Malam Bercinta
Kau bergolek erang mengulum kelu sukmaku
Leherku kaujerat erat hampir sekarat
Dadamu yang merampas udara di paru nafas
Meluruhkan rindu, lenyapkan dahaga selama musim sepi
Dalam lorong gelap aku terusik kerlip berlian
Kilaunya menggoda di sela dada yang bercahaya
Kelopak mataku haus pada basah ruas pinggangmu
Yang tampak butuh rengkuhan cinta
Cekung tempurung ku inginkan kerasnya kerang milikku
Hingga takkan mampu hancur di ujung masa
Lingkar langit malam ini menjadi saksi
Manakala pepunuk pulau membuncitkan perutmu
Menjadi bidang padang buah cinta kita
Jangan pernah menghilang atau aku mengerang gersang
Jadilah rimbun pohon tempat bertengger hangat
Bersamaku mengutip kisah hingga muara terujung
Mendekap bumi, tulus menadah badai dan limbahnya
Kita rangkum segala cerita
Ruang rahimmu menjadi mukim keabadian.
Rentang tanganmu kendatipun ruang dan waktu tak berpihak
Hanya dalam jiwamu aku pulang
Hanya dengan jantungmu aku berdegup
Hanya dengan laringmu aku bersuara
Surabaya, 2014
Wahai Perempuan Sunyi
Aku terengah duduk bertabur serbuk salju kesunyian
Inginkan kehangatan gugur dan geliat daun matahari tropis
Sementara matahari masih rendah berselimut pekat embun
Usai meraut sosok wajah yang mengulam rindu
Tak terkejar taman khayalmu yang hasrat kumiliki
Menyisir rumpun perdu meranggas ranjang
Jemariku rindu akan bebunyian
Sentuhan lirih ringkik di padang rumput
Dan harum angin muson
berpadu aroma roti bakar selai racikanmu
Kita berkelakar pingit mengungkit masa silam
Goreskan cerita pada kertas merang dan pencil arang
Kita lansir puisi tentang kabut dan bulan ranum
Menafsir rindu semuram cuaca, sehangat suhu nafas
Wahai perempuan sunyi penopang jiwaku yang pupus
Usah berperancah duri mengurai tangismu
Repih doaku melesat hingga langit terujung
Melafal setia hingga ke ajal
Ketika kusapa dirimu dengan puisi
Jangan katupkan pintu dan jendela jiwamu
Jangan sumbat ventilasi ruang kesunyian
Sebab dirimu tercipta hanya untukku
Surabaya, 2014
Senandungmu
Cerlang pandang mata pujaan menjalar nalar
Menuntunku menatah nisan esok hari
Sayup kudengar malam tergetar senandungmu
Degup dadamu membisikkan kehangatan fajar
Berdua mengeja semesta esok yang misteri
Merangkum rencana yang lamat terujung di pelupuk mata
Padam sumbu kalbu aroma surga kuhisap
Seharum hawa lembah susu yang melecut
Berhembuskan nafsu muara rahasia
Tak henti menelusuri palung nafasmu
Mengembara jejak detikmu
Menyeka setiap tetes mata air matamu
Kukecup setiap kuncupmu
Kupagut semua kalutmu
Kusesap semua ucapmu
Hingga alpa menumbuh-rubuh
Surabaya, 2014
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024