Sayapun menyapa Syahnagra tak lama seusai dirinya memberikan kata sambutan, beramah-tamah dan berfoto bersama panitia dan peserta event, dengan maksud untuk berbincang dan menanyakan berbagai hal terkait event yang berlangsung, dunia seni rupa, kebudayaan dan lain-lain. Ternyata pria kelahiran Teluk Betung 18 agustus 1953 itu merespon dengan baik dan ramah. Maka kami pun menuju lobby untuk dapat berbincang dengan nyaman.
Berikut adalah isi perbincangan saya dengan beliau,
Bagaimana tanggapan anda mengenai event Mother Earth Visual Art Exhibition ini, yang menghadirkan kolaborasi antara Pegiat Otomotif khususnya motor custom dan beberapa klub motor dengan para pegiat seni rupa ini?
Menurut saya, kerja sama seperti ini cukup menarik, antara para pegiat di klub, komunitas pecinta motor dengan para pegiat seni rupa, khususnya pelukis. Sesuatu yang sangat jarang terjadi, pertemuan yang menyatukan visi idealis masing-masing, tentu Ini sangat luar biasa dan patut diapresiasi, Menjadi contoh positif, yang memungkinkan terjalinnya kolaborasi antara para pelukis dengan komunitas-komunitas di bidang lain Persatuan dan persaudaraan dapat terbangun dari kerja sama tersebut. Kita tadi sama-sama menyaksikan dan merasakan suasana yang begitu cair di antara yang hadir. Selama ini masyarakat kita cukup sering dan jenuh disuguhkan juga menyaksikan banyak pertengkaran, pertentangan, dan perdebatan, apakah itu di bidang politik, hukum, sosial, antar kelompok di masyarakat dan banyak lainnya. Seni harus hadir sebagai cara mencairkan suasana agar gagasan persatuan dan kebhinekaan bisa membangun kebudayaan bersama-sama.
Menurut anda, refleksi apa yang didapat dari tema yang diangkat oleh panitia Mother Earth Visual Art Exhibition?
Sebuah kebebasan untuk melihat alam, kebudayaan dan situasi, saya merasa senang menyaksikan kesemua hal tersebut hadir di event ini, saya sudah berkecimpung sekira 50 tahun di dunia kesenian khususnya seni lukis, selama rentang waktu itu saya telah banyak melihat dan sudah mengunjungi banyak tempat di luar negeri, apakah itu Amerika, Eropa atau Australia, juga banyak tempat di Indonesia, dari Aceh hingga Papua. Pernah pula bermukim selama sebulan di tengah suku Asmat, itu adalah bagian perjalanan hidup yang indah. Menurut saya orang Indonesia harus memunyai jiwa petualang, karena banyak tempat di negeri ini masih perlu dieksplor dan didatangi, dan sebuah kebahagiaan tersendiri untuk melakukannya.
Kegiatan seni dan kebudayaan saat ini marak dilakukan di luar tempat atau pusat kesenian, seperti event Mother Earth Visual Art Exhibition ini, pandangan anda bagaimana?
Saya kira itu sesuatu yang sangat positif, jadi kesenian dan kebudayaan dapat hadir langsung di tengah masyarakat. Jadi tidak hanya diketahui oleh pegiat dan penikmat seni saja, serta memungkinkan kolaborasi yang lebih luas dengan komunitas atau kelompok masyarakat di luar dunia seni. Seperti yang difasilitasi oleh manejemen Swiss Belhotel ini, mereka secara kreatif membuka diri untuk membuat seni lebih menarik dengan menyediakan lobby hotel sebagai ruang pameran, serta menyediakan tempat untuk acara pembukaan. Di masa kini terus lahir seniman-seniman Indonesia di berbagai bidang seni, dan jumlahnya terus bertambah, dengan membuka kantong-kantong kebudayaan di luar pusat-pusat kesenian yang ada adalah cara untuk memberi mereka ruang berekspresi alternatif, dengan tentu saja tetap menghidupkan seni dan kebudayaan di tempat yang telah menjadi tumbuh berkembangnya ekosistemnya seni dan kebudayaan itu sendiri.
