiku
Aku menyulam nyanyian di setiap ruang kesunyian
Untuk kubisikkan dalam ruang kesendirianmu
Saat jemariku menyentuh abjad-abjad rautmu
Seakan menelusuri jalan setapak menuju ujung dunia
Hingga akhirnya aku terkikis silau puncak cahaya
Melucuti lekuk tubuhmu dengan jari-jari imajinasi
Adalah hal yang percuma
Keagunganmu sekedar mampu kuresapi permukaannya
Layaknya asmara yang menghujam seketika lalu pergi
Aku menyulam cahaya di lorong-lorong memorimu
Dipercikkan di palung hatimu
Kujejakkan tapak tanpa noda
Kurasuki rongga jiwamu yang menganga
Di istana fatamorgana aku menari hingga sunyi
Trowulan, 2013
Syair Gunung Kepada Samudera
Bahkan telah ku tabur wangi kembang dan kusinari pekatnya rimba
Kupeluk bukit menjulang dan rawa yang pekat
Aku menyusuri jejak perantauan itu semenjak dari gunung
Dalam guratan sang fajar dan tapak embun di cakrawala pagi
Bercengkrama tentang angkasa malam
Hingga terlena arak memabukkan.
Daun-daun menari,
Sang bayu dan ombak bergemuruh dalam pikiranmu
Tak perlu kau pacu kereta berawak para penghianat
Dan campakkan saja bongkahan tubuh-tubuh beku
Dalam relung
Telah ku pijarkan misteri
Jejak cahaya
Sebagai penunjuk arahmu ke samudera
Mojokerto, 2013
Hanya Pada Kematian
Kecuali kematian, aku tak mampu menerka
Keagungan senja dengan mega temaramnya
Bayangan rembulan menggores sepanjang sungai yang tertidur
Sembari menapak kulepaskan badai untuk ketenangan jiwa
Munajatku merasuk di sela jemari
Termuramkan kalbu oleh wangi fatamorgana
Aku isyaratkan keinginanku pada kerlip titik cahaya
Yang dipancarkan kehidupan dari seberang
Tak lama sang pagi memercikkan sayap di balik cakrawala.
Dalam jiwaku masih bergejolak ombak samudera lepas
Namun hanya pada kematian, aku serahkan segala munajat
Pemujaan suci yang lenyap menjadi jelaga
dupa
Madiun, 2013
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024