005

header ads

Membedah Realitas Puisi ’Surga yang Sempit’ Karya Fileski Tanjung Walidha Melalui Pendekatan Mimetik



Membedah Realitas Puisi ’Surga yang Sempit’

Karya Fileski Tanjung Walidha Melalui Pendekatan Mimetik

 

Eka Renata Hariyanto

SMA Negeri 2 Madiun

E-mail: ekarenatahariyanto1@gmail.com 


ABSTRACT

Literary works are a form of writing that encompasses various meanings and has a profound impact on human life. Among the many types of literary works, poetry is one of the media to convey the author's emotions and feelings through beautiful diction. Through poetry, readers can explore various nuances of life, human experiences that cannot be explained in words and reflect on major issues in society. This analysis aims to explore and analyze the poem "Surga yang Sempit" by Fileski Tanjung Walidha through a mimetic approach. Its in-depth focus will discuss reflection and criticism of social phenomena that occur in society, especially the issue of intolerance. By using a mimetic approach, the author attempts to show how this poem not only functions as a work of art, but also a medium of criticism of the conditions of society that continue to develop. The results of the analysis are expected to provide new insights to readers about the relationship between literary works and social reality, as well as enrich understanding of the deep meaning contained in Fileski Tanjung Walidha's work.

Keywords: Poetry, Fileski Tanjung Walidha, Mimetic approach, Social criticism, Reality of life, Literary analysis.

ABSTRAK

Karya sastra adalah sebuah bentuk tulisan yang mencakup berbagai makna dan memberikan dampak mendalam bagi kehidupan manusia. Di antara banyak jenis karya sastra, puisi sebagai salah satu media untuk menyampaikan emosi dan perasaan penulis melalui diksi-diksi yang indah. Melalui puisi, pembaca dapat menjelajahi berbagai nuansa kehidupan, pengalaman manusia yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata dan merenungkan isu-isu besar di masyarakat. Analisi ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan menganalisis puisi "Surga yang Sempit" karya Fileski Tanjung Walidha melalui pendekatan mimetik. Fokus mendalamnya akan membahas refleksi dan kritik terhadap fenomena sosial yang terjadi di masyarakat, khususnya isu intoleransi dan hipokrisi dalam beragama. Dengan menggunakan pendekatan mimetik, penulis berupaya menunjukkan bagaimana puisi ini tidak hanya berfungsi sebagai karya seni semata, tetapi juga media kritik terhadap kondisi masyarakat yang terus berkembang. Hasil analisis diharapkan dapat memberikan wawasan baru terhadap pembaca tentang hubungan karya sastra dan realitas sosial, serta memperkaya pemahaman tentang makna mendalam yang terkandung dalam karya Fileski Tanjung Walidha.

Kata kunci : Puisi, Fileski Tanjung Walidha, Pendekatan mimetik, Kritik sosial, Realitas kehidupan, Analisis Sastra.

PENDAHULUAN

Dari segi konten, karya sastra sering dianggap sebagai karya yang tidak berisi fakta, melainkan fiksi. Sastra berbeda dari berbagai jenis tulisan lainnya, seperti berita, laporan perjalanan, sejarah, biografi, dan tesis, karena jenis-jenis tulisan tersebut menyampaikan informasi yang berbasis fakta. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sastra mencakup semua jenis karya yang menggambarkan dunia imajinasi manusia, yang tidak dapat langsung dihubungkan dengan kenyataan. Puisi adalah sebuah cara untuk menuangkan ide serta gagasan yang merangsang imajinasi dan melibatkan perasaan, penglihatan, pendengaran, serta perabaan dalam penyusunan kata yang berirama (Pradopo, 2010). Sedangkan, Menurut waluyo (2002:25) puisi adalah suatu bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.

Dalam menganalisis puisi diperlukan keterampilan dalam memahami makna yang terkandung dalam isi puisi tersebut. Salah satu pendekatan puisi yang paling terkenal adalah yang dikemukakan oleh Abrams pada tahun 1953. Ia mengidentifikasi empat pendekatan untuk memahami karya sastra, yaitu: (1) pendekatan mimetik; (2) pendekatan ekspresif; (3) pendekatan pragmatik; dan (4) pendekatan obyektif. Pendekatan mimetik menganggap bahwa kenyataanlah yang memberikan makna pada sastra, karena karya sastra dianggap sebagai tiruan (mimesis) dari kenyataan. Pendekatan ekspresif berfokus pada pengarang sebagai pemberi makna karya sastra, sehingga analisis sastra seharusnya memusatkan perhatian pada pengarang. Pendekatan pragmatik menganggap pembaca sebagai sumber makna karya sastra. Sementara itu, pendekatan obyektif melihat karya sastra sebagai entitas otonom, yang berarti bahwa karya sastra memberikan makna pada dirinya sendiri dan tidak perlu dianalisis dengan mempertimbangkan faktor-faktor di luar karya tersebut (Abrams, 1976: 3-29; Teeuw, 1984: 49-53).