Para seniman memunyai visi idealisme tersendiri dalam berkarya, mungkinkah visi mereka itu dapat terganggu saat berkolaborasi dengan kelompok elemen masyarakat di luar seni ?
Saya rasa tidak, karena idealisme bukan berarti harus menyendiri, melainkan harus terbuka terhadap apa saja, terlebih dunia saat ini begitu terbuka dan bebas, sehingga idealisme itu juga harus terbangun dengan semangat keterbukaan dan kebebasan.
Bagi anda Filosofi seni itu sendiri seperti apa?
Seni itu sesuatu yang harus dibangun dengan secara gembira. Seni itu membangun kegembiraan, menata hati, menata jiwa, ketika seseorang berkesenian, jiwa itu menjadi bersih, menjadi terang. Hal ini yang patut diketahui dan dipahami oleh orang-orang di luar seni, seperti misal di dunia politik atau ekonomi. Karena seni itu bagian dari bagaimana membangun manusia, sehingga semestinya siapapun harus terlibat dengan seni, termasuk pemerintah. Dalam hal ini pemerintah seharusnya melakukan terobosan yang berani, seperti misal membuka Departemen Kebudayaan dan mengangkat Menteri Kebudayaan. Selama ini kebudayaan selalu digabungkan dengan bidang pendidikan, pariwisata hingga riset dan teknologi. Paling tinggi hanya ada setingkat Direktorat Jenderal. Mengapa tidak Departemen Kebudayaan itu berdiri sendiri dari bidang Pendidikan, Pariwisata dan lain-lain, supaya bidang seni dan kebudayaan mempunyai atau mendapatkan alokasi dana sendiri. Bila seperti itu maka seni dan kebudayaan dapat semakin menjadi satu kekuatan bangsa. Seni itu harus dibangun bersama-sama ketika kita memulai hidup, sejak dini semestinya para orangtua mengenalkan seni ke anak-anak, lalu mengikuti tumbuh kembang generasi penerusnya itu hingga ia dewasa nanti. Karena senilah yang akan meneruskan pemikiran-pemikiran estetis dan kritis hingga berlanjut ke generasi berikutnya
Bagaimana dengan Balai budaya sendiri?
Balai budaya dihidupkan oleh para seniman, kami tidak menerima bantuan dana dari mana pun, apakah itu dari negara, dalam hal ini pemerintah, atau dari pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, meski beberapa kali negara ini berganti Kepala Pemerintahan dan Kabinet. Bayangkan lembaga sekelas Balai Budaya yang sudah dikenal sejak bertahun-tahun, baik itu di Indonesia ataupun luar negeri, untuk pendanaan murni dari sesama seniman yang mempunyai kepedulian akan eksistensi dari tempat ini, di mana idealisme kesenian dan kebudayaan dibangun dari sini. Bahkan saat misal kami bertemu sesama seniman di luar negeri mereka tetap ingat dan bertanya, apakah idealisme dari Balai Budaya tetap terjaga, seperti tempo hari kami baru saja menerima kedatangan tamu rombongan dari satu perwakilan pemerintah kota di China, kami berdialog bagaimana membangun seni bersama-sama agar tercipta keselarasan pandang dalam menyikapi situasi dunia.
Sejak kapan anda mulai melukis hingga perjalanan berkesenian anda sampai menjadi Kepala Balai Budaya Jakarta?
Saya melukis sejak di bangku Sekolah Menengah Pertama, saat itu saya sudah melukis dengan benar dan tidak asal corat-coret belaka, ayah saya sangat berjasa dalam hal ini, lalu guru saya di Sekolah Taman Siswa juga berpengaruh di awal ketertarikan saya terhadap seni lukis. Kemudian masuk ke Sekolah Seni Rupa di Yogyakarta dan melanjutkan ke Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Saya terus membangun kekaryaan saya hingga kemudian mendapatkan kesempatan dari Sweedish Institute ountuk memperdalam keilmuan di Akademi Seni Grafis Stockholm di Swedia sekitar 1990-an. Sebelumnya pada 1987 saya ikut serta mendirikan Himpunan Pelukis Jakarta (HIPTA) bersama sahabat saya Pelukis Hardi. Dan pada medio 1998-an saya masuk dalam sebagai pengurus harian Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) Komite Seni Rupa, sebelum akhirnya mendapat kepercayaan untuk memimpin Balai Budaya Jakarta. Hampir 50 tahun perjalanan berkesenian saya dan telah mengunjungi banyak tempat di dalam dan luar negeri yang tentunya tetap pada koridor kesenian dalam hal ini Seni Lukis.
Bagaimana hubungan antara Pegiat seni dengan pemerintah serta perkembangan kesenian di negara-negara yang pernah anda berkesempatan berkunjung, menimba ilmu, ataupun berpameran?
Kalau di luar negeri terutama di eropa, mereka sudah sangat teratur ekosistem keseniannya, dan pemerintahnya menaruh perhatian yang sangat besar untuk dunia seni. Dan di sana masalah ekonomi tidak terlalu menjadi persoalan seperti di negara kita ini, bila di sini, semuanya seperti berlomba ingin kebutuhan ekonominya lebih baik, namun dengan menghalalkan segala cara, sehingga muncul banyak kasus korupsi. Dan dalam membongkar kasus-kasus tersebut tidak tuntas hingga ke akar, tidak dengan semangat keterbukaan. Indonesia tidak akan pernah maju dan rakyatnya tidak akan sejahtera bila hal itu terus berlangsung. Sebagai seniman saya merisaukan hal ini. Seniman itu harus terlibat dalam persoalan bangsa dan negara, karena seni itu dapat memengaruhi, ia dapat menjadi pemikiran, wawasan, dan gagasan untuk kebaikan serta kemajuan suatu bangsa atau negara. Di luar negeri, setiap keterlibatan seni dalam berbagai bidang di luar seni itu sudah sangat dihargai. Semisal seniman dalam keterlibatannya itu baru menghasilkan pemikiran yang berbuah konsep, pemerintah di sana telah menganggap ia telah bekerja, bahkan sampai pelaksanaan setiap harinya, bulan atau tahun, konsep dari seniman itu tetap dihargai. Jadi di sana seniman bisa menciptakan pekerjaan,-pekerjaan dan diapresiasi dengan baik oleh pemerintahnya. Pernah pula saya temui pada sebuah sidang atau rapat pemerintahan, mereka mengundang seorang penyair negara itu untuk membacakan puisi, jadi sebelum membahas persoalan negara, mereka menyimak satu peristiwa budaya. Saya rasa hal itu dapat ditiru di sini, misal sebelum sidang DPR menghadirkan dahulu pembacaan puisi, lalu jalan menuju ruang sidang ditempatkan lukisan-lukisan dari pelukis, atau di mimbar diberikan kesempatan kepada budayawan untuk memberikan pidato atau sambutan kebudayaan. Sehingga dapat memberikan edukasi ke khalayak luas, bahwa seni itu adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan bangsa dan negara ini.
(Liputan: Wahyu Toveng)
Biodata Penulis:
Wahyu Toveng, kelahiran Jakarta 1977 Alumni dari Akademi Teknologi Grafika Indonesia. Seorang penikmat sastra, puisi-puisinya terhimpun dalam berbagai antologi puisi bersama. Meliput untuk Media Digital Semesta Seni 2019 - 2021, Pernah berperan sebagai Brojo dalam lakon berjudul PERTJA bersama Pandu Teater untuk Festival Teater Jakarta Pusat 2021. Pemenang kedua Love Poetry Competition 2022 Majalah Figure Explor, Pemenang Puisi Terbaik Anugerah Negeri Kertas, Hak Asasi Manusia 2022. Nominasi Anugerah Sastra Apajake 2023 Kategori Puisi, Juara Harapan 2 Lomba Cipta Puisi Grup FB Hari Puisi Indonesia 2023
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024