Dalam kajian ini, penulis menganalisis salah satu puisi karya Fileski Tanjung Walidha, seorang penulis, musikus, penyair, dan pendidik di bidang seni budaya. Fokus analisis pada puisinya yang berjudul "Surga yang Sempit". Puisi tersebut terbit pada tahun 2024 dan telah dipublikasikan dalam Pusat Majalah Sastra, halaman 38-39. Puisi tersebut dipilih karena memiliki makna yang relevan dengan fenomena sosial-keagamaan, khususnya terkait isu intoleransi dan hipokrisi dalam beragama. Melalui metafora yang kuat, puisi Fileski berhasil menghadirkan kritik sosial yang membuat masyarakat melek tentang pentingnya memahami keberagaman dan esensi dari spiritualitas. Selain itu, dengan menggunakan bahasa yang puitis namun sederhana, pesan moral dalam puisi ini dapat tersampaikan secara gamblang tanpa mengurangi unsur estetikanya sebagai sebuah karya sastra. 


METODE

Metode    penelitian merupakan suatu  cara untuk memperoleh  data  serta dapat dibuktikan keasliannya secara teoritis  (Faruk,  2017:58). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan mimetik. Pendekatan mimetik memusatkan perhatiannya kepada alam atau kenyataan sejarah karena dipandang bahwa kenyataan sebagai pemberi makna. Pendekatan ini di kembangkan oleh para ahli sosiologi sastra seperti Barthes, Taine dan George Luckas (Damono,1979: 71-24). Aristoteles berpendapat bahwa mimesis bukan sekedar tiruan. Bukan sekedar potret dan realitas, melainkan  telah  melalui  kesadaran  personal  batin  pengarangnya.  Puisi  sebagai  karya  sastra, mampu  memaparkan  realitas  di  luar  diri  manusia  versi  apa  adanya.  Maka  karya  sastra  seperti halnya puisi merupakan cerminan representasi dan realitas itu sendiri. 


HASIL DAN PEMBAHASAN

Surga yang Sempit

Karya: Fileski Tanjung Walidha


Mereka berjalan dengan kitab-kitab di tangan,

menyandang kata suci di dada,

tapi tak membawa cinta di hatinya.

Lidahnya sebilah pedang,

mengiris perselisihan dan melantangkan bara


Di bawah langit yang satu,

mereka mendirikan tembok-tembok

dari doa yang melupakan makna.

Pintu surga dijadikan piala,

hanya untuk dipamerkan,

bukan untuk seluruh umat manusia.


Mereka mabuk dalam bayang-bayang dogma,

mengira iman adalah senjata,

bukan sebagai lentera.

Padahal Tuhan tak butuh tentara.


Di tengah gaduh keyakinan,

senandung toleransi pun terdiam,

tak lagi punya rumah

dalam relung jiwa-jiwa yang sempit.


Analisis Mendalam Puisi " Surga yang Sempit" dengan Pendekatan Mimetik:

Bait Pertama

Pada bait pertama, penyair menggambarkan sekelompok orang-orang yang beriman ("kitab-kitab di tangan" dan "kata suci di dada") namun sebenarnya tidak memiliki esensi spiritual yang sesungguhnya yaitu cinta atau rasa percaya di dalam hati. 

Definisi iman adalah percaya dalam hati, mengikrarkannya dengan lisan dan mengamalkannya dalam bentuk tindakan sesuai dengan moral agama yang dipercaya. Salah satu buku Fileski berjudul “Filosofi Cinta” mendefinisikan bahwa cinta adalah perasaan yang abstrak, tidak dapat dilihat atau dirasakan secara langsung. Iman erat kaitannya dengan rasa cinta seseorang. Semakin seorang beriman, maka harus semakin cinta. Hal ini sangat berkebalikan dengan orang-orang di puisi tersebut, seakan lupa bahwa agama seharusnya mengajarkan kebersamaan dan kasih sayang, mereka justru digambarkan memiliki "lidah sebilah pedang" yang menciptakan perpecahan. 


Bait Kedua

Bait kedua semakin memperjelas kritik yang ingin disampaikan penulis. Frasa "mendirikan tembok-tembok dari doa yang melupakan makna" menunjukkan bagaimana ritual keagamaan telah kehilangan esensi sesungguhnya. Mereka beragama tapi tidak memiliki iman di dalam hatinya. Surga yang seharusnya menjadi motivasi untuk melakukan kebaikan justru dijadikan “piala” atau objek kesombongan, artinya, mereka menjadikan agama sebagai klaim bahwa mereka lebih baik dan lebih layak daripada orang lain. Mereka sibuk memamerkan kesalehan dan merasa surga hanya untuk golongan tertentu bukan seluruh umat manusia. Padahal surga seharusnya dipahami dan diyakini sebagai tempat bagi semua orang yang bertakwa. 


Bait Ketiga

Pada bait ketiga, penyair mengkritik pemahaman yang keliru tentang iman. Ungkapan "mabuk dalam bayang-bayang dogma" dan "mengira iman adalah senjata" menggarisbawahi realita agama yang sering disalahgunakan sebagai alat untuk keburukan atau fanatisme. Seakan berlindung di balik label orang beriman, mereka merasa superior dan berhak melakukan apapun yang mereka anggap benar, padahal seharusnya iman menjadi "lentera", yaitu sebagai sumber cahaya dan petunjuk dalam hidup yang lebih baik.

Baris "Padahal Tuhan tak butuh tentara" menegaskan bahwa Tuhan tidak memerlukan pengikut-Nya untuk berperang atau berkonflik atas nama-Nya, karena segala sesuatu sudah dalam kuasa-Nya. Mereka menganggap diri mereka sebagai “tentara tuhan” yang bertugas memerangi orang lain yang dianggap berbeda, padahal, fanatisme dapat memicu diskriminasi, kekerasan, dan rusaknya keimanan.


Bait Keempat

Bait terakhir menggambarkan dampak dari sikap intoleran tersebut, dimana “Di tengah gaduh keyakinan” menggambarkan suatu perdebatan akibat perbedaan keyakinan sehingga "senandung toleransi" tidak lagi memiliki tempat dalam "jiwa-jiwa yang sempit" yaitu mereka yang kehilangan arah dan ruang untuk saling menghargai perbedaan karena terperangkap dalam pemahaman yang kaku. 


KESIMPULAN

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap puisi "Surga yang Sempit" karya Fileski Tanjung Walidha menggunakan pendekatan mimetik, dapat disimpulkan bahwa puisi ini merupakan gambaran kritis terhadap fenomena intoleransi dan radikalisme beragama yang terjadi di masyarakat. Melalui penggunaan diksi dan metafora yang kuat, penyair berhasil menggambarkan kemiskinan iman bagi orang-orang yang memiliki pemahaman kaku dalam beragama, dimana simbol-simbol agama justru dijadikan alat pemisah dan sumber konflik. Melalui pendekatan mimetik, dapat dilihat dengan jelas bagaimana puisi ini tidak hanya berfungsi sebagai karya sastra, tetapi juga sebagai gebrakan nyata isu sosial-agama yang menyebabkan degradasi  kemanusiaan dalam praktik keberagamaan. 

SARAN

Saran untuk Penulis

Peneliti mengharapkan kepada pihak penulis Fileski Tanjung Walidha untuk terus berkarya dan mempublikasikan puisi-puisinya yang mengangkat tema-tema sosial keagamaan di berbagai platform digital seperti media sosial, blog sastra, atau platform penulisan online. Dengan memperluas jangkauan publikasi, karya sastra penulis dapat menjangkau audiens yang lebih luas, khususnya generasi muda yang lebih aktif di mayantara. Selain itu, penulis diharapkan lebih banyak menyebarkan karya sastranya ke perpustakaan sekolah atau perpustakaan kota.

Saran untuk Pembaca

Saran bagi pembaca untuk lebih sering membaca dan mengapresiasi karya sastra, khususnya puisi yang mengangkat tema-tema sosial dan keagamaan seperti "Surga yang Sempit". Puisi semacam ini menjadi acuan yang sangat bagus untuk memperluas wawasan dan kepekaan terhadap isu sosial-agama pembaca. Selain itu, kebiasaan membaca puisi dapat memperluas kosakata pembaca dana menimbulkan minat untuk menciptakan karya-karya sastra.

DAFTAR PUSTAKA

Abrams, M. H. (1981). Teori Pengantar Fiksi. Yogyakarta: Hanindita Graha Wida.

Faruk. (2017). Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

J. waluyo, H. (1991). Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Gramedia.

Mahayana, M. S. Dkk. (2024). Pusat Majalah Sastra. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Pradopo, R. D. (2010). Analisis Strata Norma dan Analisis Struktural dan Semiotik. . Yogyakarta: Gajah Mada University Press. .

Teeuw, A. (1988). Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia.

Wellek, R. &. (2016). Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.

 


Posting Komentar

0 Komentar